Indonesia yang majemuk mengajak aku untuk melihat keanekaragaman suku bangsanya, warna kulitnya, dan agamanya yang di rindukan akan selalu berdampingan dan sejahtera. Para pendahulu negara ini memiliki cita-cita yang luhur akan kemerdekaan bangsa dari penjajahan kolonialisme, dengan kata lain yaitu segala bentuk-bentuk penindasan.
Perjuangan suci atas dasar cita-cita kemerdekaan dari segala bentuk kolonialisme, dengan angkat senjata walaupun hanya sebatas bambu runcing. Dengan keterbatasan teknologi serta pengetahuan yang masih awam tidak menyurutkan semangat mereka, semua itu hanya untuk kesatuan dan kecintaannya, dengan rasa cinta itulah mereka memperjuangkan walau harus gugur di medan perang. Jong Java, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Sumatera dan lainnya adalah embrio awal kesatuan secara multikulturalisme tersebut, terkhusus ketika pemuda bersumpah pada 28 oktober 1928 di Batavia dalam moment sumpah pemuda.
Dan saat ini, perubahan yang dulu di jajah sekarang hidup dalam era globalisasi nan maju secara informasi dan teknologi, yang berkembang pesat pasca kemerdekaan Indonesia adalah berkat perjuangan mereka para orang tua kita dimasanya dulu.
Dan Provinsi Sumatera utara terletak di pulau yang paling kiri dari peta indonesia, jika mereka mengatakan Sumatera Utara adalah indentik batak saya katakan tidak, karena disini memiliki ragam suku dan agama yang sering dikumandangkan slogannya “negeri berbilang kaum”.
Tempat ini menyimpan banyak etnis dan suku, batak, melayu, jawa, india, tionghoa, bugis, dan lainnya. Dan ini hampir menyebar diseluruh daerah yang ada di sumatera utara tidak terkonsentrasi di satu daerah saja. Keindahan ini semakin terlihat ketika melihat patung “Dewi Kwan Im” berdiri megah nan cantik setinggi 30 meter yang termasuk tertinggi se-Asia Tenggara yang berada di tengah-tengah kota Pematangsiantar, dan merupakan salah satu maskot pengenal kota ini, ataupun masjid yang berdiri di tarutung sebagai kota rohani umat Kristiani, mungkin juga jika bergerak ke kabupaten Tapanuli tengah, yang disana ada suatu daerah yang bernama Sibuluan Masjid dan Gereja berdiri berdekatan dan begitu harmonis. Semua ini kian menyatu bukan dengan persaingan tetapi dengan pluralis yang menghidupkan sejalan dengan suku, budaya, agama yang mengkawinkan mereka sehingga melahirkan pluralisme tersebut.
Pematangsiantar salah satu kota yang ada di Sumatera Utara ini, telah dinobatkan sebagai kota yang paling toleran. Jika dikilas balik memang banyak perdebatan tentang penobatan tersebut, atas dasar apa? karena jika boleh jujur “aku juga masih bingung” dengan kota ini dikala masalah kulturalisme memang tidak berkembang ditempat ini, masalah jalannya demokrasi serta pemerintahan yang good governance nya juga tidak begitu banyak mucul dan diangkat serta kemudian obrak-barik oleh kaum muda di kota siantar untuk menyatakan keadilan dibawah konstitusi negara. Dalam hal merupakan dentingan keras terutama kepada kaum yang menyandang nama Maha, ialah mereka para Mahasiswa yang dikatakan sebagai kontrol-sosial. Karena diam tidak selamanya bentuk perlawan karena bisa jadi bentuk keapatisan dengan keadaan yang terjadi. Apakah mungkin mereka sedang melalukan nina bobok, yang mungkin sesaat lagi terjaga? Karena ancaman masalah multikulturalisme mungkin saja terjadi sesaat lagi, oleh karena itu unjung tombak paling depan adalah para pemuda, dimana kita ketahui bapak presiden kita yang tercinta telah mengeluarkan Peraturan Presiden No.49 Tahun 2016 tentang BODT yang merupakan upaya peningkatan industri parawisata Indonesia, yaitu danau toba yang melingkupi 7 kabupaten.
Kiranya ini bukan menjadi awal dari masalah kulturalisme yang menjadi api pemantiknya yang dapat menyalahkan dan mengkobarkan. Karena permasalahan ini sering muncul didaerah yang tingkat perbedaan pemilik modal dan rakyat kecil berada jauh sehingga isu yang membahayakan multikulturalisme akan segera dinyalakan untuk dapat mempermudah mereka para penguasa masuk dan meracuni sendi-sendi kesatuan dan kecintaan kita akan perdamaian dalam cinta kasih. Karena bilamana terjadi pelonjakan harga tanah disana akan meningkatkan juga permasalahan agraria, pembangunan yang diragukan kepentingannya umumnya juga akan meningkat, dan luka yang paling besarnya adalah masalah ekonomi yang tidak adil yang merupakan pemicu paling ampuh dapat merusak multikulturalisme tersebut, dan lebih dalam lagi jika sampai kepada tahapan pengaruh negatif pembangunan BODT kepada masyarakat sekitar. Mungkin edukasi yang mengajar bukan membodohi adalah biusnya dan obatnya paling ampuh tetapi realita yang telihat semakin susah ditemukan adalah keadilan pembangunan dengan perspektif kepentingan umum yang sejati bukan kepentingan umum perorangan.
Karena ketika Sumatera utara masuk dalam infeksi perusakan moral yang menyababkan krisis multikulturalisme itu terjadi, aku akan berbicara dengan lantang bahwasanya sumatera utara yang dulu tidak seperti ini, ingat dan lihatlah suasana yang dulu Masjid dan Gereja yang berdiri berdekatan dengan menawan di Tapanuli tengah, Masjid yang berdiri di pusat kota rohani Tarutung, patung Dewi Kwan Im yang masih tetap megah dan cantik di pusat kota Pematangsiantar yang ini merupakan bukti bahwa kita bukan Sumatera Utara yang dapat rusak hanya karena perbedaan, tetapi itulah miniatur gambaran kebhinekaan Indonesia yang dapat kita dilihat dari perspektif daerah di Sumatera utara, multikulturalisme bukan menjadi tantangan untuk daerah ini, tetapi adalah sebuah peluang baik untuk menjadi lebih maju secara pembangunan dan pendidikan, yang nantinya menjadi cermin yang tepat sebagai rujukan multikulturalisme yang harmonis secara berdampingan, dan virus baik yang disebar keseluruh penjuru negeri kita, ibu pertiwi tercinta NKRI yang besar dan berdaulat atas negaranya sendiri.
Sekarang pesan saya kepada para pejabat tinggi di negara ini yang memiliki kuasa untuk menetapkan dan mencabut, membangun dan meruntuhkan, karena kalianlah penguasa yang dikuasai terlepas dari siapa walaupun itu sampai kepada kepentingan, kiranya harapan kami kalianlah yang merawat kami dalam bingkai kebhinekaan dengan berpandangan kepada Panca Sila. “Jangan biarkan pabrik kepentingan-kepentingan apapun itu tumbuh ditengah-tengah kami yang dapat memberikan kepada kami polusi yang dapat mengancam dan merusak tatanan kemasyarakatan kami yang dulu hidup dalam harmonis dan luhur itu.”
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.