Beberapa waktu yang lalu, presiden Jokowi resmi mengumumkan penganugerahan gelar pahlawan nasional pada empat tokoh, yakni Lafran Pane dari Yogyakarta, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dari NTB, Laksamana Malahayati dari Aceh, dan Sultan Mahmud Riayat Syah dari Kepri. Penganugerahan gelar ini berdasarkan pada keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/TAHUN 2017 tanggal 6 November 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. (http://www.antaranews.com)
Menariknya, dari empat nama tokoh yang mendapat anugerah gelar pahlawan tersebut,terdapat satu nama tokoh perempuan dari Aceh yang telah lama diusulkan menjadi pahlawan nasional karena sepak terjangnya melawan penjajahan Belanda. Dengan kegigihan dan keberaniannya memimpin Laskar Inong Bale yang beranggotakan para janda pejuang Aceh yang telah gugur melawan Portugis di Selat Malaka, maka nama besar Laksamana Malahayati memang pantas untuk menerima anugerah pahlawan nasional.
Sebelum dianugerahkannya peran pahlawan nasional pada tokoh panglima perang dari tanah rencong ini, kita telah pula mengenal beberapa nama besar perempuan Indonesia sebagai pahlawan nasional. Sebutlah RA Kartini dari Jepara yang gigih berjuang untuk emansipasi bagi kaumnya. Ditambah Nyai Walidah istri dari KH Ahmad Dahlan, tokoh pendiri Muhammadiyah ini menerima anugerah gelar pahlawan nasional karena perannya dalam dunia pendidikan dan penyebaran agama Islam. Selain itu, nama-nama lain seperti Dewi Sartika dari Jawa Barat, Christina Marta Tiahahahu dari tanah Maluku, juga Maria Walanda Maramis merupakan sederet nama-nama pahlawan nasional yang telah berperan banyak dalam mewujudkan Negara Indonesia. Mereka memberikan kontribusi berharga baik dari jiwa raga serta pemikirannya untuk Indonesia.
Lalu, sebagai perempuan masa kini sebuah pertanyaan tentang kontribusi apa yang bisa dilakukan untuk menjadi pahlawan bagi bangsa menjadi tantangan tersendiri bagi perempuan Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia yang dideklarasikan pada 17 Agustus 1945, tugas-tugas sejarah untuk mengisi dan melunasi janji kemerdekaan tentunya telah menanti di depan mata. Sedangkan kontribusi dengan berperang, dan mengangkat senjata menjadi tidak relevan lagi dengan kebutuhan jaman. Perempuan Indonesia dituntut untuk mampu memproyeksikan diri dan berkontribusi untuk menjadi pahlawan bagi bangsanya sendiri.
Pertanyaan tentang menjadi pahlawan bagi bangsanya sendiri bagi perempuan masa kini kemudian memunculkan kualifikasi tersendiri, seperti perempuan harus cerdas dan berkarakter. Dikutip dari sebuah akun instagram @perempuanmembaca, melalui sebuah fitur snapgramnya, ia meluncurkan pertanyaan tentang kontribusi perempuan masa kini untuk menjadi pahlawan bagi bangsanya sendiri. Seorang responden dengan akun bernama @gozi_afdoli memberikan jawaban, bahwa perempuan masa kini harus cerdas. Ia mengutip sebuah pepatah “jika kamu mendidik seorang pria, maka kamu mendidik satu orang. Sedangkan, jika kamu mendidik seorang perempuan maka sama halnya kamu mendidik satu generasi”, pepatah ini menjadi sebuah argumen dasar bahwa untuk menjadi pahlawan masa kini, perempuan harus cerdas karena ia memiliki peran penting untuk mencerdaskan anak-anaknya sebagai generasi penerus bangsa. Sedangkan, hasil penelitian di University of Washington juga menguatkan pendapat tersebut, dengan menyebutkan, bahwa perempuan (ibu) menurunkan gen kecerdasan lebih banyak karena ia memiliki dua kromosom X yang menentukan fungsi kognitif seorang anak. (https://science.idntimes.com )
