Pertemanan Bukan tentang Heroisme, tapi Soal Saling Menjiwai

Pernah nggak kalian punya teman baik, katakanlah sahabat, pernah? Nah, saya juga pernah. Saya punya tujuh sobat baik waktu duduk di bangku SMA. Ke mana-mana bareng. Bisa dibilang kami sudah sangat dekat dan kalau saat ini saya disuruh mengingat kenapa kami bisa bersahabat baik waktu itu, percayalah tak ada aksi-aksi heroik di antara kami. Nggak ada tuh seingat saya yang seorang sampai ngorbanin uang jajannya buat membantu yang lain untuk bayar uang sekolah, boro-boro, kepikiran aja enggak.

Padahal, setiap kami bukannya tidak punya masalah, tapi ya gitulah, jangankan bikin petisi atau ngumpulin dana, punya inisiatif buat nolong aja nggak ada kok.

Tapi herannya, hubungan persahabatan kami bisa akrab banget. Kalau yang seorang nggak masuk sekolah, kok rasanya kayak ada yang kurang gitu loh. Nah, padahal kalau saya tonton di tv, sebuah persahabatan itu biasanya terjalin karena tindakan heroik, terjebak di sebuah penjara yang sama, terlibat konspirasi bersama dan memiliki visi-misi yang sama.

Tapi pada kenyataannya ― yang saya alami ― pertemanan yang pernah saya jalani itu cuma berdasarkan kecocokan belaka. Contohnya dari tujuh teman saya itu, ya semuanya cowok culun, cemen absolute, malas belajar, grogi kalau deketin cewek dan selalu ditolak setiap kali nembak adik dan teman sekelas. Hikss. Tapi mungkin kesamaan nasib itulah yang membuat kami dekat. Kami bisa membicarakan satu topik serius dengan seribu satu sudut pandang penuh lelucon dan ejekan. Jalinan komunikasi kami tuh sudah kayak gaya sepak bola Barcelona, tiki-taka, tanpa dominasi semua bebas berbicara.

Nah, seperti biasa tulisan ini hanya sekedar intermezzo, soal dunia picis pertemanan dan seluk-beluk persahabatan. Lalu bagaimanakah pertemanan yang tanpa aksi heroik ini bisa terjalin dengan hangat, berikut beberapa cerita saya.

1. Beberapa Orang yang Bahagia dalam Kebodohan

Dari salah satu film kartun kesukaan saya yang berjudul Spongebob Squarepants, saya pernah mendengar ejekan Squidward untuk menggambarkan persahabatan yang dijalani oleh Spongebob dan Patrick, Squidward menyebut Patrick dan Spongebob hanya dua orang yang selalu bahagia dalam kebodohan.

Nah, hal-hal bodoh dan konyol beginilah yang kadang bisa membangun sebuah pertemanan. Selain karena menyukai topik dan kegiatan yang sama, kebiasaan yang unik juga bisa melekatkan sebuah pertemanan. Seperti yang di contohkan oleh Owen Wilson dan Vince Vaughn dalam filmnya yang berjudul Wedding Crashers.

Diceritakan di sana bagaimana kedua orang itu memiliki hobi yang unik, yaitu mengacaukan pernikahan orang lain. Jadi, pekerjaan sehari-harinya ya menghadiri pernikahan orang yang tidak mereka kenal lalu bikin kekacauan di sana. Jadi terkadang hal-hal uniklah yang bisa membuat pertemanan menjadi akrab dan awet. Jadi semakin banyak kesamaan semakin mudah beberapa orang untuk menjalin pertemanan yang awet dan akrab.

2. Harus Ada yang Jadi Sule dan Ada yang Jadi Andre

Saat ini pasangan lawak yang bisa dibilang lucu adalah Sule dan Andre. Kedua orang ini sekarang jadi host di Net TV pada sebuah acara yang diberi nama Ini Talkshow. Sejak dari Opera Van Java di Trans 7, sudah terlihat kedua orang ini saling melengkapi.

Andre adalah pelawak yang kalem, bicara sesekali, sementara Sule adalah pelawak yang banyak bicara dan heboh. Saat ini kombinasi keduanya menjadikan duet mereka sangat lucu. Bandingkan saja dengan acara lawak lain, semua pelawak ingin terlihat heboh, semua ingin bicara, semua ingin jadi pusat perhatian. Akhirnya? Yang ada hanya acara berisik yang lucunya dipaksakan.

Ini adalah contoh dalam kelompok pertemanan, memang perbedaan karakter itulah menyatukan. Ada yang heboh, pemalu, pendiam, cerewet, bersifat pemimpin, jadi bahan ejekan, dan lain sebagainya. Namun semua itu masih dalam satu-kesatuan. Justru kalau semua ingin menonjol malah tak bisa akrab, persahabatan terjadi saat tiap orang tetap menjadi dirinya sendiri.

3. Keterbukaan yang Mendekatkan

Selama saya berteman dengan berbagai orang, kunci untuk menjadi akrab adalah keterbukaan. Di awal-awal, dalam batasan tertentu, ya harus berani membuka diri. Contohnya teman kerja, gimana mau dekat dan akrab kalau tiap hari yang dibahas cuman target, target, dan target. Makan ke rumah makan ngomongin target penjualan. Bagaimana mungkin topik seperti ini membuat sekelompok orang menjalin persahabatan. Yang ada hanya mentok sebatas rekan kerja saja.

Keterbukaanlah yang membuat kita akrab. Bahkan tak jarang kalau anak laki-laki tuh sampai yang “jorok-jorok” juga dibahas haha. Kecengannya diceritain, hubungan cintanya diceritain, mau pindah kerja diceritain, ada cewek cantik lewat dibahas habis-habisan. Keterbukaan beginilah yang biasanya bikin orang jadi akrab.

Jadi intinya kalau mau nyari teman itu nggak susah, belajar terbuka aja. Nggak usah dijelasin ya keterbukaan yang gimana, yakinlah semua sudah pada ngerti. Jadi teman yang baik juga butuh keterbukaan, jadi dengan begitu teman yang lain juga berani dan merasa nyaman untuk terbuka. Kalau sudah saling terbuka begini, jadi kelompok pertemanan itu sudah berubah menjadi wadah untuk curhat.

Akhirnya lahirlah sebuah kelompok pertemanan yang sehat dan menyenangkan. Justru orang yang menutup dirilah itu sangat sulit untuk didekati.

4. Pada Akhirnya Teman Baik Bakal Jadi Teman Jauh

Sisi lain pertemanan, sesahabat apa pun itu, jarak biasanya mengubah segalanya. Saya contohkan teman-teman SMA saya, dulu waktu sekolah dekat banget, tapi setelah lulus dan menjalani hidup masing-masing boro-boro ketemu komunikasi juga jarang.

Awal perpisahan sih komunikasi, tapi lama-kelamaan sudah saling cuek, kadang mau nelepon juga bingung mau ngobrolin apa. Nostalgia cuman jadi topik yang asyik dibahas di awal perpisahan, setelah itu semua kayak basi aja. Pernah suatu kali, setelah bertahun-tahun saya nelepon teman SMA, setelah say hello, nanya kabar dan bla-bla-bla habis itu nggak tahu mau bahas apa lagi.

Paling bicarain masa lalu, ngingat-ngingat momen lucu, ngebahas si anu habis itu tutup telepon. Selain membangkitkan kenangan sisanya terasa hambar. Mungkin inilah kenyataan yang harus diterima, sekalipun kita punya teman lama, kita harus tetap punya kawan baru. Daripada nanti kesepian hehe. Wajar kalau komunikasi jadi jarang, apalagi dipisahkan jarak, belum lagi masing-masing sudah dapat lingkungan dan sahabat baru, pola pikir baru, dan lain sebagainya. Bukannya sombong, tapi kadang hanya bingung kalau dia nelepon kamu kalian mau bahas apa?

5. Kalau Tuan Dapat Kawan Baru, Saya, Kawan Lama Dilupakan Jangan…

Kelebihan kelompok pertemanan adalah adanya unsur persahabatan yang membuat nyaman. Jadi kalau cerita apa pun tak akan dihakimin, mentok-mentok paling diketawain. Kedekatan itu kadang menghapus rasa sungkan dan malu pada tiap orang. Bahkan setelah berpisah, rasa tak punya malu itu masih terbawa-bawa.

Misalnya beberapa teman saya di kampung yang belum kerja, kadang menganggap saya sudah kaya di sini. Padahal di Bandung juga saya jadi kuli, hidup pas-pasan, bahkan kadang nggak makan, hikss. Tak jarang mereka minta diisiin pulsa. Awalnya dua puluh ribu, saya tak kabulin, lalu mereka turunin jadi sepuluh ribu, masih saya tolak, mereka turunin lagi dengan minta dikirimin pulsa lima ribu saja, akhirnya… tetap nggak saya isiin haha.

Ini hanya contoh saja, bahwa bukan soal jasa yang membuat kita bersahabat. Kalau sudah berpisah, kenangan akan kebersamaan itulah yang tetap membuat kita tetap layak disebut bersahabat. Bukan pula sifat heroik, kadang ya itu hanya berdasarkan kecocokan belaka.

Yah punya sekelompok sahabat seperti itu juga sudah syukur bangetlah. Bisa ketawa bareng, curhat gratis, ada teman buat diajak main, bisa menghibur diri, dan yang jelas bisa jadi tempat untuk meluapkan segala unek-unek untuk kemudian ditertawakan. Sekian.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

manusia biasa