#UpgradeDirimu: Kita sebagai Laki-laki, Kapan Peduli terhadap Isu-isu Perempuan?

Jika usaha hanya datang dari satu pihak, maka sampai kapanpun tujuannya akan sulit tercapai.

Menyalurkan empati kita terhadap sahabat-sahabat perempuan yang tengah berusaha dan berjuang dalam menyuarakan hak-haknya atas kesetaraan gender, rasanya amat perlu kita lakukan. Memang berat perjuangannya ketika hanya mereka (perempuan) yang bersuara tentang itu. Namun, ketika kita juga ikut berempati atas apa yang mereka inginkan, tentu hal itu akan mudah terwujud. Toh, kita (lelaki) secara struktural lebih diuntungkan oleh patriarki, sehingga kita memiliki banyak akses yang dibutuhkan agar wacana kesetaraan ini menjadi arus utama. Tabik.

Advertisement

Saya akui, memang berat bagi semua laki-laki untuk ikut bersimpati, apalagi berempati terhadap apa yang diinginan kaum perempuan. Teruntuk saat ini tak mengapa, tapi nanti salah satu dari kalian tentu akan menjumpai suatu momen di mana saudari dekat kalian, entah itu keluarga, sahabat perempuan, kekasih hati, dan mungkin juga ibumu sendiri mendapatkan diskriminasi dari budaya patriarki yang selama ini telah banyak merugikan kaum perempuan, dan ketika kalian telah menyaksikan perlakuan diskriminatif yang menimpa saudari-saudari (perempuan) terdekat, saat itulah kalian bisa merasakan dari apa yang saya rasakan saat ini.

Semoga kalian tergerak untuk peduli sebelum semua kejadian buruk terjadi kepada saudari-saudari terdekat suatu saat nanti. 

Saya yang tergerak untuk menyajikan tulisan ini bermaksud ingin agar pada saat hari kemenangan setelah satu bulan penuh berpuasa yang sebentar lagi akan menghampiri ini juga berimbas kepada para feminis-feminis Indonesia atas apa yang mereka harapkan. Terutama untuk menghapuskan ketimpangan upah atau gaji yang didapat antara pekerja perempuan dan pekerja laki-laki. Selain itu, juga penghapusan pelabelan-pelabelan sepihak tanpa diiringi dengan alasan kuat, seperti dependen, kelas kedua di bawah pria, terlalu emosional, tidak berdaya, dan tidak layak menduduki jabatan penting melainkan hanya mendominasi wilayah domestik saja. Misalnya saja mencuci piring, menyetrika, menyapu rumah, ataupun pekerjaan sejenisnya, termasuk persoalan mengasuh anak.

Advertisement

Sangat miris melihat pekerja perempuan yang mendapatkan diskriminasi atas haknya (berupa upah/gaji) dari tangungjawab yang telah ia lakukan selama bekerja. Padahal, baik itu waktu yang terbuang pada saat bekerja, tenaga yang dikeluarkan saat bekerja, dan produktivitas dalam bekerja bisa dikatakan setara. Namun, pada saat penerimaan upah atau gaji, pihak perempuan selalu mendapatkan ketimpangan (diskriminasi upah).

Atas pelabelan-pelabelan sepihak tanpa diiringi dengan alasan yang kuat, akibat buah dari doktrin patriarki yang masih melekat membuat perempuan selalu diidentikkan dengan pekerjaan domestik. Padahal, permasalahan ini hanya terletak pada kesempatan dan kemauan. Ketika masing-masing dari gender memiliki suatu kesempatan dan juga mempunyai keinginan yang kuat untuk mempelajari dan mendalami atas suatu bidang pekerjaan yang diimpikan, tentulah mereka mampu untuk saling bersaing di ranah tersebut. 

Advertisement

Apa Saja yang Harus Kita (Laki-laki) Lakukan dalam Menghapuskan Paham Patriarki? 

Kita ini bukan lagi hidup pada saat sebelum renaissance, kita sudah jauh sekali melewati fase itu, fase di mana kekuasaan tertinggi ada pada raja, dan saya kira pembaca dengan sangat gampang membayangkan bagaimana perempuan-perempuan pada saat itu diperlakukan? Ada yang menjadi selir petinggi-petinggi di kerajaan, ada yang masih muda lalu dipaksa menikah dengan raja, dll. Dengan pendekatan pengorganisasian klasiknya yang terkenal itu, ia (raja) dengan mudah memerintah rakyatnya untuk kepentingan-kepentingannya. Namun, saat ini kita sudah banyak melakukan revolusi-revolusi. Revolusi intelektualitas, revolusi akal pikiran dan lahir pula kebebasan-kebebasan dalam berpikir, dan puncaknya ada pada mereka yang mempunyai akal yang berkuasa. 

