“Menerima diri sendiri adalah awal kebahagiaan yang sejati” Ketika saya mendengar pernyataan ini di sebuah seminar saat saya masih remaja dulu, saya tidak sepenuhnya mengerti apa yang ingin disampaikan oleh sang pembicara melalui perkataan ini. Saya mengerti arti kalimat ini tetapi saya tidak sepenuhnya mengerti apa yang harus saya lakukan untuk bisa menerima diri sendiri. Pada saat itu, saya adalah seorang remaja yang sedang melalui fase sulit dalam hidup saya.
Saya tidak akan bercerita panjang lebar mengenai fase yang saya alami karena hal ini akan terlalu panjang untuk diceritakan, tetapi saya bisa katakan bahwa fase tersebut adalah fase yang sangat sulit dan menyedihkan. Fase ini mungkin dialami juga oleh Anda dan orang banyak lainnya saat masih dalam proses pencarian jati diri. Saya begitu membenci diri sendiri karena saya tidak percaya diri dengan fitur yang saya miliki. Selain fitur fisik saya, saya juga tidak bisa mengapresiasi talenta yang Tuhan berikan pada saya. Saya merasa aneh karena saya berbeda dengan orang lain dan saya merasa perbedaan ini membuat saya merasa teralienasi dengan lingkungan sekitar saya. Saya merasa bahwa saya tidak boleh berbeda dengan orang lain karena bila tidak, saya akan kena bully dan saya akan dibenci oleh orang lain pula.
Akhirnya saya memilih opsi untuk membenci diri sendiri dan untuk mengabaikan talenta yang Tuhan beri kepada saya.
Namun, setelah berjalannya waktu dan sebenarnya baru beberapa bulan yang lalu, setelah menjalani banyak sekali proses pendewasaan diri, saya mulai bisa menerima diri saya apa adanya. Saya mulai melihat bahwa orang-orang yang dahulu mengejek saya karena saya adalah orang-orang yang insecure dan mereka berpikir bahwa dengan mengejek saya, hidup mereka akan jadi lebih baik. Saya mulai bisa melihat bahwa mereka yang suka mengejek orang lain (tidak hanya saya, banyak orang juga diejek oleh para bully di sekolah saya dahulu) seringkali berasal dari keluarga yang tidak bahagia. Ketidakpercayaan diri mereka juga membuat mereka jadi ikut-ikuttan teman-temannya yang sering memprovokasi satu sama lain untuk menjauhi orang-orang yang dianggap kurang.
Sejujurnya, tidak akan ada orang bahagia yang akan menghabiskan waktunya merendahkan orang lain agar mereka bisa bahagia. Setelah mengetahui kenyataan-kenyataan ini, saya mulai mengampuni mereka walaupun tindakan yang mereka lakukan kepada saya telah membuat saya mengalami depresi yang lumayan berkepanjangan. Dulu saya sering berpikir untuk mengakhiri hidup saya karena hal ini, karena saya merasa tidak berguna dan saat saya merasa bahwa saya sudah tidak bisa menahan rasa sakit yang diakibatkan oleh perkataan dan perbuatan jahat para penindas tersebut. Hal ini membuat saya hilang keinginan untuk hidup dan memperburuk hubungan saya dengan orang-orang yang saya kasihi.
Setelah kejadian tersebut, saya menjauhkan diri dari semua orang dan saya menutup erat-erat hati saya agar tidak ada lagi orang yang bisa masuk ke dalam hidup saya hanya untuk menyakiti saya. Saya melampiaskan semua kemarahan, semua rasa kemuakkan dan semua rasa frustasi kepada orang lain agar mereka tidak mau mendekati saya. Memang akhirnya tidak ada yang menyakiti saya dan saya terbebas dari rasa sakit hati yang bisa saja disebabkan oleh orang lain, tetapi saya merasakan kesepian yang luar biasa.
Apa yang saya lakukan ternyata bukan membantu saya menyembuhkan luka lama tetapi saya malah menambah luka baru yang lebih menyakitkan. Sakit rasanya saat mengetahui bahwa Anda bisa mendapatkan semua kebahagiaan setelah pernah disakiti dulu di masa lalu tetapi Anda membuang kesempatan itu karena Anda sendirilah yang menyabotasenya.
Sekarang saya sedang belajar untuk tidak menyabotasenya, melainkan saya belajar untuk mengampuni diri sendiri dan belajar untuk tidak berlaku terlalu keras terhadap diri sendiri.
Hal lain yang terjadi setelah saya menerima diri apa adanya adalah di saat saya menemukan kembali diri saya yang sebenarnya dan di situ saya berhasil menemukan dan mengembangkan lagi talenta-talenta saya yang selalu saya kubur atau kutuk. Mengembangkan talenta ternyata merupakan hal yang luar biasa menyenangkan dan hal ini membuat saya kembali bersemangat menjalani hidup.
Saya juga belajar satu fakta yang membuat saya sering merenungkan hidup: tidak akan ada orang yang bisa mencintai diri Anda sebaik Anda bisa mencintai diri Anda sendiri. Bila Anda tidak bisa mengasihi diri Anda sendiri, you are going to try or do anything to find it in someone or some things that are not right for you.
Saya merenungkan apa yang terjadi saat saya tidak bisa mengasihi diri saya sendiri, saya berubah menjadi orang yang selalu ingin menyenangkan semua orang atau people pleaser. Saya menjadi orang yang tidak memiliki pendirian dan orang pun bisa jadi hilang rasa hormat dan memperlakukan saya semena-mena. Saya pun dulu sempat berpikir bahwa saya harus memiliki seseorang untuk mencintai saya atau menjadi kekasih saya agar saya bisa merasa dicintai, agar hidup saya komplit. Ternyata saya salah besar dan saya bersyukur Tuhan menyadarkan hal ini sebelum saya jatuh lebih dalam lagi, sebelum saya terus mencari kasih atau cinta di orang-orang yang salah.
Tuhan menyadarkan saya bahwa saya sudah memiliki orang-orang yang mencintai saya apa adanya dan selama ini mereka sudah selalu berada di dekat saya dan selalu mendukung dan mengasihi saya tanpa henti dan tanpa syarat
Hal paling penting yang terjadi saat saya bisa menerima diri sendiri adalah rasa sudah selesai dengan diri sendiri. Tidak ada lagi mencoba hidup bahagia menurut standard orang lain. Tidak ada lagi keinginan untuk menjadi orang yang sama seperti orang banyak. Tidak ada lagi perasaan bahwa saya adalah orang yang tidak berharga. Tuhan menciptakan setiap orang dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing . Kalau kita sudah tahu akan hal ini, saya rasa kita tidak perlu bersedih atau berkecil hati saat kita kurang dalam suatu hal.
Hal terakhir yang saya rasakan juga adalah saya sudah tidak punya keinginan untuk membandingkan hidup saya dengan hidup orang lain. Seringkali saya membandingkan diri kita dengan orang lain dan merasa kalau hidup saya itu lebih menyedihkan dibandingkan dengan mereka. Padahal, kalau saja saya sadar dari dulu, semua orang juga mengalami kesulitan dalam hidup mereka masing-masing, kita saja yang belum melihat atau mengalami kesulitan-kesulitan orang-orang tersebut.
Jadi, daripada saya ngeluh atau marah-marah karena kesulitan yang pernah dan sedang saya jalani, saya memutuskan untuk hidup bersyukur bahwa saya masih bisa bernafas hari ini karena Tuhan masih memberikan kesempatan bagi saya untuk hidup lebih baik, untuk hidup sesuai dengan jalan yang telah Ia siapkan dan untuk mengembangkan diri saya sesuai dengan talenta yang Ia beri untuk saya.
Pada akhirnya, we only have one life to live, so why don’t we do it by accepting yourself first? After all, if you have already accepted yourself, no one and I mean NO ONE, can take away your happiness from you.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Miss keke teguhhhh �
Oh ia �
Ak jg ngalamin hal kyk gini.dan berfikir utk pindah tempat krna gak kuat. Apa semua ini berakhir stlh penulis keluar dr tempat yg “membully”nya?
Hai Silviana, maaf saya baru membuka Hipwee lagi dan membaca komenmu. Untuk aksi “bully” nya memang berhenti setelah saya lulus SMA tetapi saya mengalami trauma yang mendalam hingga saya belajar untuk menerima diri sendiri apa adanya, baru aksi “bully” itu sudah tidak terlalu mempengaruhi saya terlalu dalam. Sejujurnya aksi itu bisa berhenti dan bila kamu merasa akan lebih baik dengan pindah, karena ketika saya lulus, saya sudah tidak mengalami hal itu lagi. Tetapi yang harus diwaspadai adalah efek yang terjadi ketika kita sudah trauma dengan kejadian itu, itu juga tetap perlu dihadapi dengan baik.
Apa yang terjadi bila orang lain tidak suka dengan sifat asli kita seperti pendiam,tidak aktif,dan tidak banyak bicara dan akhirnnya membuat saya dibenci juga dikucilkan apakah saya harus berusaha ramah seperti yg seharusnnya atau saya tetap dipendirian saya sebagai manusia tidak aktif.