“Kepintaranmu memainkan kata-kata manis namun provokatif telah berhasil memojokkan SBY sehingga ia tak mampu berbuat apa-apa. Apakah 10 tahun yang lalu telah benar-benar kalian lupakan? Sikap kalian yang tak menghargai jasa-jasa nya seolah-olah kalian terlahir pada dua tahun yang lalu”
Selamat datang di Indonesia, negeri yang katanya sekarang sudah sangat maju. Dimana masyarakatnya sudah mahir di luar kepala menggunakan alat-alat canggih seperti smartphone. Kemajuan tersebut sudah begitu pesat, sehingga merubah segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia, bahkan hingga merubah haluan hati nurani masyarakatnya. Kini masyarakat Indonesia sudah sangat pintar, kemampuannya dalam menggunakan social media sudah tak bisa lagi diremehkan, hati-hati dalam berkata-kata, karena salah sedikit saja mereka akan menyerangmu tanpa ampun. Hati-hati pula dengan mereka, salah sedikit saja dalam mengomentari suatu topik, maka mereka seketika akan berubah menjadi ikan piranha beracun yang siap menyerbumu hingga menyisakan tulang-belulang putihmu.
Selamat datang di Indonesia, negeri yang katanya sekarang masyarakatnya sudah sangat kritis. Entah dari mana datangnya sikap kritis tersebut, namun mereka hebat, tanpa banyak membaca mereka sudah pintar bermain kata-kata di social media untuk mencerca orang lain. Ia tak akan segan membanting siapapun hingga ke akar-akarnya jika ia tak menyukai orang lain. Bahkan sekelas mantan presiden pun. Mereka tak akan pandang dulu dalam mengkiritisi siapapun. Jangankan mahasiswa biasa, sekelas mantan presiden pun mampu dipojokkan olehnya.
Selamat datang di Indonesia, negeri yang dulunya dikatakan memiliki etika dan sopan santun yang sangat tinggi. Namun sayang, seiring waktu berlalu. Etika dan tata krama tersebut sudah ikut menjadi sejarah, seolah tak ada bekas, masyarakat Indonesia saat ini sudah mulai tak mengenal etika dan tata krama, tanpa pandang bulu, siapapun itu, jika ia merasa tak suka maka tanpa ampun akan ia gulingkan. Bahkan itu adalah mantan presiden. Baginya itu bukanlah siapa-siapa. Dengan sangat lihai, kata-kata yang ia mainkan mampu membuat sang mantan presiden mengembuskan nafas dalam-dalam.
Dan akhirnya, selamat datang di Indonesia, negeri yang katanya menghormati jasa pahlawan. Namun sayang, kini itu semua sudah menjada “Katanya”, hanyalah ilusi yang bersifat abstrak, itu dulu, zaman mungkin sudah terlalu cepat berubah, sehingga tak ada lagi kata-kata menghormati jasa para pahlawan, termasuk menghormati mantan presiden yang dulu pernah berjasa selama sepuluh tahun. Mereka tidak ingat, bahwa kebijakan-kebijakan yang telah mereka telan mentah-mentah adalah pemberian sang mantan presiden. Namun kearogansiannya telah membuat mata hati mereka menjadi buta. Mereka menjadi lupa, seolah-oleh hilang ingatan.
Untukmu kawanku tercinta di tanah air. Aku bukannya sok puitis atau sok tahu atau bahkan sok pintar. Aku hanya orang biasa yang tak luput dari dosa, bahkan mungkin disetiap langkah kaki dan dengusan nafasku terdapat dosa yang terselip, sehingga mungkin tak cocok bagiku untuk menyombongkan diri. Namun meskipun demikian, izinkan aku sebagai saudaramu untuk mengingatkanmu tentang arti dari menghargai dan sopan santun.
Kawanku, lupakah kalian dengan pelajaran pada masa SD dulu yang mengajari kita untuk menghargai orang lain? Atau materi tentang menghargai para pahlawan? Atau menghormati pemimpin? Mungkin kalian sudah dapat, namun mungkin lupa. Mari aku ingatkan. Dulu waktu kita mengenyam bangku SD, ketika ibu dan bapak budi selalu mewarnai telinga kita, ibu dan bapak guru senantiasa mengajarkan kita arti dari menghormati orang lain, mengharagai orang lain, dan arti dari etika dan sopan santun. Bapak dan ibu guru juga mengajarkan kepada kita tata krama dalam mengemukakan pendapat. Itu semua ada tata kramanya, ada aturannya.
