Virus Sars COV 2 dan Saraf Olfaktori

SARS-CoV-2 merupakan sebuah varian virus dari keluarga virus coronavirus yang menginfeksi tubuh manusia dan menyebabkan berbagai macam gejala infeksi. Virus tersebut merupakan jenis virus beramplop dengan genom RNA utas tunggal plus atau single strand RNA (ssRNA(+)). Untuk memasuki sel inang dalam upaya menginfeksinya, SARS-CoV-2 menggunakan protein transmembran permukaannya, bernama protein spike yang terbentuk dari 2 subunit, untuk mengenali dan berikatan dengan reseptor enzim permukaan sel inang bernama ACE2 atau angiotensin- converting enzyme 2. 

Advertisement

Virus tersebut juga menggunakan protease serin TMPRSS2 di permukaan inanguntuk memecah ikatan peptida antara 2 subunit protein spike, yang memungkinan terjadinya peleburan antara amplop virus dengan membrane sel inang.Genom virus yang telah masuk ke dalam sel inang akan ditranslasi dan replikasi sehingga virus mampu mengacaukan fungsi sel inang dan memproduksi partikel virus baru yang nantinya akan dikeluarkan dari sel inang melalui proses budding untuk menjadi agen penginfeksi sel-sel lain.

Saraf Olfaktori adalah saraf sensorik khusus yang berperan untuk menyampaikan impuls saraf yang dapat diinterpretasikan oleh otak sebagai rangsangan atau sensasi suatu bau yang biasa disebut indera penciuman.Secara anatomis, saraf olfaktori dimulai dari sel reseptor saraf olfaktori pada jaringan epitel olfaktori yang terletak di dalam rongga hidung bagian atas atau langit-langit, yang ujung-ujung terminal akson sel-sel tersebut bergabung dalam sel bulbus olfaktori. Sel bulbus olfaktori akan menyampaikan informasi odoran yang dicium, berbentuk impuls saraf, ke sel-sel bulbus otak. Terdapat juga sel-sel selain sel resptor saraf olfakotir jaringan epitel rongga hidung atas, yakni sel epitelium, sel basal, sel sustentakuler, sel bersilia, sel mukosa, dan sel-sel lainnya. Dalam proses identifikasi bau yang kompleks, sel-sel selain sel saraf atau disebut juga sel pendukung mengekspresikan sejumlah 350 gen yang akan berinteraksi dengan zat kimi sel saraf atau neurotransmitter.

Manifestasi utama SARS-CoV-2 berupa infeksi pada sel sekretori bronkial dapat terjadi sebab sel sekretori tersebut mengekspresikan gen reseptor ACE2 dan TMPRSS2. Sebuah penelitian pun menemukan bahwa beberapa sel epitelium rongga hidung bagian atas, terutama sel sustentakuler dan sel basal horizontal, yang posisinya berdekatan dengan sel reseptor saraf olfaktori pada manusia dan tikus dapat

Advertisement

Mengekspresikan gen ACE2 dan TMPRSS2 dengan tingkat ekspresi layaknya sel basal dan sel sekretori saluran pernapasan bagian bawah, yaitu pada trakea dan bronkus. Penemuan tersebut memunculkan empat kemungkinan hilangnya penciuman pada penderita COVID-19 dapat terjadi. Pertama, infeksi sel pendukung dan sel epitel di hidung dapat menyebabkan respons peradangan yang signifikan yang efek hilirnya dapat memblokir konduksi bau yang efektif, atau mengubah fungsi sel reseptor atau sel bulbus saraf olfaktori. Kedua, kerusakan sel sustentakuler secara tidak langsung dapat mempengaruhi pensinyalan dari sel-sel saraf olfaktori ke otak. Ketiga, kerusakan sel sustentakuler dan sel kelenjar Bowman dapat menyebabkan kematian sel-sel saraf olfaktori, yang dapat menimbulkan penyimpangan persepsi bau. Dan terahkir, kerusakan pembuluh darah dapat menyebabkan hipoperfusi atau kurangnya asupan nutrisi dan peradangan yang menyebabkan perubahan fungsi bulbus olfaktori.

Dampak dari infeksi sel reseptor saraf olfaktori adalah anosmia. Anosmia merupakan sebuah gejala hilanganya kemampuan indera penciuman seseorang. Dimana seorang pengidap tidak bisa mencium bau yang disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya disebabkan oleh virus. Dari beberapa penelitian yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan kuesioner kepada sejumlah pasien penderita COVID-19, ditermukan bahwa anosmia menjadi gejala dengan persentase kemunculan yang paling besar. Hal tersebut dapat memperkuat pendapat penulis bahwa anosmia merupakan salah satu gejala yang perlu diperhatikan dalam penelusuran penderita COVID-19, dilihat dari perbedaan karakteristik gejala yang mencolok dibandingkan gejala infeksi lain dan jumlah frekuensi laporan gejala tersebut yang besar.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini