Teruntuk Laki-laki Sederhana tapi Sabarnya Luar Biasa yang Sering Kupanggil Ayah

untuk ayah dari gadisnya

Dia mungkin sesosok laki-laki yang cukup biasa, bukan mempunyai jabatan yang tinggi apalagi seorang CEO sebuah perusahaan. Dia hanya seorang laki-laki yang biasa aku panggil ayah.

Advertisement

Seseorang yang tidak pernah marah sekalipun, untuk semua kesalahan yang sudah aku perbuat. Kenakalan-kenakalan ku waktu kecil hingga remaja, tidak pernah sedikitpun dia melayangkan tangannya kebadan ku.

Panggil saja aku Dande, aku akan menceritakan sedikit tentang sesosok laki-laki pertama yang kukenal ketika aku diberikan sebuah kesempatan untuk tinggal di bumi. Tentu saja kalian semua punya sosok ini yang tidak kalah hebat dengan sosok yang aku miliki dengan versi kalian sendiri. Dan ini adalah laki-laki terbaik, tersabar versi diriku.

Aku sangat iri dengan anak-anak di luar sana yang bisa sangat mudah akrab dengan orang tuanya, terlebih kepada ayahnya. Bukan, aku tidak mempunyai  permasalahan serius yang membuat hubunganku renggang dengan ayah. Ini hanya karena aku adalah sesosok perempuan yang mempunyai gengsi yang tinggi, buat ungkapin rasa sayang ke orang tua.

Advertisement

Malu, risih, atau apalah itu.

Kata mereka waktu kecil aku tidak pernah sekalipun bisa jauh dari ayah, setiap pagi sebelum ayah berangkat kerja aku harus ikut ayah dulu keliling komplek. Kalau tidak aku pasti sudah akan menangis dan tidak akan membiarkan ayah pergi buat kerja.

Advertisement

Ayah tidak pernah membatasi kegiatan yang mau aku lakukan, semua terserahku. Aku dan ayah tidak pernah berselisih paham, tapi semakin beranjak remaja aku semakin malu untuk sekedar berkomunikasi dengan ayah.

Selepas masa putih biru, ketika ditanya ingin melanjutkan ke mana. Aku tidak berpikir dua kali untuk memutuskan melanjutkan sekolah di sekolah yang banyak laki-laki hanya karena ingin menjadi seperti ayah, ya aku memutuskan untuk bersekolah di SMK teknik di mana kebanyakan muridnya laki-laki. Ayahku seorang mekanik, dari kecil aku sudah akrab dengan oli, excavator, dump truck, wheel loader, bahkan bulldozer.

Ketika anak lain di usia 5 tahun diajarin untuk main boneka, masak-masakan, rumah-rumahan berbeda denganku. Setiap kali ayah pulang dari area tambang, ayah selalu membelikan mobil-mobilan bahkan truck mainan.

Teman-teman ku mengira alasanku masuk SMK Teknik adalah karena laki-laki yang menjadi cinta monyetku, padahal sebelum mengenal laki-laki itupun aku sudah ingin bersekolah di sana karena di otakku dari kecil akan menjadi seperti ayah, bekerja di area pertambangan terlihat keren pikirku saat itu.

Sampai akhirnya ayah divonis mempunyai penyakit diabetes mellitus type 2, pertama kali ayah sakit di mana yang aku tau ayah sangat jarang sakit. Saat itu aku masih kelas 4 SD masih belum mengerti yang aku tau saat itu, ayahku sakit, berobat dan kemudian sembuh.

Aku masih belum paham apa itu diabetes, ayahku sakit apa karena setelah sakit itu ayah sehat dan tidak pernah terlihat sakit lagi. Sampai d isaat aku mau memasuki semester 5 ayah sakit lagi sudah seminggu lebih tapi tidak kunjung sembuh. Ketika diputuskan dibawa ke rumah sakit, dan diperiksa diabetes ayah kambuh serta ada penyakit tambahan yang ayah derita yaitu TBC (Tuberkulosis).