Namun sayang, mungkin karena lupa. Sekarang kita sudah mulai lupa akan itu semua. Saat ini, mantan presiden SBY sudah mulai merasa tak nyaman dengan masyarakat yang dulu di pimpinnya. Dulu pada saat masanya, ia merasa menjadi orang yang sangat dicintai, hal itu terbukti dengan kemenangan telakknya pada putaran kedua. Namun sayang, saat ini seolah-olah ibarat bumerang panas, yang seolah-oleh kembali akan menghantamnya. Masyarakat indonesia seolah-olah tak sadar telah mulai melukainya secara perlahan-lahan.
SBY mulai di pojokkan. Generasi muda yang bergerak di beberapa media, dengan kepintaran memainkan kata-kata yang dimilikinya sudah mulai tanpa ampun menyerbunya, bahkan dengan tuduhan yang sangat keji. Media mulai mengusik ketenangan beliau, sehingga beliau menjadi resah. Apakah kalian pernah merasakan, dimana dalam satu kampung memojokkan kalian? Tidak pernah bukan? Atau dalam kelas? Mungkin yang ini pernah, sakit bukan? Tiada tara sakitnya dipojokkan atau bahkan difitnah. Namun itu tak sepadan dengan yang dirasakan oleh bapak SBY saat ini, satu negara bahkan seolah-olah menyerbunya. Sehingga ia sudah merasa tak berarti apa-apa di negeri ini. Padahal dulu, ia telah memberikan banyak arti kepada negeri ini. Ibarat rumah, ketika rumah itu sudah jadi, kau tempati dia. Kemudian ada orang lain yang datang untuk menghiasinya dengan aksesoris yang menarik yang tentunya menyejukkan mata. Namun sayang, kau hanya mengingat jasa sang tukang hias, sedangkan jasa tukang bangunan tak kau ingat sama sekali.
Masalah yang pelik itu berawal dari masalah mobil kepresidenan. Media seolah-oleh kesurupan memberitakan SBY telah meminjam mobil kepresidenan kemudian di campuri dengan bumbu-bumbu kalau sebenarnya SBY belum siap untuk lengser, sehingga ia menuntut ingin menggunakan fasilitas-fasilitas istana negara. Padahal faktanya, bukan ia yang meminta, namun negaralah yang ingin menebus jasa-jasanya. Namun sayang apa yang terjadi, pemuda yang saat ini katanya rajin membaca dan pintar-pintar itu, melalui aku media sosialnya masing-masing menyerbu beliau dengan komentar yang tak sedap dibaca bibir, ngilu rasanya. Tidakkah kalian baca dan pahami terelebih dahulu baru menghakimi orang lain? Apakah mental kalian setipis itu sehingga begitu cepatnya termakan oleh provokasi? Dimana yang katanya orang-orang Indonesia yang pintar itu? Ratusan bahkan ribuan komentar menuduh beliau sebagai orang yang haus akan kekuasaan. Dimana letak sopan santun mereka? Hingga akhirya SBY buka mulut, ia rupanya sudah sangat tertekan dengan segala tuduhan yang senantiasa mengarah kepadanya. Lagi dan lagi penjelasan beliau dianggap sebagai “Baper”… Astaga saudaraku, apakah hati kalian sudah benar-benar hitam sehingga tak bisa sedikit saja melihat hal positif dari kejadian ini?
Melihat dari guratan wajah dan kantung matanya saja hati ini sudah sangat paham artinya. Seharusnya kita secara tidak langsung dapat membacanya. Selama sepuluh tahun beliau mengorbankan segala hal yang dimilikinya untuk mengabdi kepada negeri ini. Ketika kita sendiri sedang tertidur lelap, siapa yang menjamin jika beliau juga sedang tertidur lelap di istanaya. Meskipun begitu lelah, beliau tak pernah menuntut apapun dari negeri ini. Namun sayang, bukannya cinta yang ia dapatkan dari negeri ini, namun nista yang malah ia dapatkan.
Saudaraku, aku tahu kalian orang hebat dan pintar. Namun apalah gunanya itu semua jika kita sendiri tak mampu menghargai orang lain, bukankah kalian juga ingin dihargai? Tidak bisakah kalian menyisakan sedikit ruang untuk berpikir positif kepada beliau?
Jasanya mungkin sudah tak dapat kita hitung, inilah saatnya kita sebagai generasi muda membalas kebaikannya yang selama sepuluh tahun ia berikan kepada kita semua, bukan malah sebaliknya. Menyerang beliau dengan pedang beracun yang sangat mematikan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.