Balada Mudik Perantau di Jakarta: yang Mudik 10 Orang, yang Balik ke Jakarta Jadi 17 Orang

Balada perantau di ibukota


Mudik, pulang kampung saat lebaran sudah merupakan kebutuhan bagi orang-orang. Berlebaran di kampung bersama keluarga, mempererat tali persaudaraan, silaturahmi. 


Khususnya orang Jakarta, mudik juga sebagai waktu yang sangat baik untuk melepas penat dari kesibukan, kemacetan.


Namun, bisa saja di kampung terjadi hal seperti ini, 'mas, di Jakarta enak ya? bisa cepat kaya ya? Ajak aku juga mas ke Jakarta?', Lalu karena merasa keluarga, maka adik tadi dibawa juga ke Jakarta setelah lebaran. Jika satu kampung, satu desa, satu Provinsi melakukan hal seperti itu, tidak terbayangkan Jakarta akan jadi penuh seperti apa?


Memang, hak semua orang untuk bisa datang ke Jakarta, mencari rezeki, dan mengadu nasib di Jakarta? Namun, jika hampir kebanyakan saudara mengajak 1 hingga 4 saudaranya yang belum memiliki keterampilan mumpuni untuk ke Jakarta, hal tersebut akan membuat sengsara orang tersebut, dan menambah kapasitas Jakarta atau bahasa sederhananya, cuma 'menuh-menuhin Jakarta'. Bayangkan saja, jika yang mudik dari Jakarta 10 orang, pulang ke Jakarta, bisa pemudik itu menjadi 17 orang'. (Angka tersebut hanya kiasan).

Berdasarkan data dari Beritasatu, bahwa "Pertambahan pendatang baru tertinggi terjadi pada 2015, mencapai 70.000 orang. Sedangkan tahun 2014, jumlah pendatang baru mencapai 60.000 orang. Jumlah tersebut, merupakan pendatang baru yang datang pascalebaran. Namun bila ditambah pendatang baru yang datang di luar pascalebaran, maka bisa mencapai 100.000 orang setiap tahunnya. "Ada kenaikan dan rata-rata yang masuk ke Jakarta adalah unskilled labor. Artinya sektor informal akan terus berkembang dengan pendatang baru tersebut. Ini perlu kota antisipasi karena fokus kita adalah penduduk. Maka perlu didata secara baik," jelas Djarot"

Pemerintah Daerah DKI Jakarta tentu sudah menyiapkan langkah saat arus balik tiba untuk mengantisipasi masalah kependudukan tersebut. Namun, yang paling utama adalah kesadaran dari pemudik/saudara yang membawa saudaranya untuk bekerja ke Jakarta.

Jika memang ingin membawa saudara, kerabat dari kampung untuk ke Jakarta, hendaknya diperhatikan beberapa hal berikut ini:  


  1. Saudara itu punya keterampilan apa? Jika tidak punya keterampilan apa-pun sebaiknya belajar dahulu di kampung;

  2. Saudara itu sudah menempuh pendidikan dan memiliki ijasah sekolah? Jika belum, sebaiknya bersekolah yang baik dan benar dulu di kampung;

  3. Jika saudara itu ingin alasan belajar/sekolah di Jakarta tentu harus diperhatikan, yang membawa tersebut sudah siapkah untuk memberi tempat tinggal?;

  4. Pembawa sudah siapkah memberi tumpangan tinggal, makan bagi saudara tersebut? Jika pembawa juga dalam ekonomi yang pas-pas-an, sebaiknya jangan membawa orang/kerabat;

  5. Apakah pembawa dapat memastikan bahwa saudara tersebut sudah memiliki data kependudukan seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) asal? Jika belum, sebaiknya saudara tersebut membuat KTP, dan begitu tiba di Jakarta, pembawa tersebut sebaiknya menambahkan saudara tersebut dalam KK (Kartu Keluarga).

Jadi, jika belum siap untuk berkarya di Jakarta, sebaiknya di daerah masing-masing terlebih dahulu, hal tersebut juga diucapkan oleh Pak Djarot, Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta dalam Kompas: 


"Jika tidak memiliki keterampilan, Djarot mengimbau sebaiknya warga tetap tinggal di daerahnya masing-masing. Sebab, hal tersebut akan memperbanyak jumlah pengangguran"


Selamat bermudik, hati-hati di jalan. Keluarga menanti kamu di kampung, dan bos menanti anda di kantor.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini