Jika ada orang Islam dan memiliki basis pengetahuan agama yang luas, tiba-tiba mengatakan "Kitab suci adalah fiksi", maka hampir pasti yang dimaksud olehnya adalah kitab suci Al Qur'an.
Kecuali dia memberikan keterangan khusus bahwa yang dimaksud adalah kitab a, b, c hingga kitab z, selain kitab suci Al Qur'an. Tentu saja, kita akan membantah bahwa Al Qur'an adalah kitab fiksi. Apa dan bagaimana basis argumennya?
1. Jika yang dihadapi adalah sesama orang Islam, maka argumennya jadi sangat mudah. Karena Al Qur'an berasal dari Allah, Dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Benar. Al Qur'an isinya dijamin benar, tidak ada keraguan sedikitpun didalamnya.
Pahamilah sekali lagi, bahwa yang meragukan saja tidak ada, apalagi yang salah atau keliru. Juga adanya janji Allah untuk menjaga kemurnian Al Qur'an hingga hari kiamat.
2. Bagaimana dengan kisah-kisah Al Qur'an? Tetap kita akan membantah bahwa kisah-kisah al Qur'an adalah fiksi. Terlepas dari adanya pendefinisian khusus (fiksi dan fiktif). Kisah-kisah dalam Al Qur'an bisa kita kategorikan dalam beberapa klasifikasi, diantaranya :
(a) Kisah yang terjadi dimasa lampau. Sebagian dari kisah ini termaktub dalam kitab-kitab samawi sebelumnya, kisah-kisah israiliyat dan juga ada bukti arkeologis sebagai pendukungnya. Misalnya kisah tentang banjir besar, kisah tentang tenggelamnya Fir'aun, kisah tentang ashabul kahfi dll.
Jika ada perbedaan sifat dan bentuk cerita, maka yang menjadi ukuran kebenaran adalah yang termaktub dalam Al Qur'an.
(b) Kisah yang terjadi dimasa lalu dan disaksikan sendiri oleh bangsa Arab. Misalnya kisah tentang penyerangan tentara bergajah. Tentu saja tidak ada penyangkalan sedikitpun dari kaum Quraisy saat turun surat Al Fiil, karena mereka memang mengalami peristiwa itu.
(c) Kisah yang menceritakan kejadian yang dialami. Misalnya kisah-kisah tentang Abu Labah, Perang Badar, Perang Uhud, Isra' Mi'raj, Hijrah, Bai'atur Ridwan, Haditsul Ifki, dll.
Ayat-ayatnya turun setelah peristiwanya terjadi. Sebagai bentuk pelajaran dan pengajaran bagi orang beriman. Para shahabat tidak mungkin mengingkari ayat itu, karena mereka mengalaminya sendiri.
(d) Kisah yang menceritakan kejadian di masa depan (prediktif) tapi jangka waktunya pendek. Misalnya, kisah tentang kemenangan bangsa Romawi atas Persia. Padahal saat ayat itu turun, situasinya adalah Persia berhasil mengalahkan romawi.
Berselang sekian waktu, ayat tersebut menjadi kenyataan dimana para shahabat turut mengetahuinya. Peristiwanya berlangsung berbarengan dengan Perang Badar.
(e) Kisah yang menceritakan kejadian di masa depan, tapi jangka waktunya panjang. Seperti kisah kejadian hari kiamat, surga, neraka, dll. Ini perkara yang ghaib, tapi tidak bersifat mutlak.
Karena pada saatnya kelak, hal ini tidak lagi ghaib, yakni setelah kita melihat dan masuk di dalamnya. Itulah pendapat dari pakar tafsir Prof Quraisy Shihab. Ghaib yang bersifat mutlak adalah Allah.
3. Bagaimana dengan pemikiran yang "Al Qur'an adalah makhluk"? Pemikiran itu dikembangkan oleh kaum Muktazilah. Premisnya begini : hanya Allah yang bersifat qidam. Jika ada zat lain yang disifati qidam, berarti posisinya menyamai Allah.
Karena itu, Al Qur'an wajibnya bersifat huduts. Karena sifatnya huduts, berarti Al Qur'an adalah makhluk. Kalangan ahlus sunnah menolak premis kaum muktazilah dan tidak mau terjebak dalam dialektika yang dikembangkan oleh mereka. Ahlus sunnah mengimani bahwa "Al Qur'an adalah kalamullah", titik.
4. Selain kisah-kisah (yang sering menjadi sasaraan tembak sebagai fiksi), Al Qur'an juga memuat serangkaian hukum-hukum yang dilaksanakan sebagai hukum positif (ibadah, muamalah dll) yang berlaku dan mengikat bagi umatnya di dunia. Hal ini tidak mungkin terjadi untuk sesuatu yang bersifat fiksi.
Inilah serangkaian argumen untuk menjelaskan bahwa Al Qur'an bukanlah kitab suci fiksi. Semoga bermanfaat.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”