Saya selalu ingat saat harus meninggalkan Tullamarine Airport di Melbourne pada tahun 2014 dan Manchester Airport di Inggris untuk kembali ke Jakarta saat selesai menyelesaikan studi dan bekerja di sana. Antara sedih dan senang karena akan kembali ke tanah air tapi tahu akan membutuhkan waktu yang lama sekali untuk bisa kembali lagi.
Tinggal dan memiliki kesempatan untuk melihat kehidupan lain di Leeds, Inggris dan Melbourne, Australia itu sungguh sebuah berkah. Bertemu dengan orang dari kultur yang berbeda, perspektif yang lain, dan pemikiran-pemikiran yang belum pernah saya sadar betapa pentingnya itu kalau saja saya tidak hijrah ke sana.
Sebagai mahasiswa pada umumnya, datang ke acara-acara bernuansa Indonesia sudah dibilang menjadi tradisi. Yah, ini untuk menghibur hati karena hanya bisa pulang beberapa kali saja ke tanah air. Pembicaraan yang selalu hanya diperbincangkan ialah: Nggak mau kerja di sini? (maksudnya di Melbourne dan Inggris).
Cukup terngiang saat pertama kali mendengar pertanyaan itu. Sempat bekerja part-time dan full-time juga di kedua kota tersebut dan senang dengan apa yang di dapat. Tidak banyak, tapi cukup bikin saya terlena sesaat. Bagaimana tidak? Urusan kesehatan gratis, transportasi ok-oce, work-life balance ada. Gimana tidak terlena?
Setelah saya mencoba untuk bekerja dan tanya kepada diri sendiri apakah bekerja di negeri orang itu lebih menyenangkan dari pada di tanah air, akhirnya jawaban yang saya selalu berikan kepada mereka yang bertanya: lebih baik kembali karena yakin apa yang saya pelajari bisa lebih bermanfaat.
Bukan sok hebat.
Sebelum berangkat sekolah, saya selalu punya tekad untuk bisa menunjukkan kepada orang tua dan orang-orang di sekitar saya kalau lulusan dengan gelar Komunikasi itu bernilai. Saya buktikan itu dengan bekerja sebagai Konsultan dan In-house PR di sebuah perusahaan job board terbesar di Asia Tenggara untuk tahu apakah skills yang saya dapatkan itu ada nilainya? Masih belum puas juga, sambil kuliah di Inggris saya coba lagi untuk kerja jadi seorang Digital Marketers di salah satu recruitment agency yang mengurus semua urusan Marketing-nya. Bisa? Iya. Senang? Banget karena tertantang? Jadi, kenapa nggak mau dilanjut aja di luar? Nah, alasannya ada dua.
Pertama ialah saya percaya kalau negara kita itu masih butuh orang-orang yang tidak melulu lulusan arsitek, dokter, atau bisnis. Lulusan komunikasi juga bisa kok memberikan kontribusi yang nyata. Apa sih emangnya? Bayangin kalau ilmu komunikasi kita dipakai di luar dari pada di dalam negeri sendiri? Media kita kosong melompong karena tidak ada yang mau cari berita? Selain itu, perusahaan akan kesulitan cari in-house staf komunikasi karena mungkin yang mau adalah expatriate yang kemungkinan besar tidak begitu mengerti dengan keadaan pasar.
Lalu, saya kira tidak ada yang lebih memuaskan untuk bisa merasakan perubahan nyata negeri sendiri kalau ada di dalamnya. Bukan menjadi bagian luar yang melihat semua dari media, tapi dengan mata kepala sendiri. Saat tidak berada dalam negeri untuk beberapa tahun itu, cukup kaget dengan perkembangan yang terjadi. Hal yang paling gampang? Banyangin ada dua mall baru yang muncul dekat rumah yang tadinya cuma tanah kosong! Ok, kayaknya harus kasih contoh yang lebih konkret. Nggak ngira kalau kereta Commuter yang tadinya harus nunggu 15-20 menit sekarang hanyya 5-10 menit aja pas peak hour!
Mungkin ini terlihat sepele bagi kamu yang baca. Bagi saya yang baru saja menepakkan kakinya kurang lebih 4 bulan yang lalu, melihat semua perubahan kecil tapi impactnya sungguh luar biasa (apalagi tanpa Go-Jek dan semua aplikasi itu, nggak akan deh datang wawancara pekerjaan selancar sekarang!).
Jadi, kenapa mau pulang ke Indonesia? Mau banget. Yakin nggak mau kerja dan hidup selama di luar? Bisa kok tapi akan lebih baik lagi kalau kesempatan ini ada di negeri sendiri.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”