Sahabat, kamu adalah sosok yang sudah menjagaku walau bukan berarti kamu yang akan membahagiakan aku. Kamu tidak perlu terbeban dengan hidupku sekarang karena aku yakin akan ada orang yang pasti menjaga, memperhatikan, dan menyayangi aku. Terima kasih sudah memberikan impian yang baru. Impian sepuluh tahun lalu yang terwujud sekarang. Aku tidak akan pernah melupakan nasihat yang kamu katakan padaku.
Jangan jadi cewek begitu, (murahan) itu cewek bodoh. Kata dia, dua kali dengan tatapan serius.
Kalimat simpel tapi tajam. Kalimat yang ku pegang sampai sekarang. Alasan dari sebuah komitmen besar ku kepada Tuhan. Komitmen dengan harga termahal yang ku buat. Harus kubayar dengan detak jantung yang berjuang untuk tetap terus memompa darah ke seluruh tubuh. Di balik semuanya itu, ada kepuasan yang kudapati.
Sahabat terima kasih atas niat baikmu. Sekarang kamu telah mengukir janji setia seumur hidup bersama seseorang yang pantas kamu jaga seumur hidup. Terlebih sekarang kamu telah menyandang gelar sebagai seorang ayah. Naluri kebapa-anmu sudah terbentuk sejak kamu masih berumur belasan tahun. Teringat sewaktu kita berdiskusi dengan teman-teman sekelas akan lanjut studi dimana dan kamu pun memberiku penawaran untuk masuk universitas yang sama.
Lebih baik kamu masuk universitas yang sama denganku, aku akan menjagamu nanti.
Tapi maaf penawaran itu tidak bisa kuterima, karena kita tidak bisa melanjutkan studi di universitas yang sama. Pikirku, bagaimana mungkin seorang anak umur 15 tahun berkata seperti itu kepada temannya yang juga masih 15 tahun. Ternyata ini benar bahwa kedewasaan tidak diukur oleh umur. Aku tidak tahu pengalaman apa yang telah kamu alami, sehingga kamu bisa memikirkan untuk mengucapkan kalimat semacam itu. Yang kutahu kita sama-sama anak SMA.
Beberapa tahun kemudian, di jenjang perguruan tinggi aku sudah menemukan teman-teman yang baru. Hal yang kamu katakan menjadi pedoman bagiku untuk menentukan apa yang baik bagiku. Kemudian, hal yang tak ku sangka adalah kakekmu dan ayahku ternyata mereka sahabatan ketika masih muda. Baru ku tahu setelah ayahku menceritakan masa lajangnya. Ini gila, karena aku dan kamu tidak pernah tahu itu ketika kita masih SMA.
Tapi, aku percaya dengan memori epigenetik yang menyatakan bahwa apa yang dialami orangtua ku akan diturunkan oleh genetik kepadaku. Ada kemungkinan persahabatan orangtuaku dan orangtuamu adalah faktor dari ikatan persaudaraan dalam hal ini persahabatan kita.
Aku bangga pernah mengenal sosok sepertimu. Sekarang, aku dan kamu punya jalan masing-masing. Aku berharap cita-citamu tercapai dan doamu terjawab. Aku berharap kelak anakmu mewarisi kedewasaanmu dalam berpikir. Tidak menutup kemungkinan kelak anak cucuku bisa bertemu dengan anak cucumu. Well, cerita tentang aku dan kamu telah lewat. Aku harap kata-katamu yang kutulis disini dapat menginspirasi anak 15 tahun lainnya.
Sahabat, aku tidak pernah menyesal mengenalmu. Bertemu denganmu adalah sebuah keberuntungan bagiku. Karena nasihatmu telah menuntunku untuk memilih seorang pria yang terbaik bagiku. Aku yakin dia pasti akan sangat berterimakasih kepadamu karena telah memberiku nasihat berharga itu. Maka dari itu, semoga kamu mengikhlaskan ini agar kutuliskan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”