Kita nggak bisa terus-terusan berpikir positif. Sebab yang paling utama adalah karena otak memang diciptakan untuk “mencari” masalah. Tidak, saya tidak sedang mengada-ada. Sebuah riset oleh Allison Ledgerwood, seorang profesor psikologi dari UC Davis (Univeristas California) membuat sebuah riset menarik.
Dua kelompok pasien diberikan eksperimen mengenai metode operasi terbaru . Kelompok pasien pertama diberitahu bahwa presentase keberhasilan operasi adalah 70%, sedangkan kelompok pasien kedua diberitahu bahwa presentase kegagalan operasi adalah 30%. Nyatanya, intervensi yang diberikan pada kedua kelompok itu sebenarnya sama saja.
Ledgerwood kemudian menjelaskan bahwa otak kita memang didesain untuk berpikir negatif. Ketika leluhur kita dahulu hidup di alam bebas, mereka cenderung waspada dan menaruh curiga akan banyak hal. Kegelapan, hutan yang belum diketahui bagaimana isinya, semak-semak yang tinggi, semua itu bisa menjadi sumber bahaya. Maka dari itu otak leluhur kita kemudian cenderung membayangkan hal-hal terburuk yang bisa terjadi di alam.
Kembali ke dua kelompok tersebut, kelompok yang diberitahu bahwa operasi tersebut kemungkinan gagalnya mencapai 30% tidak mengubah pikiran mereka, sekalipun sebenarnya itu berarti ada 70% kemungkinan berhasil. Dengan demikian, apakah sebetulnya berpikir negatif itu adalah sesuatu yang haram?
Tidak juga. Kita sebetulnya membutuhkan keduanya. Ada kalanya berpikir positif diperlukan, ada kalanya berpikir negatif diperlukan. Namun, kapan kira-kira kita “membiarkan” diri kita berpikir negatif?
Ketika kita berada di lingkungan baru. Bayangkan kita mendapat beasiswa ke luar negeri, lalu kemudian harus tinggal seorang diri di kota kita menempuh pendidikan. Ketika sampai di sana, kita tentu tak bisa menganggap bahwa kota tersebut benar-benar aman. Di sini kita harus memikirkan bagaimana supaya diri kita tetap aman. Pertanyaan-pertanyaan seperti,
“Barang apa yang bisa saya tinggalkan di rumah/kos?”
“Perlukah saya membawa alat untuk perlindungan diri?”
“Apakah transportasi publik di sini aman?” bisa membuat kita menjaga diri.
Ketika kita bertemu orang baru. Tentu di sini bukan berarti kita tidak bisa berteman dengan banyak orang. Namun misalkan kita berkenalan dengan gebetan melalui aplikasi chatting, kita tentu tak bisa membuka diri lebar-lebar kepada gebetan baru itu. Meskipun dia baik di dunia maya, belum tentu ia baik di dunia nyata. Dengan memikirkan kemungkinan terburuk, kita bisa berjaga-jaga bila harus bertemu dengan orang baru. Demikian juga ketika kita bekerja di tempat yang baru, jangan percaya begitu saja pada semua orang.
Ketika dalam situasi genting. Kalau yang ini tentu wajib sekali kita lakukan. Dalam menghadapi situasi yang darurat, kita jangan buru-buru menganggap bahwa keadaan akan baik-baik saja. Karena situasi yang darurat tentu menyangkut pada hal penting, saat seperti itu kita harus benar-benar memetakan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.
Selain tiga momen di atas, tentu banyak sekali momen-momen di mana kita bahkan keterusan berpikir negatif. Nah, ketika itu tiba, kita harus belajar mengendalikan pikiran kita agar seimbang antara berpikir positif dan negatif. Kalau kita lagi positive vibes banget, jangan lupa realita. Kalau kita lagi murung seharian, jangan kelewat jatuh. Semua punya porsinya masing-masing dalam hidup. Have a good mind!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”