Ekstremisme dipahami sebagai penolakan terhadap perbedaan cara berpikir yang membuat sekelompok orang menjadi sangat superior serta mengajak orang lain untuk masuk ke dalam kelompok tersebut melalui cara apapun termasuk kekerasan. Di Indonesia sendiri, ekstremisme menjadi buah bibir sejak terjadinya beberapa kasus terorisme melalui bom di Bali pada tahun 2002 dan tahun 2005 oleh seseorang yang berlatar belakang agama mayoritas.
Hal ini yang kemudian menjadi sebuah perhatian ketika beberapa tahun setelahnya pemberitaan mengenai kelompok-kelompok radikalisme dari Negara luarpun menjadi sebuah titik dalang atas kasus-kasus terorisme tidak hanya di Indonesia tapi juga di beberapa Negara lainnya.
Balutan ‘halus’ berupa ajaran agama melatarbelakangi kasus-kasus ekstremisme yang terjadi di Indonesia di latar belakangi dengan balutan ‘halus’ berupa ajaran agama. Sila pertama pada dasar negara Indonesia a yang berisi tentang ketuhanan dimanfaatkan oleh sebagian kelompok untuk memperkuat kekuasaannya. Mereka mengemas pemahaman tentang ketuhanan sedemikian rupa agar bisa mengambil hati masyarakat khususnya para remaja yang sedang memasuki tahap pencapaian aktualisasi diri.
Beberapa kelompok ekstremisme ini memasuki ranah-ranah remaja untuk menjadikan remaja sebagai penerus demi keberlangsungan hidup kelompok tersebut.. Mereka masuk melalui instansi formal seperti sekolah umum maupunsekolah agama dengan memberikan informasi kepada para remaja tentang cara menuju ‘jalan kebenaran’. Informasi yang disampaikanpun bisa melalui dari kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi. Kegiatan tersebut menjadi titik sasaran bagi kelompok tertentu untuk menularkan ideologinya.
Mereka yakin bahwa segala informasi yang diberikan oleh guru agamanya akan lebih mudah diterima para remaja, karena informasi yang diberikan oleh guru agamanya merupakan satu-satunya informasi yang benar. Segala penanaman nilai agama yang mengarah pada ketaatan dan dosa seorang hamba kepada Tuhan nya menjadi sebuah dorongan yang paling besar bagi remaja itu untuk mengikuti sebuah ajaranyang belum tentu ajaran sebenarnya.
Hakikatnya agama merupakan ranah pribadi seseorang. Keyakinan spiritual mengenai apa yang harus dikerjakan, yang harus dijauhi,meupun segala bentuk pedoman dalam beragama sudah ditetapkan dalam lipatan kertas yang disebut dengan Kitab. Berbeda agama, maka berbeda pula kitab pedomannya. Indonesia sebagai negara beragam suku, bangsa dan agama memiliki potensi sangat rentan terhadap perpecahan yang disebabkan oleh isu intoleransi khususnya dalam bidang keagamaan.
Kitab dari beberapa agama tertentu bukanlah asli berbahasa Indonesia sehingga dalam menerjemahkannya sering kali menjadi sebuah kekeliruan. lmu agama yang sebenarnya begitu luas seharusnya menjadi ilmu yang fleksibel disesuaikan dengan kondisi zaman yang terjadi saat ini.
Agama bukanlah suatu hal yang menyeramkan, menyesatkan dan menyakitkan, melainkan membawa ketentraman, kedamaian, keindahan dan persaudaraan. Remaja Indonesia memiliki peran yang pentingdalam perubahan yang lebih baik. Remaja merupakan sekelompok orang yang memiliki kekuatan jika bersatu. Agama yang benar dapat diyakini oleh seorang remaja dan menjadikan remaja siap untuk menjalani hidup di hari esok.
Agama yang benar juga mengajarkan seorang agar menjadi pemimpin teladan dan memiliki hati kemanusian. Sebagaimana yang dicontohkan pada setiap utusan dari masing-masing agama bahwa tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan dan keburukan. Semua tergantung bagaimana kita sebagai hamba-Nya menjalani kehidupan bersama-sama dengan umat lainnya
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”