Hai. Apa kabar?
Kabarmu pasti baik, saya yakin itu. Hari-hari berat adalah hal biasa untukmu kan? Jangan jadikan saya menjadi bagian masa lalumu, saya hanya orang yang melewatimu. Saya tidak ingin berkata saya yang tidak dipilih, karena sudah sejak awal saya memang bukan pilihan, saya orang asing. Orang asing yang hanya berniat mencari informasi. Sekadar itu, berlalu begitu saja, iya berlalu dengan siklus yang menjadi asing kembali. Ini tulisan yang kesekian setelah berbulan-bulan menata diri. Saya sudah ikhlas, saya sudah yakin
"akan ada yang lebih baik untuk saya"
Meski waktu tidak bisa ditebak, kapannya. Saya sempat terpuruk bahkan dari awal "rasa takut kehilangan" itu sudah tumbuh, sudah lama saya tidak pernah sesuka itu dengan seseorang. Ternyata itu jebakan dari diri saya, rasa sayang yang berlebih dan penolakan dari banyak orang meski singkat membuat sulit dipulihkan.
Tapi lihat, semakin terpuruk saya tak pernah merusak diri saya, itu seperti tamparan yang membuat jatuh dan langsung terbangun, hidup saya sudah tertata, saya mengetahui apa yang harus saya selesaikan. "Lari" bukan cara saya menyelesaikan ketidakbisaan saya akan sesuatu. Karena prinsip hidup saya masih "harus menyelesaikan sesuatu yang sudah dipilih"
Saya yakin, akan sangat mudah bagimu untuk membuka lembaran baru dengan orang baru, bagi saya sulit karena luka dan ketakutan saya bertambah satu, bahkan dua. Dari hubungan yang singkat itu ada banyak pelajaran yang saya tulis. Pertama, "penerimaan" itu sangat penting. Orang yang tidak hanya menerima semua yang baik dari diri saya tetapi kekurangan saya harus diterima,
orang yang tidak merubah saya dan saya tidak meminta dia berubah. Begitu kata Raditya Dika
Kedua, "penerimaan dari semua keluarga" dari dulu hal paling menakutkan di benak saya adalah menyatukan dua keluarga, harus diterima dan perjalanan panjang mendapat pengakuan dan restu. Pada akhirnya, pengalaman memang guru yang sangat bijak.
Entah memang itu sangat menampar saya,
Saya jatuh cinta dengan harapan dan ekspektasi saya sendiri
Rasanya menyesakkan saja, saat dekat merasa ada tekanan, saat kehilangan merasa terpuruk saja. Salah satu teman saya berkata,
Anggap saja itu musibah
Saya sedang dalam masa pencarian untuk berhenti, hingga di bulan keberapa saya melemparkan rasa malu saya, dan mencoba menghubungi salah satu adikmu, hanya untuk meyakinkan berhenti meski akan patah hati lagi.
Tetapi entah pesan itu sampai atau tidak, saya menghapusnya, dan akal sehat membantah "untuk apa?"
Rasanya kata-kata bernada marah tidak ingin lagi untuk saya ketik, terlalu menguras emosi tidak baik. Ikhlas itu sulit, kalian tahu kan. Apalagi jika ekspektasi masih saja menghantui. Saya akhirnya berasumsi orang ini memang akan mudah mendapat pengganti, untuk apa saya membuang-buang energi.
Saya ingin sekali berkata selamat tinggal mari tidak usah bersilaturahmi kecuali jika Tuhan berkata lain. Kita tidak tahu masa depan, saya tidak ingin gegabah termasuk rasa sakit hati yang ternyata karena salah sendiri, karena membiarkannya tenggelam, saya belum bisa berucap,
Semoga engkau bahagia, hati masih menolak bahkan berharap kemalangan dari setiap sakit hati yang ditinggalkan dapat terbayar impas.
Salam, mantan yang salah menempatkan hatinya dahulu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”