Tuhan, Izinkan Aku Tenggelam Dalam Kebodohan, Mencintainya Walau Hanya Angan

Masih kuingat jelas saat mata kita saling bertatapan untuk pertama kali. Mungkin saat itu aku hanya sebatas menganggapmu sebagai teman seperjuangan yang kelak akan mengangkat toga bersama dengan luapan semangat dalam menyongsong masa depan. Tidak ada sinyal sama sekali yang mengisyaratkan adanya deburan lembut ombak yang menyapu sisi hati terluar sekalipun.

Advertisement

Ya, hadirmu kini tak ada bedanya dengan mesin pemompa semangatku yang tak henti mengeluarkan uap pemberi energi kehidupan yang ku hirup tiap harinya. Ketika ku memulai hari, hal pertama yang kuingat adalah percakapan kita semalam. Walupun kadang tak jelas apa yang kita perbincangkan, namun aku tetap mengingat setiap detil topik yang telah kita tertawakan.

Di setiap ku bernyanyi yang seringkali kulakukan dalam setiap mandi, namanu tak pernah absen kusebut dalam setiap bait lirik yang kudendangkan. Mungkin seisi rumah sudah bosan mendengarkan suaraku yang sebenarnya tak enak kalau harus didengarkan. Aku tak peduli. Sedangkan malamnya, setengah aktivitasku adalah setia menunggu kabar darimu. Sembari ku terus memelototi setiap sudut wajahmu yang terpampang di layar smartphone.

Suasana hening yang terkadang pecah seketika kau mengirimiku chat walau hanya sekedar “hallo”. Tak jarang teman-temanku yang melihat kelakuanku ini menebutku setengah waras karena tingkah yang tak wajar ini. Aku tak peduli.

Advertisement

Bagiku, memberimu bantuan adalah kesempatan terbaik untuk bisa lebih dekat denganmu, walau hanya sekedar mengantar ke tempat fotocopy pada malam hari. Aku bisa mencuri-curi kesempatan menatap wajahmu yang berlumur kepanikan karena besok merupakan deadline pengumpulan tugas. Aku hanya bisa tersenyum kecil, dan terkadang terkekeh melihat kelakuanmu yang memaksa untuk didahulukan.

Hanya aku dan tuhan yang tahu kelakuanku ini, dan mungkin orang sekitarku yang tak sengaja melihatku sedang senyum-senyum sendiri. Mungkin dalam pikiran mereka, aku harus diperiksakan segera. Aku tak peduli.

Advertisement

Aku juga tak jarang mengorbankan kesibukanku, hanya karena ingin mendahulukan kepentinganmu yang walaupun hanya sebatas masalah sepele. Walau ku tahu, aku harus menempuh jarak lumayan jauh hanya untuk membantumu pada saat itu juga. Aku tak ingat sudah berapa kali motorku hampir menabrak atau tertabrak kendaraan lain. Yang kuingat, aku pernah terpental dan jatuh dari motorku karena bersenggolan dengan kendaraan lain.

Mungkin itu kesalahnku juga yang terlalu tergesa-gesa karena ingin segera menemuimu. Aku dengan sengaja berbohong kepadamu mengenai goresan-goresan pada motor dan tubuhku, yang walau sebenarnya terasa sangat perih, aku hanya bilang karena terlalu ceroboh ketika parkir motor.

Aku tak mau membuatmu khawatir. Aku biasa berbohong tentang kesibukan dan kondisiku dengan menyebut semuanya akan baik-baik saja, yang padahal sebenarnya aku bagaikan telur diujung tanduk pada saat itu. Tak sedikit rekan-rekanku yang sering memarahiku dan menyebutku bodoh karena terlalu terobsesi terhadapmu. Aku tak peduli.

Aku sudah bosan dengan ocehan sahabat-dahabatku yang terus menerus mengomentari sosokku yang kian hari kian menyerupai zombie karena kurang tidur. Aku memang kerap kali begadang sampai pagi demi membantumu menyelesaikan tugas yang diberikan dosen.

Aku tak akan tega mendengar tangisanmu tentang kesulitanmu dalam menyelesaikan tugas-tugasmu. Aku pun tak akan sanggup kalau sampai membayangkanmu duduk lemas dipenuhi air mata yang membasahi pipi dan lembaran kosong dihadapanmu. Dengan penuh kesabaran kutawarkan diriku untuk ikut bermandikan peluh mengerjakan soal yang rumitnya minta ampun.

Kau tahu, akupun disini menghadapi kerjaan yang hingga kini tak kunjung selesai. Tapi aku lebih memilih untuk membantumu dan mengabaikan segala urusanku demi membuatmu bahagia. Badanku juga kini semakin menipis, habis terkikis keegoisanku yang terus menerus mementingkan dirimu.

Aku sengaja menyisipkan uang jajanku agar bisa mengajakmu keluar di akhir pekan. Tak peduli seberapa merontanya usus-ususku meminta makanan untuk dicerna, walaupun seringkali aku merasakan perih yang amat sangat menyiksa. Ya, egois memang, aku lebih mementingkan hasrat yang mungkin tak bersahabat ketimbang kesehatan yang sudah semakin rentan.

Sempat terlintas dipikiran, sudah serak rasanya tenggorokanku ini untuk mengumandangkan kata manis di telingamu, yang kemudian hanya berlalu di sisi lainnya. Tak pernah absen raga ini bersanding disisimu yang walaupun acapkali kau lupakan. Entahlah, mungkin bintang-bintang terlalu arogan untuk sekedar membiaskan kerlip cahayanya di malam hari dikala aku berdua denganmu.

Aku sadar, hatiku ini bukan seperti karet yang akan kembali seperti semula setelah dimainkan. Kesabaranku juga tak sepenuhnya selalu berada dibawah batas. Namun entah mengapa aku takan pernah bisa untuk membencimu, walau tubuh ini sudah tak karuan menampung rasa sakit yang terus menerjang.

Rasa yang tersimpan dalam hati seolah terkunci rapat dalam sebuah box berisikan kode rumit sehingga sangat mustahil untuk lepas begitu saja. Sayangku padamu sudah permanen tertancap dalam hati dan fikiran, yang walaupun dihempas gelombang super besar, ia akan tetap kokoh berada di tempat dan takan goyah sedikitpun.

Aku memang bodoh, karena sebegitu gigih dalam berjuang untuk mendapatkan hatimu. Walau sejatinya aku menyadari kau takan pernah berperilaku sama terhadapku. Seandainya kau tahu segala perjuanganku pun, aku tak yakin kau akan lantas mempunyai perasaan yang sama dengan apa yang kurasa selama ini.

Tapi dengan terus menerus dan takan pernah putus, aku terus berdo’a kepada sang maha cinta, agar semua yang kuperjuangkan akhirnya mempunyai akhir yang manis. Tuhan, selama aku hidup, biarlah aku tetap berada disisinya, melindunginya dikala ia dalam bahaya, memberikan bantuan tatkala ia butuh pertolongan, menghiburnya disaat ia sedih, ada ketika ia butuh seseorang untuk bersandar, dan selalu hadir untuknya baik senang walaupun sedih.

Tolong kuatkanlah hatiku agar terus bisa bersabar dalam menjalani ujianmu, tak lupa akupun selalu berdo’a padamu seraya terus berusaha agar suatu hari nanti aku dan dia dapat bersanding bersama menyongsong masa depan dalam bingkai rumah tangga.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pecinta kucing, calon S.Ds yang sedang mencoba hobi baru. Maaf tentang tulisannya, namanya juga masih belajar...