Di saat bulan Ramadan yang insyaallah penuh rahmat ini, dan atas izin-Nya jualah kita masih diberi kehidupan dan masih bisa menikmati hari-hari ini. Namun, atas nikmat yang tiada tara telah diberikan oleh-Nya tersebut ada baiknya juga kita melakukan sesuatu yang bisa bermanfaat bagi banyak orang lain diluar dari kewajiban-kewajiban kita sebagai hamba-Nya.

Ada banyak hal yang bisa kita lakukan pada saat bulan Ramadan ini guna membantu sahabat-sahabat perempuan kita yang termarginalkan. Sebenarnya bukan hanya pada bulan Ramadhan ini kita bisa melakukannya, bulan-bulan lain pun juga bisa. Hal ini hanya terletak pada kesadaran dan kemauan kita untuk melakukannya.

Saya yakin, aktivis-aktivis perempuan khususnya di Indonesia tidak menginginkan perkataan bahwa kita (laki-laki) mendukungnya atas apa yang mereka perjuangkan. Namun, mendukungnya dengan segenap bukti-bukti! Baiknya kan begitu? 

Berikut merupakan hal-hal kecil yang bisa kita lakukan.

Mengedukasi Teman-teman Terdekat Terkait Apa yang Menjadi Spirit Feminisme. Lalu, Mempersuasif Mereka Agar Sisi Kognitifnya Ikut Merasa Dari Apa yang Perempuan-perempuan Selama ini Rasa.

Apalagi ini saat bulan Ramadan, sangat banyak kesempatan-kesempatan kita untuk dapat berkumpul dengan orang-orang terdekat. Misalakan pada saat ngabuburit menunggu berbuka puasa, saat selesai shalat tarawih sambil menunggu waktu untuk membangunkan orang sahur. Momen-momen seperti itu sempatkanlah membicarakan mengenai hal-hal yang ingin diperjuangkan perempuan. Agar teman-teman terdekat yang belum tahu mengenai hal itu tergerak hatinya untuk peduli terhadap apa yang menjadi harapan-harapan perempuan. Syukur-syukur mereka tergerak dengan segenap bukti-bukti.

Menulislah, Apa Pun itu, yang Penting Spiritnya Masih Sama 

​​​Ya, budaya menulis sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak dahulu kala, mulai dari menulis di atas batu, kulit binatang, hingga penemuan kertas oleh Ts’ai Lun di Tiongkok pada tahun 105 Masehi.

Kiranya tidak ada lagi alasan bagi kita yang sebagai generasi milenial ini untuk mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas menulis. Saya yakin mayoritas dari kita sudah merasakan mengenyam pendidikan.

Misalkan, di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas satu, kita sudah diwajibkan untuk mampu baca tulis sebagai syarat untuk naik ke kelas dua. Dan seharusnya di jenjang pendidikan yang saat ini kebiasaan itu baiknya kita kembangkan lagi, agar apa pun yang pernah kita dapatkan pada saat mengenyam pendidikan berbuah manfaat bagi banyak orang lain. 

Gunakan dan Manfaatkan Semua Kemudahan dalam Kebutuhan Informasi dan Transfer Komunikasi yang Ada Saat ini

Kita saat ini hidup di era yang sangat mudah dalam kebutuhan informasi dan proses transfer komunikasi. Namun, kita juga harus bijak dalam menggunakannya, karena jika tidak, kita juga akan mudah hanyut ke dalam mulut-mulut hukum yang menganga. 

Banyak yang bisa kita lakukan dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini. Media sosial contohnya, pada media sosial kita bisa saja mengkonstruk akun media sosial yang kita punya sebagai instrumen untuk mendukung apa yang menjadi spirit feminisme.

Menyalurkan kebiasaan menulis kita tadi ke media-media online, agar lebih banyak diketahui oleh orang lain. 

Itulah beberapa hal kecil yang bisa kita lakukan namun bermanfaat besar bagi perempuan-perempuan. Jangan tunggu saudari-saudari dekat kalian mendapatkan tindakan diskriminatif baru tergerak untuk mengubahnya, mulailah dari sekarang.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini