Hidup di kampung membawa kami pada bermacam-macam pilihan hidup. Lahan pertanian yang masih luas jadi salah satu berkat tersendiri, setidaknya sebagai sumber untuk kehidupan kami sehari-hari. Aktivitas bertani bisa dilakukan sepanjang hari-hari melanjutkan hidup, membawa kami pada hidup yang lebih baik di hari-hari yang kami arungi.
Walau orangtua kami sebagai Pegawai Negeri Sipil. Namun sehabis mengabdi di sekolah, mereka punya banyak waktu untuk berkarya di kebun. Ladang warisan keluarga tidak dibiarkan merana. Mereka memanfaatkannya dengan sepenuh hati. Mereka  bekerja, lalu menanam tanaman-tanaman untuk kebutuhan hidup sekeluarga.
Di lahan garapan kami, pelbagai jenis tanaman ditanam. Misalnya tanaman pangan. Di dalamnya ada jagung, padi dan ubi-ubian. Masa tanamnya mengikuti kebiasaan warga,  pada bulan-bulan tertentu, mengikuti  budaya orang kampung pada umumnya. Biasanya ada tanda-tanda alam untuk waktunya tanam, mengikuti tanda-tanda alam yang muncul. Hal ini semacam kearifan lokal dalam masyarakat kami.
Tak hanya kebutuhan pokok semata, menariknya di ladang kebanggaan kami turut ditanam dengan ragam buah-buahan. Di dalam kebun kami sekeluarga, ada pisang, alpukat, nangka dan nanas. Buah-buahan ini dipanen tidak untuk dijual. Hasilnya dikonsumsi sendiri. Biasanya menghiasi meja di kala kami sedang menikmati santapan bersama. Â
Buntut dari pelbagai tanaman yang tumbuh di kebun, kami sekeluarga tak pernah kekurangan gizi. Rata-rata setiap hari, di atas meja makan kami, tersedia stok buah-buahan. Keuletan dari Ayah dan Ibu pemicu buah-buahan itu tak pernah kehabisan stok. Kami seperti dianugerahi kebaikan yang tak tertandingi di bawah alam semesta ini.
Hari-hari yang kami jalankan untuk asupan gizi, sepenuhnya bersumber dari keringat sendiri. Kami menyadari jerih payah sendiri nikmatnya tiada tara. Rasanya lebih gurih. Sehat dan bergizi. Sungguh kebaikan yang sangat bermanfaat bagi perkembangan kesehatan keluarga. Ayah dan Ibu memang bintang untuk urusan gizi kami sekeluarga.
Sebetulnya perkara memperbaiki gizi keluarga bisa mulai dari rumah. Kita dapat berdiri di atas kaki sendiri. Pekarangan rumah yang tidak luas bisa disulap untuk menjadi sumber gizi keluarga. Kuncinya ada kemauan untuk bergerak. Lahan pekarangan dapat disulap menjadi laboratorium gizi untuk keluarga. Di dalamnya dapat ditanam dengan pelbagai tanaman untuk kebutuhan hidup keluarga, misalnya sayur-sayuran segar.
Dalam urusan meningkatkan gizi sekeluarga, sekali lagi, kuncinya ada dalam diri kita masing-masing. Apakah mau berpangku tangan? Atau malah bergerak untuk melakukan sesuatu? Sejauh ini saya pikir kedaulatan gizi kita bisa berangkat dari perkarangan rumah atau dari kebun kita masing-masing. Selama kita memilih untuk menanam segala sesuatu yang berguna bagi gizi keluarga, selama itu juga asupan terbaik mengalir ke dalam tubuh kita.
Sekarang untuk kedaulatan makanan di atas meja makan ada di tanganmu, bukan di tangan pedagang-pedagang di pasar. Selama kamu dapat bergerak sendiri, selama itu juga kebaikan mengalir dalam hari-harimu.
Selama Hari Gizi Nasional. Dukung gizi keluarga dari pekarangan dan kebun sendiri. Ayo bergerak! Jangan berpangku tangan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”