Ketika pagi mulai datang saat dimana hidup mulai berjalan. Dunia nyata tak seindah dari mimpi. Bekerja tiada henti dari pegi hingga petang. Tumpukan berkas dan kertas selalu berserak seolah tidak akan ada habisnya. Hari yang dijalani terasa panjang dan melelahkan. Beban kerja yang tak pernah habis, deadline mengejar dan omelan atasan menghiasi tiap detik setiap harinya. Lelah, hingga mungkin kita putus asa berharap untuk kembali menjadi anak kecil yang bebas bermain sampai lupa waktu. Tanpa perlu berpikir bagaimana ia hidup esok hari.Â
Sering kali berpikir untuk berhenti dari rutinitas dan tuntutan kerja. Namun, apa daya kebutuhan tidak akan pernah berhenti. Bagaimana esok akan hidup jika tak bekerja. Bagaimana esok bisa makan. Pertanyaan yang terkadang ragu untuk membuatku berhenti. Dan pada akhirnya aku harus kembali berlari hingga kedua telapak kakiku mungkin sudah melepuh atau bernanah.Â
Untuk kamu yang putus asa. Bertahanlah dan kuatkan dirimu. Kamu tidak sendiri ada jutaan manusia dengan masalah yang sama sepertimu. Begitu juga denganku, aku pun tak sekuat yang terlihat. Perasaan lelah dan muak dengan runyamnya dunia orang dewasa pernah kurasakan bahkan hingga aku juga masih muak. Dunia orang dewasa begitu kejam, seperti penjajah yang mengambil alih suatu bangsa. Menyiksa rakyatnya hingga berpikir bahwa kematian adalah hal yang terbaik.Â
Sebagian lainnya mungkin berpikir agar Tuhan segera memanggilnya saat ini juga untuk berada disisiNya. Ditempat dimana tidak ada rasa sakit. Ditempat dimana kita bisa berbahagia tanpa khawatir jika esok akan kembali menangis. Untuk kamu yang pernah berpikir untuk mengakhir semua dan tertidur untuk waktu yang lama. Tolong, jangan lakukan itu. Bertahanlah sedikit lagi, jangan menyerah dan jadilah kuat. Kamu sudah melewati banyak hal sulit, teruslah berjalan walau harus dengan kaki pincang dan terseok.Â
Dunia orang dewasa memang tidak semenyenangkan itu, sobat. Jalan berpasir dan berliku terkadang kita juga harus melewati turunan yang curam. Melelahkan, aku juga merasakan itu. Segala pikiran memenuhi tiap sel otak dikepalamu yang kecil. Banyak hal yang harus kita kerjakan sementara waktu tak pernah bisa untuk sejenak berhenti. Hari terus berganti dan dunia terus bergerak. Dan kita harus kembali berlari walau kaki sudah tak berupa lagi. Dan badan mulai remuk redam.Â
Tak mengapa, Tuhan tidak pernah meminta langit untuk terus terlihat biru cerah dengan awan putih yang berserakan. Terkadang langit menghitam dan pekat sampai pada akhirnya air terjatuh darinya, membasahi tanah yang tandus dan kering. Menangislah jika itu bisa membuatmu merasa lega dari sesak yang bergumul didadamu. Menangis dan menjerit sepuas yang kamu mau, saat kata-kata tak lagi mampu menjelaskan perasaanmu.Â
Mungkin kita tidak bisa berhenti. Melambatlah, agar kamu bisa sejenak menghela nafas panjang. Melambatlah agar kau bisa sejenak meluruskan kedua kakimu. Tak ada salahnya menjadi lambat. Bahkan Tuhan menciptakan semesta dengan lambat. Butuh milyaran tahun hingga bumi siap ditinggali manusia. Tak masalah jika kau harus sejenak berjalan. Berlari memang membuatmu sampai tujuan dengan cepat. Namun, sayang kau lupa dengan satu hal. Satu hal yang harus kamu cintai seumur hidupmu ialah tubuh dan jiwamu.Â
Tubuhmu bukanlah sebongkah kayu yang tak bernyawa. Ia ada dan bernafas untukmu. Rehatlah sejenak saat penat mulai menyapa. Rebahkan tubuh lelahmu jangan kau paksa ia untuk terus berlari mengejar semua mimpi dan ketertinggalanmu. Bertahanlah saat kau ingin berhenti, menangislah saat beban di pundakmu sudah begitu berat. Berhentilah sejenak, pejamkan matamu. Nikmati setiap anugerah dan hadiah yang sudah Tuhan berikan untukmu. Dan saat lelah itu mulai menghilang. Berjalanlah perlahan, nikmati setiap proses dan rasa sakit menjadi dewasa. Karena tak selamanya malam selalu gelap, saat esok tiba dan matahari mulai bersinar akan ada hari yang indah menunggumu di ujung sana.Â
Semangatlah, sobat.Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”