Pada suatu hari, saya mendapatkan kabar dari sahabat saya, bahwa orangtuanya meninggal dunia, terasa tidak percaya juga sih, sebab minggu sebelumnya saya masih mengobrol dengan beliau, ngobrol ngalor ngidul dengan berbagai tema pembahasan, dari pembahasan kehidupan sampai hanya sekedar ngobrol ringan.
Untuk mempercepat perjalanan, saya menggunakan kendaraan pribadi, dan berhubung jarak antara rumah saya dan teman saya cukup jauh, untuk mengantisipasi supaya tidak kehabisan bahan bakar, saya mampir ke SPBU untuk mengisi bahan bakar.
Antrian cukup panjang, dan akhirnya giliran saya. Setelah selesai mengisi bahan bakar, saya melanjutkan perjalanan kembali, di mana tidak seberapa jauh dari SPBU tempat saya mengisi bahan bakar terdapat perempatan dengan lampu kuning yang menyala, lalu saya berhenti karena lampu kuning sudah berganti merah disaat saya mendekatai garis pembatas. Sebelum saya berhenti, saya melihat ada sepeda motor di samping saya, sepasang suami istri dan satu orang anak di dalam satu sepeda motor.
Di saat saya berhenti, sang suami yang berada di depan untuk menyetir sepeda motor tersebut melaju saja tanpa peduli lampu merah, dan sang istripun melambaikan tangannya untuk memberi tanda bahwa mereka akan berjalan terus. Berhubung lampu hijau dari arah lain sudah menyala, kendaraan lainpun melaju dengan kencang, dan akhirnya kecelakaan tak terhindarkan. Tangis sang anak, sang suami tergeletak, tadinya yang ada rasa marah karena mereka menerobos lampu merah berubah menjadi kasihan dan sedih.
Langsung saya jadi teringat dengan wanitaku kekasihku di negeri tetangga, jika kami sedang mengendarai kendaraan, dia selalu mengingatkanku di saat saya ngebut, di saat saya kurang hati-hati, bukan mendukung saya untuk ngebut dan lain-lain, begitu juga di saat saya melakukan suatu hal yang berkaitan dengan keputusan untuk memilih atau merencanakan sesuatu. Kami selalu beradu argumen untuk mencari yang terbaik di dalam mengambil keputusan dan perencanaan akan sesuatu. Jadi kangen dengannya, hehe…
Dari situ langsung terbesit di dalam benak saya, sebenarnya anggapan laki-laki sebagai imam wanita dalam kehidupan ini tidak sepenuhnya benar. Jika sebagai imam saat ibadah sih iya, karena kebanyakan agama yang dijadikan pemimpin umat itu laki-laki, mungkin itu kalo dilihat dari sejarahnya, bisa jadi alias mungkin dikarenakan pada saat awal penyebaran agama begitu banyak resiko, sehingga kecenderungan lelaki yang memimpin dan akhirnya menjadi suatu tradisi dan dimasukan ke dalam ajaran secara tidak langsung, mungkin lho. Kan itu zaman dulu zaman yang masih mengandalkan ingatan manusia untuk menerima pembelajaran, jadi siapa yang tau, hehe.
Intinya, wanita itu tidak lebih buruk dari lelaki, yang harus ada yang menuntun. Wanita bisa lebih baik dari lelaki, jadi wanita itu dibutuhkan di sisi lelaki untuk mendampingi bukan untuk mengekor di belakang suami. Di mana pendamping selalu mengingatkan di saat lelaki mengambil jalan yang salah, yah intinya bahu membahu menjalani hidup, bekerja sama dan lain-lain, jadi inget kata-kata ”ada wanita yang hebat di belakang, eh di samping lelaki yang hebat”. Hehe..
Intinya lelaki dan wanita memiliki posisi yang sama, walaupun dalam segi fisik, wanita harus dilindungi, tetapi bukan berarti wanita itu lemah.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.