Hubungan Antara Pendidikan dan Pengangguran di Indonesia

Baru-baru ini, tepatnya pada Mei 2018, Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Hanif Dhakiri, mengungkapkan bahwa terdapat tiga masalah yang dihadapi oleh tenaga kerja di Indonesia saat ini.[1] Pertama, ketidakcocokan antara kemampuan dan pendidikan angkatan kerja dengan kebutuhan dunia industri. Kedua, kemampuan dari kelompok angkatan kerja yang masih tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh dunia industri. Dan yang terakhir, tingginya kelompok kerja miskin (60% dari 128 juta jumlah angkatan kerja) yang apabila masuk ke industri padat karya tidak memiliki karir.

Berangkat dari pernyataan tersebut, munculah pertanyaan mengenai faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh dalam dunia pekerjaan. Apabila dijabarkan, terdapat dua faktor utama yang berpengaruh, yaitu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan penyedia lapangan kerja. Berkaitan dengan kualitas SDM tentu erat kaitannya dengan pendidikan yang telah diperoleh, baik formal maupun informal. Sedangkan dari segi penyedia lapangan kerja, tentu saja berkaitan dengan sesuai atau tidaknya keahlian yang dimiliki oleh SDM dengan apa yang dibutuhkan oleh penyedia lapangan kerja.

Pemikiran yang muncul di masyarakat

Berdasarkan asumsi dasar dari teori Human Capital, bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula kesempatan kerja mereka. Berangkat dari pemikiran tersebut, tidak sedikit orang-orang yang berpikir bahwa jika ia tidak tertampung oleh lapangan kerja yang tersedia di Indonesia, itu berarti ia harus mengambil sekolah yang lebih tinggi lagi. Maka timbulah asumsi baru, yaitu, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin sedikit angka pengangguran di Indonesia. Namun ternyata, asumsi itu terbantahkan oleh data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Tingkat pendidikan yang tinggi justru malah meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia.

Tabel 1

Angka Partisipasi Murni (APM) Pendidikan Formal di Indonesia 2015-2017

APM Pendidikan Formal

2015

2016

2017

APM SD/MI

96,20

96,71

97,14

APM SMP/MTs

77,45

77,89

78,30

APM SM/MA

59,46

59,85

60,19

APM Perguruan Tinggi

17,34

17,91

18,62

(sumber: https://www.bps.go.id/statictable/2010/03/19/1525/indikator-pendidikan-1994-2017.html )

Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa partisipasi penduduk Indonesia dalam sektor pendidikan mengalami kenaikkan di tiga tahun terakhir (2015-2017), baik di tingkat SD/MI, SMP/MTs, SM/MA, maupun Perguruan Tinggi. Maka seharusnya, kualitas tenaga kerja di Indonesia pun meningkat dan tingkat pengangguran menurun. Namun pada kenyataannya, tingkat pengangguran di tiga tahun terakhir ini malah mengalami peningkatan pula, terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Hal tersebut dapat dilihat melalui Tabel 2 berikut.

Tabel 2

Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2015-2017

Pendidikan yang Ditamatkan

2015

2016

2017

Februari

Agustus

Februari

Agustus

Februari

Agustus

Tidak/ Belum Pernah Sekolah

124.303

55.554

94.293

59.346

92.331

62.984

Tidak/ Belum Tamat SD

603.194

371.542

557.418

384.069

546.897

404.435

SD

1.320.392

1.004.961

1.218.954

1.035.731

1.292.234

904.561

SLTP

1.650.387

1.373.919

1.313.815

1.294.483

1.281.240

1.274.417

SLTA Umum/ SMU

1.762.411

2.280.029

1.546.699

1.950.626

1.552.894

1.910.829

SLTA/ Kejuruan/ SMK

1.174.366

1.569.690

1.348.327

1.520.549

1.383.022

1.621.402

Akademi/ Diploma

254.312

251.541

249.362

219.736

249.705

242.937

Universitas

565.402

653.586

695.304

567.235

606.939

618.758

TOTAL

7.454.767

7.560.822

7.024.172

7.031.775

7.005.262

7.005.262

(sumber: https://www.bps.go.id/statictable/2009/04/16/972/pengangguran-terbuka-menurut-pendidikan-tertinggi-yang-ditamatkan-1986—2017.html )

Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah pengangguran yang tidak/ belum pernah sekolah, tidak/belum tamat SD, tamatan SD, SLTP , bahkan tamatan Akademi/ Diploma mengalami fluktuasi dan mengarah kepada penurunan jumlah pengangguran. Akan tetapi, jumlah pengangguran tamatan SLTA Umum/ SMU, SLTA/ Kejuruan/ SMK, dan Universitas justru semakin meningkat. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal tidak bisa dijadikan acuan untuk mengatasi pengangguran. Terdapat faktor lain yang sering terlupakan, yaitu pendidikan non formal berupa pelatihan dan keterampilan khusus. Keterampilan ini pun tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh angkatan kerja. Dalam hal ini, peran dari penyedia lapangan kerja pun dituntut aktif. Misalnya, dengan memberikan pelatihan berupa magang maupun training tertentu, sehingga nantinya kemampuan dari para pelamar kerja ini dapat sesuai dengan kriteria kerja yang dibutuhkan. Dengan begitu, angkatan kerja yang tingkat pendidikannya rendah pun masih dapat bersaing di dunia kerja.

Peran Pemerintan dan LSM

Selain itu, terdapat beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang turut berperan aktif dalam mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Seperti program dari Save the Children yaitu Skills to Succeed pada tahun 2015-2017 yang memberikan pelatihan kepada anak muda yang putus sekolah (usia 16-24 tahun), sehingga nantinya mereka memiliki keterampilan baru yang dapat digunakan di dunia kerja.

Program ini juga memberikan pelatihan khusus kepada anak muda yang ingin berwirausaha. Selain peran LSM, Pemerintah pun turut andil dalam mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Salah satunya melalui program pelatihan yang diselenggarakan Dinas Tenaga Kerja (DISNAKER) Kota Bandung pada 2017. DISNAKER memberikan berbagai jenis pelatihan seperti menjahit, tata boga, tata rias, bahkan pelatihan industri kreatif seperti pembuatan boneka. Tentu saja dalam prosesnya dibutuhkan komitmen yang kuat, terutama dari SDM itu sendiri untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pihak terkait ini sedikit banyak telah membantu untuk menjawab permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia dan mengurangi jumlah pengangguran. Diharapkan, kedepannya jumlah pengangguran di Indonesia dapat terus menurun dan memberikan efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.


[1] Gita Irawan, Menteri Hanif Ungkap Tiga Masalah Tenaga Kerja di Indonesia, Tribunnews.com, http://www.tribunnews.com/nasional/2018/05/01/menteri-hanif-ungkap-tiga-masalah-tenaga-kerja-di-indonesia , 21 Juni 2018.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Saya merupakan mahasiswa lulusan Hubungan Internasional UNPAR pada 2014 lalu. Saat ini, saya bekerja di bidang pendidikan. Saya memiliki ketertarikan dalam isu-isu sosial, anak-anak, pendidikan, dan peranan LSM untuk pembangunan di Indonesia.