Nasib Petani Kopi di Negeri Sendiri
Di balik rumah tak mewah, bersandar bahu lemah
Terdengar hembusan nafas tercekat
Sang Tuan kembali mengusap matanya yang telah basah
Entah sudah keberapa kalinya
Andai saja deras air mata Sang Tuan dapat menggantikan derasnya panen bijian kopi
Namun, mustahil
Gagal atau berhasil, tetap saja akan Sang Tuan akan berkabung
Teringat yang dulu berkarung, kini tinggal tempurung
Membuat Sang Tuan kian murung
Sebab butiran kopi tidak memberi untung
Sudah buntung, tidak pula didukung
'Mereka' bilang kopi seberang selalu menang
Lantas dengan omong kosongnya menginjak,
Buat apa harus bersusah untuk hasil yang payah?
Terlihat bukan, meski di negeri sendiri jeritan petani tak pernah dihargai
Permintaan Dalam Petang
Bila saja cangkul tak terlanjur berkarat
Bakul tidak termakan oleh rayap
Sang Tuan tidak akan memikul beban berat
Namun, kenyataan membuat cemas
Sang Tuan tidak lagi berkuasa dalam replika kehidupan
Hilang sudah coretan yang dahulu ia lukiskan
Dalam bingkai indah yang terangkai
Gugusan pulau hijau makmur
Biji kopi jatuh melumbung
Berkah yang terkumpul berkarung
Sudah, kini hidup Sang Tuan tak tertanggung
Kopi yang menghidupinya telah mati
Entah, esok kan menggerus apa
Hanya satu pintanya pada Tuhan,
Beri kami biji kopi tuk dapat berdiri di negeri sendiri
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”