Kita Memang Saling Mencintai, Namun Haruskah Pacaran?

Siapa sih yang tidak kenal dengan istilah pacaran? Sepertinya kata “pacaran” bukanlah hal yang tabu bagi anda pembaca setia Hipwee. Tapi, benarkah pacaran adalah satu-satunya pembuktian bahwa dua insan benar saling mencintai—sebelum keduanya menikah? Banyak orang yang terjerumus ke dalam konsepsi pacaran. Dimana dua insan mengotakkan diri ke dalam sebuah status bernama “pacaran” yang dijadikan landasan untuk keduanya saling peduli, memberi dan menerima kasih, serta menjaga perasaan satu sama lain. Sedangkan tanpa harus berpacaran, dua insan yang benar saling sayang satu sama lain tetap bisa melakukan hal tersebut. Karena, seharusnya alasan untuk melakukan itu bukanlah statusnya, tetapi perasaan saling menyayangi tersebut. Saat dua insan saling mencintai maka bersikap peduli, mengasihi dan setia adalah sebuah keharusan karena pasti mereka tidak akan tega melihat orang yang disayangi mendapati hal-hal buruk bahkan sakit hati. Orang yang benar menyayangi seseorang pasti enggan untuk melirik orang lain meskipun yang dilirik ternyata lebih baik, karena perasaannya hanya akan terfokus kepada orang yang disayanginya. Hal tersebut dapat dibuktikan saat seseorang kehilangan orang yang disayangi, maka pada fase tersebut biasanya orang akan merasakan rasa memiliki yang lebih dari biasanya—padahal keduanya sudah tidak terikat status lagi—sehingga masih enggan untuk berpaling ke orang lain alias gagal moveon. Oleh karenanya ada konsepsi pemikiran yang mengatakan bahwa seseorang akan benar-benar merasa memilki saat mereka telah kehilangan. Jika kedua insan benar saling mencintai, maka mereka akan menutup rapat-rapat hatinya bagi orang lain dan merasa saling memiliki satu sama lain tanpa harus merasa kehilangan terlebih dahulu. Dan jika dua insan mampu melakukannya tanpa terlilit status, maka dapat dipastikan bahwa mereka benar saling mencintai. Sedangkan jika dua insan yang berpacaran melakukannya, belum tentu mereka melakukannya karena saling mencintai. Karena terkadang orang berpacaran belum tentu karena mencintai, tetapi karena tujuan tertentu. Sehingga bukan tidak mungkin jika mereka melakukannya hanya karena takut kepada status pacaran itu, bukan karena takut kepada perasaannya. Di sisi lain, dua insan yang saling memberi dan menerima kasih tanpa saling mengikat diri ke dalam sebuah status pacaran membuktikan bahwa mereka telah dewasa dalam bersikap. Karena mereka mampu mengesampingkan ego—dalam hal ini menuruti naluri untuk selalu mencari yang lebih baik—mereka masing-masing. Kesimpulannya, tanpa harus berpacaran, dua insan tetap bisa saling mencintai satu sama lain. Dan mungkin akan lebih membahagiakan karena keduanya tidak akan terikat oleh suatu konsepsi yang kadang menjerumuskan. Keduanya tidak akan merasa terkekang dan cenderung lebih bebas untuk melakukan apapun sehingga merasa lebih nyaman. Karena kebahagiaan tidak bersumber dari status pacaran, tetapi perlakuan saling mengayomi itu Tetapi, jika ternyata perlakuannya mengecewakan maka jangan menyesal ya kalau orang yang disayanginya tak lagi menyayanginya! Setelah ini apakah kalian para pembaca setia Hipwee tetap mengharuskan diri untuk berpacaran? Kalau hanya untuk menuruti gengsi, coba fikirkan ulang, deh! Karena segala hal yang ada hubungannya dengan orang lain biasanya tidak akan lepas dari hukum karma.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Manusia Setengah Pena

36 Comments

  1. Roni Setyawan berkata:

    Aq setuju… Dan aq bahagia… Karna hakikat’a aq orang bebas yg berperasaan… So cinta selalu dihati… Status yha nikah itu lah sebenar-benarnya status… Halal dan baik��