Ketika Tontonan Tak Lagi Menjadi Tuntunan

Perkembangan pertelevisian saat ini memang sangat pesat, mulai dari fisik maupun acara yang ditayangkan, namun sayang perkembangan pertelevisian tidak diimbangi dengan perkembangan konten yang sehat, dari masa ke masa acara televisi menjadi semakin Absurd , tidak jelas lagi makna ataupun isi dari acara tersebut.

Di Indonesia sendiri terdapat banyak sekali stasiun televisi milik pihak swasta dibanding milik negara, dan hal itu menyebabkan persaingan dunia pertelevisian sangatlah panas, para pihak pemilik stasiun TV seolah berlomba menampilkan acara yang bisa menyedot perhatian penonton, tapi mereka tidak memikirkan dampak dari acara tersebut.

Beragam acara berlomba-lomba mereka sajikan, mulai dari komedi, acara reality show, sinetron/drama, acara musik, acara yang mengulas tentang privasi kehidupan rumah tangga dan masih banyak lagi, demi mendapatkan rating dan share yang bagus bahkan tak segan mereka menggunakan gimmick untuk membuat acara tersebut semakin meriah.

Memang tidak semua pemilik satsiun TV yang hanya mengejar rating dan share, ada beberapa stasiun TV yang menayangkan acara yang lebih mendidik, tapi tidak banyak stasiun TV yang masih menyiarkan acara yang mengedukasi.

Tak ayal lagi para anak muda yang memang sedang mencari jati dirinya menjadi korban dari acara tersebut,mengapa demikian? karena kebanyakan anak muda akan lebih menggunakan visual nya dibanding dengan pemikirannya,sehingga mereka dengan mudah menelan bulat-bulat apa yang mereka saksikan, lebih parahnya jika mereka mempraktekkan apa yang mereka lihat, jika sudah seperti ini siapa yang patut disalahkan?

Jika acara komedi yang dulu berisi lawakan tanpa mencela lawan main, sekarang banyak yang berubah haluan, acara komedi sekarang kebanyakan berisi kekerasan, lelucon yang tidak semestinya, menyiram pemain lain dengan tepung/air, menghina fisik pemain lain dan mirisnya lagi penonton malah tertawa melihat lakon tersebut, miris bukan?

Dulu sinetron/drama di indonesia tidak seperti sekarang, bagi kalian yang lahir tahun 90-an mungkin tak asing lagi dengan serial Keluarga Cemara serial yang mengisahkan tentang kekeluargaan, tapi jika melihat sekarang Sinetron hanya dibumbui dengan adegan Absurd, drama yang tidak jelas, tawuran, yang memang sama sekali tidak layak untuk ditonton anak – anak tanpa pengawasan orang tua.

Acara musik yang dulu hanya berisi "musik" kini pun sudah berubah, Acara musik sekarang berisi Gameshow, drama, buka-bukaan aib antar Host, ditambah lagi sekarang banyak acara yang menggunakan penonton bayaran, goyangan yang semrawut dan amburadul, bisa dibilang untuk sekarang acara musk hanya berisi 10% yang benar-benar menampilkan musik.

Memang orang tua juga berperan dalam mengawasi apa yang anak lihat, tapi bukan berarti para pemilik stasiun tv bisa berlaku seenaknya, Jarang sekali sekarang ada tayangan yang mengedepankan tentang pendidikan. tayangan yang berisi tentang kreatifitas, dan tayangan yang mendidik untuk anak.

Para pengusaha dalam artian para pemilik stasiun TV sepertinya hanya mengejar Income, mengejar rating yang tinggi tanpa memperhatikan esensi dari acara tersebut, tapi tanpa mereka sadari mereka juga ikut andil dalam merusak moral anak-anak.

Dibandingkan dengan dulu anak-anak jaman sekarang lebih hafal lagu dangdut ataupun pop ketimbang lagu anak – anak atau lagu nasional, hal ini menjadi perhatian serius untuk orang tua karena selain dari tayangan televisi, lingkungan tempat mereka tinggal juga memberikan dampak terhadap perkembangan moral anak.

Mungkin jika dirumah tidak ada televisi akan lebih bagus untuk moral anak – anak, namun tidak menutup kemungkinan jika sebaliknya, setidaknya para pemilik stasiun TV harus mulai memikirkan tayangan yang mendidik, mengajak anak-anak untuk kreatif , mengajak anak-anak untuk maju, sehingga Tontonan bukan hanya sekedar tontonan tapi bisa menjadi tuntunan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Slow Blue Ocean