'Mengonsumsi' cemburu memang tidaklah semudah melumat buah-buahan kala kau kehausan. Kau harus menahan, kau harus menegar kala kabar tentang orang yang kau cintai memadu cerita dengan orang yang tak kau sukai. Tentu, dia yang membuatmu cemburu.
Cemburu, tentu saja sesuatu yang tak berwujud yang menguras pikiran, tenaga, bahkan semua pikiranmu. Kala rasa itu datang, hari-harimu tak lagi semenarik biasanya. Lalu, bad mood-lah yang menjadi teman.
Jangan ragukan hatimu, karena hari itu kata-katamu lah yang paling benar. Orang lain? Orang yang kau sukai? Orang yang kau cintai? Dialah benda yang akan menjadi pelampiasan kekecewaanmu .
Kala kau cemburu, lingkungan hanya benda mati yang menjadi masalah besar bagimu. Kau tak lagi mempedulikan seberapa kasarmu terhadap benda yang tak bermasalah. Hari-harimu yang lembut, kini hanya regangan yang mengukir urat-urat nadimu. Kekecewaan itulah yang kau rasakan.
Memang, cemburu dan kecewa adalah saudara sedarah yang keduanya sama-sama menguras hati. Tiada cemburu tanpa kecewa. Karena kecewa adalah rasa yang datang seiring dengan munculnya cemburu. Rasa yang datang karena hati tak lagi dihargai. Rasa yang datang karena kepercayaan yang sedang teringkari. Rasa yang datang karena prinsip yang tak lagi saling mengikat.
Sesekali, bisa saja kau menghilangkan kecemburuan dengan memadatkan semua jadwal. Bercengkrama dengan teman, mengisi detak waktu dengan segenap rutinitas. Tapi alhasil, ketika sendirian kembali menyelimuti, rasa cemburu akan kembali menghagat sehangat-hangatnya.
Kadang kala kau sering mengartikan cemburu sebagai tanda tak cinta? Benarkah?
Lalu kau pendam rapat-rapat semua kekecewaanmu hingga dirimulah yang paling mengerti akan rasamu.
Ah, sepertinya kau harus menarik perkataanmu tentang itu. Dengan mencemburui, berarti ada ketakutan yang bersemayam. Ya, takut akan kehilangan, takut akan rasa yang tiba-tiba saja berubah, bahkan takut ketika kau tiba-tiba saja menghilangkan jejak dari pandangan, bukan dari hati. Karena selagi kau masih hidup, tentu hati tak akan melupa. Hati dan otak tentu akan bekerjasama mengungkit memori yang telah berlalu, bahkan yang telah usang sekalipun. Itu tak terlepas dari yang tersayang. Meski pada akhirnya, kecemburuanmu sendiri yang menyiksa batinmu.
Lalu apa dan siapa yang bisa mengobati kecemburuan? Orang lain kah?
Bukan. Hanya dia yang membuat cemburulah yang mampu mengobati penyakit tanpa gejala itu. Sesekali, mungkin benci, kesal, kecewa bercampur aduk dalam benak. Kau melimpahkan kemarahan kepadanya. Kau mengeluarkan unek-unek sejadi-jadinya. Tapi sadarlah, orang yang benar-benar mencintaimu tak akan kembali mengataimu, atau pun membalas ocehanmu! Melainkan mencari cara mengembalikan rasa yang tanpa sadar membuatmu cemburu.
Yang perlu kau pegang:
Berpandailah mengendalikan rasa, karena cemburu memanglah tak semanis madu; akan tapi lebih pahit dari empedu; yang mungkin tiba-tiba saja tersingkir karena rasanya.
Jadi saling menjagalah! Bebaskan diri dari cemburu yang membuat sesak.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Thank ya…Q kbntu