Hal ini tentunya dapat dipertimbangkan sebagai cara untuk menjadi pahlawan perempuan di masa sekarang. Sesuai perannya dan tanpa mengesampingkan peran ayah, sebagai seorang ibu, perempuan memang memiliki peran domestik untuk mendidik anak-anaknya. Sedangkan, mendidiknya menjadi anak yang cerdas, merupakan tugas utama perempuan Indonesia yang ingin berkontribusi sebagai pahlawan masa kini. Anak-anak cerdas secara intelektual juga secara karakter akan menjadi generasi emas kebanggaan Indonesia yang siap mendedikasikan diri untuk Indonesia yang lebih baik. Dengan ilmu yang dimilikinya, mereka akan siap memimpin dengan cara terpuji di negaranya sendiri. Tentu saja, caranya tidak serta merta pasrah dengan tugas alamiah seorang perempuan untuk mengandung dan melahirkan. Untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang ibu, perempuan cerdas masa kini harus belajar dan berpendidikan. Pendidikan memang memiliki peran penting sebagai sebuah eskalasi yang tepat untuk membekali perempuan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang ibu. Bahkan, seorang artis cantik kebanggaan Indonesia pernah membuat sebuah quote yang kemudian menjadi viral di kalangan generasi millennial masa kini. Begini bunyi quotenya :
"Entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu. Ibu-ibu cerdas akan menghasilkan anak-anak cerdas."(Dian Sastro).
Pendapat ini kemudian ramai-ramai diamini generasi masa kini, bahwa apapun tujuan karir perempuan nantinya, mereka harus menjadi perempuan cerdas dengan keilmuan yang cukup mumpuni untuk medukung peran utamanya sebgai seorang ibu.
Berbicara tentang pendidikan, ia sendiri menjadi salah satu tujuan terbentuknya negara Indonesia dan telah termaktub jelas dalam pembukaan UUD 1945, yang disebutkan sebagai “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dengan program nawa cita yang diusung oleh presiden Jokowi dan wakil presiden Jusuf Kalla, tentunya mengenyam pendidikan bukan lagi barang yang mahal seperti masa penjajahan Belanda. Program Indonesia Pintar (PIP), yang menjadi poin nawa cita kelima memfasilitasi masyarakat Indonesia untuk mendapat pendidikan dengan cara yang mudah. Terkhusus untuk perempuan, diskriminasi untuk memperoleh pendidikan sama rata dengan kaum laki-laki sudah tak akan lagi kita temukan seperti masa-masa Kartini. Perempuan Indonesia bebas memilih untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya, baik dengan biaya sendiri atau beasiswa yang disediakan oleh pemerintah maupun dari luar negeri. Bahkan pada Persiapan Keberangkatan (PK) 104 tercatat ada lebih dari setengah (52,6%) perempuan penerima beasiswa paling prestisius dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan. (https://panjicandravasi.wordpress.com). Sepertinya negara benar-benar memahami bahwa perempuan Indonesia harus dididik dan dibekali untuk menyiapkan diri sebagai seorang ibu sejati dan memberikan pendidikan yang layak tanpa melakukan diskriminasi hak.
Tidak berhenti disitu saja, pendidikan juga menjadi modal utama bagi perempuan untuk berkontribusi di berbagai bidang lainnya, seperti tergabung pada komunitas pemerhati perempuan dan menjadi bagian dari pereda masalah yang didera sesamanya. Selain itu, perempuan bisa dengan senang hati menjadi inspirasi bagi sesama kaumnya di bidang-bidang yang menjadi wadahnya dalam berkarir tanpa melupakan tugas utamanya sebagai ibu dengan bekal pendidikan yang selalu dalam genggaman. Lalu siapkah kita, perempuan Indonesia, melanjutkan estafet tugas sejarah untuk melunasi janji kemerdaan dan menjadi perempuan yang siap mengabdi dan menjadi pahlawan masa kini? Meneladani kepahlawanan perempuan yang telah dulu memberikan kontribusi nyata untuk bangsa ini, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Sekali lagi, Selamat hari pahlawan!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.