Sejuta Kenangan Masa Lalu yang Menjadikannya Merah Jambu

Narasi kali ini tentang dia yang sampai akhir pun tak akan ku sebut namanya. Kisah ini tentang masa remaja juga segala hal yang membuatnya layak untuk diingat, entah tentang matanya, bahu kurusnya, atau wangi serta sedikit senyum malu-malunya. Aku ingin membuatnya permanen di tulisan ini karena ku tau segala fosil tentang dia di ingatan mungkin akan berlalu dan ditelan waktu.

Advertisement

Segalanya dimulai dari sekolah. Bangunan bercat putih gading dan cokelat itu menjadi tempat pertemuan kami, tempat aku mengetahui namanya dan merekam ciri dirinya. Kami tak saling menyapa, tak pernah saling panggil nama, aku tak ragu saat mengatakan hadirku tak semenarik rubik miliknya. Yang membuat kisah ini janggal adalah tak butuh sekian waktu untuk menyadari bahwa ia berarti di pikiranku. Ia menyita utuh atensiku entah bagaimana caranya. Setauku ia tak memiliki sihir atau guna-guna, ia hanya remaja biasa sepertiku dengan bobot tas yang berat karena harus memanggul buku, ia banyak bicara dan sedikit urakan, pernah terlambat datang ke sekolah dan memiliki senyum malu-malu yang menggemaskan.

Banyak hal yang kusukai darinya, akan ku jabarkan perlahan karena aku tak mau salah tulis. Kenangan ini sudah sangat lama berlalu, salahku memang karena tak ku catat sejak dulu. Memperhatikannya diam-diam adalah kesukaanku. Aku suka melihatnya berlari seakan-akan ia menunggangi rajawali dan terbang sebebas sang pemimpi padahal ia hanya remaja belasan tahun yang berlari mengejar bola. Tubuh kurusnya lincah tak terhalangi, ia selalu bahagia saat jam pelajaran olahraga. Segala teriakannya membuatku tersenyum sendiri, terkadang ia mengumpat, terkadang ia memerintah teman sepermainannya, dan yang paling ku suka adalah sorakan kemenangannya.

Ia memiliki wajah galak dengan rahang tegas dan suka mengomel, hahaha ya ia suka mengomel. Kebanyakan omelannya tentang peraturan sekolah yang harus dituruti sisanya aku tak ingat lagi. Ia pembangkang yang pemberani bukan termasuk preman sekolah yang terkenal hanya murid biasa yang sering sulit diatur, dasi yang tak pada tempatnya, seragam yang dibiarkan tak rapi dan rambut yang hampir menutupi dahi. Ia si pemalas yang pintar, ia benci segala materi yang berhubungan dengan otak kanan dan menguasai hampir keseluruhan pelajaran dengan kemampuan otak kiri, sangat berkebalikan denganku.

Advertisement

Kami tak banyak berinteraksi hanya sekali dua kali dan itu berefek pada kemampuanku menguasai diri. Dulu aku pernah salah tingkah hanya karena ia berdiri di belakangku, saat itu aku benar-benar seperti remaja di novel roman picisan. Segala bahasa tubuhku tak bisa ku kuasai lebih tepatnya seperti cacing kepanasan, memalukan. Itu sebabnya aku tak suka hadirnya di dekat diriku, keberadaannya berpotensi mengacaukan bahasa tubuhku. Aku lebih suka menatapnya dari kejauhan, lebih aman bagi kerja otakku.

Terakhir tentang senyum menggemaskan miliknya. Lorong sekolah menjadi saksi betapa bahagianya aku di kala itu, bagaimana tidak? Bertahun-tahun kami hampir tak pernah berinteraksi kalaupun itu terjadi hanya sekali dua kali dan tak pernah menyentuh hitungan menit hanya sekian detik, tapi di kala itu pelajaran favoritnya mendekatkan kami bermenit-menit lamanya, hanya kami berdua.

Advertisement

Ia dengan segala kemampuan mengolah angkanya juga dasi yang jauh dari kata rapi kembali membuatku tak berkutik, ia berjalan mendekat kearahku, menjelaskan dengan tenang dan perlahan namun fokusku jauh dari itu, aku buyar karena keberadaannya, wangi parfum miliknya menguasai sekelilingku. Aku tak fokus sejak awal itulah sebabnya saat ia bertanya apakah aku sudah memahami penjelasannya atau tidak, aku hanya diam terpaku menatapnya.

Mungkin ia menyadari bahwa aku terpesona atau yang lebih buruk, ia sadar sejak awal aku tak memperhatikan tulisannya, benar-benar malu aku saat itu. Namun, anehnya ia hanya tersenyum, senyum menggemaskan miliknya yang menjadi kesukaanku bertahun-tahun lalu, yang menjadikan masa remajaku merah jambu dan sebelum ia benar-benar berlalu aku memanggil namanya untuk pertama kali setelah sekian tahun hanya untuk mengucapkan terima kasih.  

Kadang aku bingung kenapa dulu aku menyukainya, aku bertanya pada diriku sendiri apa alasannya hingga rasa itu hadir dan tumbuh bertahun-tahun lamanya padahal ia tak melakukan apa-apa, ia hanya duduk lalu berdiri, tersenyum dan belajar layaknya siswa remaja pada umumnya. Bertahun-tahun ia menjadi kesukaanku dan kehadirannya memiliki arti sendiri bagi senyumku.

Sekarang ia entah dimana, aku tak tau dan tak mencari tau, bertahun-tahun telah berlalu dan kami bukan remaja belasan tahun lagi. Akupun menyadari rasa itu telah lama berhenti. Tulisan ini hanya hal iseng sekian menit yang ku rasa sayang jika diakhiri sebagai kenangan di sudut memori, seperti yang kutulis sejak awal aku ingin membuatnya permanen karena ia pernah berarti.

Sekian kisah tentang dia yang membuat masa remaja ku merah jambu. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Live Well