Aku masih ingat segala rasa yang berubah menjadi kenang. Lalu, segala memori tentangmu berhasil membuat air mataku berlinang. Nampaknya, baru kemarin aku melihat sosokmu. Lantas, berhasil membuatku tak tahu diri, menaruh harap berlebih padamu. Ya, mudah saja bagimu untuk mencuri perhatianku.
Sejenak diam-diam kuperhatikan segala gerak-gerikmu, tanpa sepengetahuanmu.Â
Cukup senyummu yang menjadi candu. Senyum tipis, manis. Menetap dalam ingatanku, menjelma menjadi rindu. Hari-hariku nampak bahagia dengan hadirmu. Dadaku seperti dipenuhi sejuta kupu-kupu. Lalu, mungkinkah aku mulai jatuh hati padamu? Ah, entahlah.Â
Semakin lama, rasanya semakin tak menentu. Senyummu masih saja tinggal. Masih saja, waktukku habis karena memikirkanmu, yang mungkin tak pernah ada aku di pikiranmu. Apa kau mengenalku? Apa kau tahu siapa namaku? Lalu, apa kau sadar jika ada seseorang yang memperhatikanmu?
Selalu ada debar yang menjalar ketika berjumpa denganmu. Masih saja, aku mencuri pandang ke arahmu. Mencari celah untuk dapat melihat senyumanmu. Ah, benar saja. Aku mulai jatuh cinta sejak awal bertemu. Ingin sekali memaki diri sendiri atas harapan untuk memiliki. Aku bukan siapa-siapa untukmu yang begitu istimewa. Atau mungkin, aku hanya angin lalu yang tak pernah kau anggap.Â
Entah bagaimana caranya, Tuhan mendekatkanku padamu. Ku pikir aku benar telah menaruh rasa berlebih kepadamu. Kau berhasil menyamankanku dengan caramu. Kita mulai bercerita tentang banyak hal. Tentang kehidupan, cara mendewasa, tentang perasaan, tangis, tawa, dan segalanya. Ada saja caramu yang berhasil membuatku tertegun. Namun, kedekatan ini adalah sebuah kesalahan. Kita dekat di waktu yang tak tepat. Di saat aku mulai dijodohkan dengan orang yang bukan pilihanku.Â
Semua berada di luar kuasaku. Ketidakterdugaan itu datang secara acak mengacau pikiranku. Di balik sifat acuhmu terhadapku, kau diam-diam punya rasa yang sama. Duniaku runtuh seketika. Mengapa seperti ini? Mengapa kau tak mengungkap apa yang tersimpan dalam hati?Â
Semuanya bagai mimpi buruk bagiku. Aku lelah dengan keadaan. Mengurung diri. Menangis sejadi-jadi. Mengutuki diri, bahkan menyalahkan semesta tidak adil perihal hati.Â
Dalam inginku, anganku bersamamu. Di bawah langit berbintang, aku membayangkan, kita sama sama ingin duduk bersandingan, berdiri bersebelahan. Namun, apalah daya. Kata kita harus berakhir dengan resah sebab kata pisah. Kisah kita harus berakhir, tanpa pernah dimulai. Lalu, aku mulai berhenti, sebelum diri terluka karena harapan sendiri.Â
Mungkin sudah saatnya aku undur diri, dari rasa yang takkan pernah bisa saling memiliki. Ajari aku untuk melupakan segala kenang yang berujung air mata. Ajari aku perlahan menghapus segala rindu yang berakhir luka. Ajari aku untuk dapat maju dan hidup tanpa dirimu.Â
Kita dipertemukan dengan cara yang tak terduga. Didekatkan hanya untuk sementara. Dipisahkan karena keadaan di luar kuasa. Terima kasih pernah hadir, saling menaruh hati, dan dipaksa melepas dengan ikhlas. Kamu, pernah dan masih menjadi sosok istimewa di sudut hati.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”