Yang Katanya Tidak Berbahaya, Ternyata Kadaluwarsa

Betul sekali, tragedi paling mematikan sepanjang sejarah sepak bola dunia ini sudah mau dua minggu ! Entah bagaimana perasaan keluarga para korban sampai saat ini, anggota keluarga mereka meninggal hanya karena terjabak, sesak, dan kehabisan oksigen gara-gara orang berseragam yang menembakkan gas air mata dengan alasan untuk meredam keributan para suporter yang turun ke lapangan. Padahal FIFA sudah melarang penggunaan gas air mata tersebut.

Advertisement


         Ada yang belum tahu apa Tragedi yang terjadi? Atau mungkin kalian sudah melupakannya?


Tragedi Stadion Kanjuruhan adalah kerusuhan saling injak yang di alami oleh para supporter di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang pada tanggal 1 Oktober 2022. Kerusuhan ini merupakan bagian dari rivalitas local Derbi Super Jawa Timur yang mempertemukan Arema FC dengan Persebaya Surabaya, dengan skor akhir 2-3 dimana Arema FC kalah di kandang sendiri.

            Najwa Shihab berkata pada laman Youtubenya Tidak ada sepak bola seharga nyawa. Tragedi yang menewaskan seratus nyawa lebih di Kanjuruhan adalah puncak tradisi buruk penyelenggaraan sepak bola di Indonesia. Di tengah duka dan solidaritas, kita kudu memastikanperistiwa ini diusut sampai tuntas. Siapa yang harus bertanggung jawab, sanksi apayang diberlakukan, dan apa yang harus di benahi di depan. 

Advertisement


            Siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab dalam tragedi ini?


            Sebenarnya Tragedi Kanjuruhan masih belum menemukan titik temu. Fakta yang diungkap TGIPF (Tim Gabungan Independen Pencari Fakta Tragedi) bukan fakta baru, apalagi yang dibahas masalah kelayakan stadionnya. Sedangkan Kronologis mengenai bagaimana gate 13 tiba-tiba dikunci saat massa berdesakan masih terasa janggal. Semua orang ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, apa ada dalang dibalik semua ini atau memang hanya kejadian murni bukan di buat-buat.

Advertisement

Choirul Anam dari Komnas Hak Asasi Manusia yang pertama kali menyatakan kecurigaan itu, beliau mendapat informasi kalau gas air mata yang digunakan  di Stadion Kanjuruhan pada saat itu diproduksi tahun 2016 yang seharusnya kadaluwarsa tahun 2019 lalu.

            Sampai-sampai di periksa oleh tim gabungan bentukan Jokowi, dan mendapat sesuatu lagi yaitu gas air mata yang dipakai disana beda. Awalnya korban tidak merasakan apa-apa, tapi setelah dua hari mata mereka langsung menghitam dan memerah. Nah, itu juga yang memperkuat bahwa gas air mata itu sudah kadaluwarsa.

Penggunaan gas air mata kadaluwarsa ini bukan pertama kali yang dilakukan polisi. Sebelumnya pada September 2019 saat unjuk rasa mahasiswa atas penolakan RUU KPK di Gedung DPR/MPR, polisi juga menggunakan gas air mata. Awalnya polisi sempat membantah penggunaan gas air mata yang telah kadaluwarsa, namun pernyataan itu telah diralat.

            Selasa (12/10/2022) kabar terbaru dari Polri, mereka mengakui bahwa gas air mata yang ditembakkan kadaluwarsa. Hal ini di konfirmasi langsung oleh Kadif Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo dalam Konferensi Pers hari Senin, 10 Oktober 2022. Menyedihkan ketika mendengar kabar itu, ditambah lagi mereka masih mencari pembelaan. Sangat tragis! sudah terkonfirmasi jumlah korban meninggal dunia menjadi 132 orang.

            Dalam hal ini, Polri mengklaim bahwa gas air mata yang kadaluwarsa itu tidak berbahaya dan tidak menyebabkan kematian. Walaupun penggunaan gas air mata memang efektif untuk membubarkan aksi massa yang membludak. Namun, penggunaannya tetap berpengaruh pada kesehatan. Kadaluwarsa atau tidak, gas air mata tetap menimbulkan dampak buruk bagi tubuh.

            Gas air mata dapat mengiritasi selaput lendir pada mata, hidung, mulut, dan paru-paru. Efek gas air mata biasanya akan bereaksi dalam 30 detik setelah terpapar. Gejala pertama yang akan dirasakan adalah mata perih disertai keluarnya air mata. Selain itu juga akan menyebabkan sesak napas, nyeri dada, iritasi kulit, serta produksi air liur berlebih.Gas air mata yang telah kadaluwarsa dapat terurai menjadi gas sianida, fosgen, dan nitrogen. Senyawa ini membuat gas air mata lebih berbahaya.

Penggunaan gas air mata kadaluwarsa ini bukan pertama kali yang dilakukan polisi. Sebelumnya pada September 2019 saat unjuk rasa mahasiswa atas penolakan RUU KPK di Gedung DPR/MPR, polisi juga menggunakan gas air mata.

Sudah seharusnya ada investigasi khusus terhadap aparat bertugas di lapangan yang menggunakan gas air mata kadaluwarsa dan bertanggung jawab secara etik. Anggota kepolisian di tingkat yang lebih tinggi juga harus terbuka kepada masyarakat untuk dimintai pertanggung jawaban karena bisa saja semua tindakan yang menyebabkan hilangnya ratusan nyawa tersebut terjadi atas perintah atasan.

Masyarakat semakin berpikir negatif bahwa memang benar tragedi ini sudah direncanakan. Ini adalah duka kita semua, jika kita berdiam diri besok akan terjadi ke yang lainnya juga. Tragedi ini harus di usut sampai tuntas, harus ada yang bertanggung jawab dan jangan ada penyangkalan lagi.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis