Kali ini saya akan membuat artikel penyegaran, tidak tentang review film dulu. Artikel yang akan saya tulis adalah artikel tentang sebuah pengalaman hidup penulis sendiri, tentang sebuah proses yang mungkin dulu hanya teori dari wejangan orang tua, lalu menjadi nyata dan diyakini oleh penulis.
Di mana saat yang paling tepat untuk memutuskan menikah?
Seperti sebuah agama yang diyakini oleh setiap individu manusia melalui proses spritual masing-masing, cinta juga demikian. Agama dan cinta sama-sama tak berbentuk tapi harus selalu diyakini. Dan untuk saya pribadi, kekuatan spritual tiap individu berbanding lurus dengan individu itu dalam memperlakukan cinta.
Pasti ada saat di mana seorang manusia merasa sendiri dan membutuhkan seorang pasangan hidup. Manusia itu sebenarnya adalah makhluk yang lemah, tidak akan pernah bisa bila hidup sendiri untuk menghadapi dunia. Ada loh manusia yang memutuskan untuk tidak menikah dan bisa hidup sendiri sampai mati. Ok, dia merasa hebat atau pura-pura merasa hebat?
Saat di mana manusia merasakan hal itu, kesendirian dan membutuhkan pasangan hidup, mulailah saat di mana kita sadar bahwa searching di dunia nyata lebih penting dari searching di Google. Tidak pecaya? Carilah di Google "cara-cara pendekatan kepada wanita untuk pertama kali". Saya yakin, saat praktek di dunia nyata akan lebih menakutkan daripada menonton film horor, di tengah hutan, sendiri, dan mati lampu, yaiyalah di hutan mana ada listrik.
Saat semua penolakan, air mata dan isi celengan ayam di rumah habis, untuk tujuan mendapatkan pasangan. Tiba saat di mana kita mendapatkan pasangan yang kita inginkan. Apakah akan berhenti sampai di situ? No! Masih ada patah hati, perselingkuhan, isi celengan ayam di rumah habis lagi yang akan mewarnai perjuangan kita mencari cinta sejati (terkadang iri ya dengan orang yang bisa menikah dengan cinta pertamanya). Oh iya pembaca bisa membaca artikel saya tentang cinta sejati ini, klik.
Lalu, kita akan dipertemukan denga wanita yang membuat kita berpikir, inilah cinta sejatiku? Inilah wanita yang membuatku berpikir menikah? Semudah itukah?
Penulis mempunyai seorang teman yang sudah punya kehidupan yang hampir sempurna, dia mempunyai pekerjaan yang bagus serta mempunyai pasangan yang membuat dia berpikir, bahwa pasangannya adalah jawaban dari setiap doanya. Tapi anehnya, dia bertanya kepada penulis, kapan dia bisa menikah. Bukan karena dia tidak yakin, tapi dia tidak tahu kapan waktu itu tiba.
Teman penulis ini, punya hobi "My Trip My Adventure", dia selalu memanjakan masa mudanya, dan itu tidak salah. Seharusnya yang dia khawatirkan bukan tempat mana yang belum dia singgahi, tapi di mana saatnya dia menikah. Di mana? Saat di mana dia tahu perbedaan memanjakan masa muda atau berinvestasi kebahagaian di masa depan. Investasi? Iya, saat di mana dia bisa menikmati alam yang indah, dengan seseorang yang lebih indah di sampingnya.
Banyak orang yang bertanya kepada dirinya sendiri, "kapan aku menikah?" Tidak banyak yang bertanya, "di mana saatnya aku menikah?". Untuk lebih jelasnya saya akan menghubungkan dengan rumus berikut: Yang tidak suka matematika, fisika dsb, lanjutkan membaca ya, kalian tidak akan saya suruh menghitung (saya juga malas).
v = s / t
Dengan ketentuan:
- s = Jarak yang ditempuh (di mana saat kita menikah)
- v = Kecepatan (usaha kita untuk menikah)
- t = Waktu tempuh (waktu kita akan menikah)
Catatan:
- Untuk mencari jarak yang ditempuh (di mana saat kita menikah) , rumusnya adalah s =v x t
- Untuk mencari waktu tempuh (waktu kita untuk menikah), rumusnya adalah t = s / v
Logikanya seperti ini, saat kalian bertanya kapan (waktu) kalian akan menikah (lihat catatan no 2), itu akan menjadi pembagian antara jarak (di mana) dan kecepatan (usaha). Dan sesuatu yang dibagi tidak akan bertambah. Dan saat kalian sudah bertanya di mana (jarak) saat kita akan menikah, kecepatan (usaha) kita akan dikalikan dengan waktu (kapan), lihat catatan nomor 1. Sesuatu yang dikalikan akan bertambah bukan?
Penulis tidak akan bisa berdebat dengan rumus di atas, semua itu hanya analogi yang saya jabarkan untuk memperjelas lebih penting mana kita bertanya kapan dan di mana saat kita menikah? Saat kita bertanya "kapan", itu akan berbias oleh kepentingan ego kita di dunia, seakan seperti kita membuat pertanyaan retoris kepada hati. Saat kita bertanya "di mana", itu merupakan sesuatu yang berbeda
Di atas penulis sudah menjelaskan cinta dari sisi spritual, tentang penemuan cinta, dan saatnya membagikan pengalaman terakhir tentang menikah. Ketika penulis merubah pertanyaan saya tentang "kapan saat saya menikah?" menjadi "di mana saat saya menikah?", yang terjadi seperti sebuah pendewasaan diri, tentang sebuah pengalaman pahit akan cinta yang berujung.
Saat di mana anda mencintai seseorang yang anda sendiri tidak tahu mengapa anda mencintainya (bahagia di sampingnya), saat tidak adanya hubungan antara apa saja hal baik yang sudah dia lakukan dengan tujuan apa anda mencintainya, dan saat tidak ada lagi pertanyaan apapun untuk mempertanyakan kesetiannya. Saat itulah di mana anda untuk menikah. Cinta datang dari keyakinan hati, bukan dari ke egoisan untuk memiliki. Keyakinan itu yang harus anda pertanggungjawabkan untuk memulai level baru dengan pasangan anda. Cinta antara dua orang yang tulus saling membahagikan, kebahagiaan dunia akan mengikuti, tidak usah takut dengan dunia seperti apa yang akan hadir setelah anda menikah. Minimal, dengan menikah anda akan tahu betapa bahagianya menjadi orang yang telah dewasa.
Erisfika Bahrul Hikmah
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.