Masa depan sebuah bangsa tergantung pada bangsa itu sendiri. Jika bangsa tersebut tidak peduli tentang masa depannya, maka sudah barang tentu bangsa tersebut tidak memiliki masa depan. Sejarah yang dibuatnya tak lebih dari sekadar mengikuti aliran, tanpa arah dan tujuan yang pasti. Sebaliknya, jika sebuah bangsa merancang dengan baik tentang masa depannya dan meniti jalan secara konsisten untuk menuju masa depan, maka mereka akan mendapatkannya. Pernyataan yang cukup lugas ini sebenarnya telah banyak dipahami, namun demikian ada kecenderungan bahwa tema-tema tentang masa kini terlalu banyak dan berlebihan, sehingga ruang untuk berbicara tentang masa depan terabaikan.
Jika sebuah bangsa tidak memiliki kemampuan untuk berbicara tentang masa depan, maka hampir bisa dipastikan bangsa tersebut tidak memiliki langkah-langkah yang pasti untuk menuju masa depan tersebut. Meskipun bangsa itu adalah bangsa yang besar, diukur dengan banyaknya jumlah penduduk, luasnya wilayah dan dengan kekayaan alam yang melimpah, akan tetapi langkah-langkahnya hanya terbatas pada reaksi-reaksi sporadis yang tak memiliki arah, tanpa ketegasan dan komitmen yang kuat untuk tegak berdiri di atas kemampuan sendiri. Bangsa besar yang tak mampu melangkah dengan pasti menuju masa depannya, ibaratnya seperti raksasa yang sedang limbung yang berjalan terhuyung-huyung, dan hanya menunggu waktu saja kapan ia akan jatuh.
Lalu bagaimana dengan masa depan Indonesia? Apakah Indonesia memiliki masa depan yang cerah atau sebaliknya? Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan seperti ini tentunya kita tidak bisa dengan menjawabnya hanya dengan "ya" atau "tidak", tetapi harus dilakukan eksplorasi yang cukup merepresentasikan tentang bagaimana bangsa yang besar ini mempersepsi tentang masa depan, perencanaan dan langkah-langkah besar yang dilakukan dan hendak dilakukan. Lebih dari itu, adalah tentang visi besar pemimpin dan keberaniannya dalam membawa bangsa ini menghadapi tantangan dan problema yang dihadapi.
Gambaran yang dapat kita peroleh tentang masa depan salah satunya adalah dengan cara mengetahui persepsi publik, apakah itu kelas buruh, pengusaha, birokrat, dan lainnya tentang hal itu. Sebuah pertanyaan dapat kita ajukan kepada mereka, misalnya kepada kelas buruh atau pekerja lapangan, "Apakah kehidupan rakyat Indonesia, seperti Anda sekarang ini lebih baik?" Jawabannya mungkin terasa mengejutkan. Karena sebagian mereka justru menganggap bahwa kehidupan dan keadaan yang ada di Indonesia saat ini tak ada bedanya dengan hari kemarin, atau justru dianggap lebih buruk dari kemarin. Apa yang mengejutkan dari itu adalah "suara hati yang meratap" dari kalangan pekerja, seperti sopir taksi atau angkutan umum, pengemudi ojek, buruh atau kuli, yang bahkan mencemaskan nasib anak-anaknya di masa mendatang. Menurutnya, saat ini untuk mendapatkan pekerjaan sekadar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sudah terasa sulit, apalagi di masa mendatang. Hal itu menandakan bahwa dalam persepsi mereka, masa depan Indonesia tidak lebih baik daripada hari ini dan hari ini dinilai tidak lebih baik dari kemarin.
Jika di kalangan kelas rumput kita bertanya tentang kehidupan dan penghidupan mereka, maka sudah wajar jika kita juga bertanya pada kelas menengah, profesional, akademisi, pengusaha atau politisi tentang pandangan mereka berkenaan dengan isu-isu masa depan. Kelas menengah Indonesia, meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak, namun suaranya jauh lebih menentukan untuk wacana dan isu tentang ke-Indonesia-an.
Apakah sejauh ini tema tentang masa depan Indonesia sudah menjadi pemikiran mereka di samping karir pekerjaan, posisi dan pengumpulan aset? Jika kita menanyakan kepada mereka, "Apakah sejauh ini telah ada pemimpin Indonesia yang membawa visi besar dan berani untuk membawa Indonesia menghadapi tantangan dengan kemandirian dan integritas?" Jawabannya mungkin juga tidak menggembirakan, karena memang mereka sulit menemukan pemimpin seperti itu.
Dapat dikatakan bahwa selama ini pembahasan dan wacana tentang masa depan bangsa ini, juga pembahasan tentang kepemimpinan visional dan berani, yang diharapkan mampu membawa Indonesia menjadi bangsa besar dan terdepan di Asia cenderung terabaikan. Kebanyakan wacana dan tayangan serta program yang ada di media, dipenuhi oleh program hura-hura, sinetron, kriminal dan hal-hal sepele lainnya. Akibatnya bangsa ini hanya berpikir tentang hari ini dan tidak begitu mampu menjangkau masa depan, merasakan kekaburan jalan menuju kejayaan Indonesia.
Jika kita tilik sejarah, utamanya fenomena perkembangan dari kemajuan Kerajaan Sriwijaya, kita akan segera mengerti apa sebenarnya yang menjadi faktor determinan perkembangan kerajaan tersebut. Semangat yang kuat untuk mengembangkan supremasi di Asia Tenggara menjadikan Kerajaan Sriwijaya sebagai pemimpin di Asia Tenggara. Visi besar dan strategi kebijakan maritim yang dikemukakan oleh raja-raja Sriwijaya inilah yang membangkitkan spirit dan kesadaran rakyat untuk berpartisipasi dan berkorban untuk merealisasikan visi besar tersebut. Alhasil mereka pun menguasai jalur laut yang strategis, yaitu jalur perdagangan China dengan Asia Barat.
Nenek moyang dari Kerajaan Majapahit, pun memberikan pelajaran yang harus terus-menerus menjadi renungan generasi ke generasi di Indonesia. Betapa mungkin, sebuah kerajaan kecil dalam waktu relatif singkat berubah menjadi kerajaan besar yang menaungi seluruh Nusantara. Kuncinya adalah sosok pemimpin yang hadir yaitu Gajahmada. Sosoknya menarik karena dialah yang mengemukakan sumpah untuk menyatukan seluruh Nusantara ketika telah menjabat sebagai mahapatih, bukan pada karir politik maupun militer sebelumnya. Keberanian, konsistensi dan kehandalan strategi yang dimilikinya untuk merealisasikan Sumpah Amukti Pala (terkenal dengan sebutan Sumpah Palapa) adalah kekuatan besar, sehingga penyatuan Nusantara terwujud. Sumpah ini merupakan turning point dari Majapahit yang bersifat agraris menjadi Majapahit maritim.
Sejarah kebesaran masa lalu Indonesia itu menunjukkan bahwa kekuatan utama sebuah bangsa terletak pada visi besar dan kepemimpinan yang memiliki integritas dan keberanian untuk merealisasikannya. Dua hal ini bisa dikatakan sebagai ruh yang menggerakkan kekuatan rakyat dan semua potensi yang dimiliki bangsa tersebut untuk menapak jalan menuju masa depan. Jika ruh tidak ada, maka apalah artinya tubuh besar seseorang, kecuali sekadar onggokan barang yang tak berarti.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”