Saat itu aku merasa hancur, sangat sangat hancur yang mana tubuh ayah dulunya berisi, berangsur-angsur menyusut. Kesulitan untuk menggerakkan kakinya, batuk yang disertai darah. Tapi tentu saja aku tidak mungkin menunjukkan rasa kehancuran ku, aku menyimpannya rapat-rapat dan berlaku seolah ini baik-baik saja.

Setelah setahun berobat rutin, TBC ayah dinyatakan sembuh. Ayah sudah mulai bisa kembali bekerja, tapi nampaknya semesta sedang suka mempermainkan kehidupan ku. Ketika sudah merasa di titik aman, ayah yang bisa menghadiri wisuda ku, dan aku sudah merasa ini baik-baik saja aku dilempar kembali ke dalam kenyataan ayah kembali sakit.

Bahkan untuk kali ini ayah bolak balik rumah sakit, tubuhnya semakin menyusut terlalu banyak kehilangan bobot. Kembali mengkonsumsi obat-obatan yang banyak,suntik insulin setiap hari, 2 minggu sekali harus check up serta harus rutin untuk cek darah. Jangan tanya bagaimana perasaanku, aku kembali hancur.

Aku mulai menyalahkan Tuhan, aku menyalahkan bagaimana semua ini tidak adil. Tapi kalau bukan karena ini semua aku tidak akan menjadi dewasa, aku tidak akan mau berusaha keras untuk bekerja karena setelah ayah sakit, ayah tidak bisa bekerja lagi yang otomatis aku menjadi wali menggantikan sedikit banyaknya peran ayah.

Di saat aku mulai menyalahkan Tuhan, disaat itu pula aku sadar kalau segala sesuatu boleh terjadi atas seijin Tuhan dan Tuhan pasti punya rencana yang terbaik untukku, untuk ayah serta keluarga.

Aku ingat pada saat menjaga ayah di rumah sakit, ada keluarga pasien yang bertanya. Apa aku masih kuliah. Dan ayah menjawab dengan bangganya “dia anakku, sudah selesai kuliah dan kuliahnya kemaren pakai biaya sendiri jadi udah kerja juga dari lulus sekolah langsung kerja." 


Ternyata yang aku anggap hidupku serampangan, sering asik dengan duniaku sendiri. Tapi ada terselip rasa bangga dari ayah.


Yah, maaf kalau sampai detik ini aku masih belum menjadi anak yang baik. Masih suka seenaknya, maaf kalau aku tidak seperti anak-anak lainnya yang dengan luwes menunjukkan rasa sayangnya, yang tidak risih memeluk ayahnya sendiri. Tapi percayalah yah, di balik sikap cuek Dande ada terselip rasa sayang dan doa buat kesembuhan ayah.

Harusnya di umur ayah yang sekarang, ayah tidak perlu repot lagi untuk memikirkan perekonomian keluarga. Ada aku yah, aku bisa diandalkan untuk itu.

Ayah hebat, terima kasih untuk sudah berjuang melawan rasa sakit ayah. Ayah hebat tidak pernah menunjukkan rasa sakit keanak-anaknya, ayah hebat selalu ngomong kuat, iya bisa saja ke Dande, walau Dande tau banyak beban yang ayah simpan.

Yah, kalau lelah istirahatlah. Tidak perlu semuanya kau pikul sendiri, sudah saatnya ayah menikmati hari tua ayah. Jangan merisaukan kami anak-anak mu yang sudah beranjak dewasa. Semoga kembali disehatkan Tuhan ya yah biar bisa mendampingi perjalanan hidup anak-anaknya, Dande masih perlu ayah.

Terima kasih ayah untuk sudah berjuang sejauh ini sama Dande.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Enjoy the Process.

Editor

Not that millennial in digital era.