Kita sama-sama masih menerka-nerka takdir. Bahwa kita berharap takdir kan menuju pada pelabuhan akhir. Rasa ingin untuk bisa membersamai sebuah kebersamaan nantinya.
Wahai kamu yang masih disimpan tuhan, Seberapa besar pun rasa ingin, tidak akan terjadi tanpa izin dari Pemilik kehidupan.
Seberapa sering pun rindu bertamu, tidak akan mencapaimu tanpa melaluiNya.
Namun seberapa tulus hati, Dia lebih mengetahuiNya.
Aku menunggu. Kamu menunggu.
Meski terkadang menunggu tak seinci pun menyeret kita untuk bertemu di titik temu. Tapi ah, adakah yang lebih indah dan syahdu dari dua jiwa yang saling menunggu? Yang tak saling menyapa, tapi diam-diam mengucap nama dalam do’a.
Usia menurut pandangan mereka bagaikan sebuah cambuk. Bahkan kamu juga pasti sering menerima pertanyaan ‘Kapan. Dan Seringkali kita merasa tiba-tiba hampa atas sesuatu yang tidak kita mengerti. Tentang takdir pertemuan yang belum kunjung menghampiri. Kita Bertanya kenapa, kenapa, dan kenapa. Bahkan untuk menguatkan diri atas setiap kesedihan hati dan kesunyian jiwa yang dirasakan, kita memilih untuk menertawakannya sendirian. Bagaimanapun, pengendali hati dan penentu takdir itu sendiri adalah Allah. Tak pantaslah bertanya pada seseorang yang bahkan dia sendirk tidak tahu kapan takdir itu menghampiri.
Hai kamu, tahukah bahwa bukan waktu yang kita butuhkan untuk menyembuhkan segala pilu melainkan seberapa tabah kita berusaha, seberapa tulus hati mendoa. Mungkin Allah enggan mempertemukan sebab Dia tahu Kita masih belum sama-sama merasa siap.
Lantas, harus berapa lama yang kita perlukan untuk benar-benar siap? Bukankah berjuang bersama itu menyenangkan?
Kataku pada hati, Sedikit lagi saja. Kita tahu hal ini, kita paham. Hanya saja harapan tidak selalu terkabulkan begitu saja. Terkadang kita justru harus menikmati kesakitan terlebih dahulu. Menikmati berenang dalam duka kesedihan. Menyelam dalam keterasingan. Bahkan kita hampir Tenggelam dalam putus asa, kadang dengan sengaja membiarkan asa itu pergi begitu saja. Berhenti mengejarnya lalu Menyerah.
Aku menyimpan pertanyaan dalam kepala. Maukah kamu mendengarkannya nanti saat Allah Mengenalkanku padamu?
Kamu dan aku adalah dua manusia asing yang telah dijodohkan bahkan sebelum bumi dan langit diciptakan. Dan kamulah yang ridhonya kelak akan mengantarku ke surga.
Maukah kamu menahkodai bidukku dalam samudera kehidupan ini nanti?
Kamu. Aku belum mengetahui namamu. Jadi bolehkah kusebut sebagai Kamu.
Ketika aku menuliskan nama Kamu pada susunan kataku, Aku telah merasa rindu. Pernahkah kamu merindukan seseorang dengan teramat tanpa bertemu dengannya?
Tak apa, Setidaknya Allah mengetahui Aku sedang merindukan sosok kamu yang telah berdampingan dengan namaku di lauhul mahfuf. Dan kini, Allah sedang menuntun kamu padaku atau menuntun Aku padamu. Tetaplah berprasangka baik akan takdir pertemuan yang baik untuk kita nanti.
Kamu dan aku yang mungkin seseorang yang asing atau seseorang yang telah saling mengenal atau entahlah. Kita tetap akan memiliki cinta itu juga. Sebab itulah yang menuntun kamu. Namun, apalah arti keterasingan itu, jika Allah menjadi tujuan.
Wahai kamu, Aku tak pandai dalam berkata-kata bahkan Aku tak berani berjanji apa-apa, namun hal yang pasti kulakukan ialah ketika ijab itu terucap nantinya. Aku sudah memutuskan untuk mencintaimu seumur hidupku.
Maukah meraih syurga-Nya bersamaku?
Semoga Allah memudahkan langkah kita.
Salam Rindu
Dari Rusuk kirimu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.