Tuhan, maafkan aku…
Seperti saat sahur hari-hari sebelumnya, aku bangun terlambat. Setelah berlari menuju kamar mandi dan tergesa-gesa mencuci muka serta menyikat gigi, aku duduk di meja makan dengan muka yang sembab, pucat. Tinggal 10 menit lagi waktu yang tersisa sebelum Imsak, namun kesadaran masih belum sepenuhnya menghampiriku. Dan terulang lagi, di mana aku hanya mampu menghabiskan segelas susu dan 5 sendok nasi. Itupun dengan susah payah.
Selalu seperti itu suasana sahurku di Ramadhan tahun ini. Tergesa-gesa dan sama sekali tidak ada nafsu makan. Setelah sahur dengan porsi yang sangat mini itu, aku berwudhu lalu bergegas ke Masjid memenuhi panggilan-Nya. Aku merasakan kantuk yang luar biasa usai Shalat Subuh, dan selalu tertidur setelahnya, hingga jam menunjukkan pukul setengah 7 pagi. Akupun selalu berkejaran dengan waktu untuk sampai di kantor tepat pukul 8.00.
Tidur lagi? Waah… Mungkin aku terlihat santai kan, Tuhan? Aku menyia-nyiakan waktu selepas Shubuh yang sesungguhnya sangat berharga. Enak-enakan di bawah selimut sambil meneruskan khayalan kosong karena tak segera dirangkai dengan perbuatan. Puasa macam apa yang kujalani ini. Enak sekali.. Tapi Tuhan, aku letih, bahkan aku teramat sangat letih.
Aku yakin Kau sangat mengerti tentang diriku tanpa aku bercerita kepada-Mu. Ini semua bukan mauku Tuhan, sesungguhnya aku ingin menikmati fajar dengan bercerita banyak hal tentang mimpiku, cita-cita dan anganku. Namun apalah daya, di ujung fajar, aku selalu merasa letih. Aku tak berdaya melawan rasa letih dan kantuk yang menyerang diriku. Aku sudah berusaha mengumpulkan kekuatan, namun selalu gagal. Aku limbung dihajar rasa kantuk yang luar biasa ini.
Tuhan, selalu ingin kutanyakan padamu apakah salah yang kulakukan ini? Aku bekerja fulltime dari pagi hingga sore hari menjelang Maghrib. Lalu aku merebahkan diri untuk sejenak mengingatmu & bercengkrama dengan mereka-mereka yg kucinta hingga Isya’ dan tarawih tiba. Lalu pada pukul 9 malam kutenggelamkan lagi diriku pada pekerjaan part time untuk mengisi konten sebuah web. Dan pekerjaan itu memakan waktu mungkin hingga lewat tengah malam. Aku selalu tidur dengan kelelahan. Terbangun pula dengan kelelahan. Karena aku belum merasa cukup untuk tidur.
Tak hanya satu dua kali aku ingin menyerah, Tuhan. Bahkan rasa itu hampir ada setiap aku terbangun dari tidur. Namun seketika rasa itu hilang, ketika aku mengingat senyum tulus Ibu dan Ayahku bahkan ketika didera rasa lelah yang paling payah sekalipun. Aku mengenang senyuman itu terasa sangat manis bahkan ketika beliau diselimuti rasa yang paling menyakitkan. Bak secangkir kopi hitam tanpa gula, ingatan-ingatan pahit tersebut langsung menampar diriku sehingga aku bergegas untuk bangkit.
Tuhan maafkan aku jika aku salah dalam hal ini. Aku mungkin bisa dianggap mengabaikan-Mu. Tapi tuhan, aku hanya ingin melihat Ayah dan Ibuku berbahagia di hari raya nanti. Mengenakan pakaian baru, menyantap hidangan enak, sumringah menyambut kerabat yang datang berkunjung. Meskipun aku tahu makna hari raya bukan terletak pada itu semua. Namun aku ingin mereka berbahagia di usia yang semakin senja ini. Aku takut jika kami tak bisa bersama di hari raya berikutnya. Sedih rasanya tiap membayangkan hal itu.
Jadi kumohon Tuhan,
Ridhoilah langkahku, ampunkanlah dosaku. Bahagiakanlah Ayah dan Ibuku.
Aamiin…
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.