Tugasku Menghapus Lukamu, untuk Siapa yang Nantinya Kamu Pilih, Itu Terserah Kamu

Aku tak bisa memaksamu, tapi aku berharap kamu memikirkan itu.

Menjadi manusia jahat pastinya tidak boleh. Menjadi manusia terlalu baik juga tidak baik. Menjadi manusia bodoh? Aku? Ya, mungkin itu sebutan yang paling tepat untukku saat ini.  Bagaimana untuk peduli dengan perasaan sendiri, rasanya tak ada. Apa hanya aku makhluk di bumi ini yang waktu pembagian jatah egois lari sendiri? Setiap kali hati ini berdebat dalam berpikir, selalu saja kalah dan akhirnya mengalah.

Advertisement

Kamu bukan salah satu orang baru dalam kehidupanku. Bisa dibilang kamu dulu adalah kakak kelasku. Tapi aku tidak begitu mengenalmu. Yah, jadi nostalgia waktu sekolah dulu di mana semua hal tidak secanggih saat ini. Kita belum begitu mengenal, mungkin juga sampai saat ini. Tapi melalui saudaraku kamu meminta nomorku dan mulai menghubungiku.

Awalnya aku tidak begitu merespon terlalu dalam, bahkan cenderung membiarkan. Tapi perlahan, sesekali, kata demi kalimatmu membuatku tertawa dan cairkan dinginnya suasana. Aku pun seperti terbius dan mulai membahas tentang masa lalumu juga masa laluku.

Aku bukanlah tipe orang yang berpikiran buruk tentang orang lain. Jadi kubiarkan saja cerita masa laluku untuk kamu ketahui. Karena seperti sebelumnnya, mereka yang dulunya pernah dekat denganku sebelum kamu, juga tahu bagaimana masa laluku, bahkan juga keadaan keluargaku. Meskipun tidak semuanya.

Advertisement

Karena bagiku, untuk apa harus ditutupi? Toh, kalau memang serius kamu pastinya tidak akan pergi. Tapi terlalu egois bila aku memaksamu untuk tetap tinggal. Itu pilihan mereka dulu yang datang dan pergi seenaknya saja. Entah bila kamu. Akankah bertahan atau hanya datang saat kamu butuh aku?

Aku pun paham sifat lelaki memang  memburu, jadi tak usah aku  terkejut jika kamu lama-lama menghilang. Entah karena telah temukan yang lain atau justru kembali ke masa lalumu.

Advertisement

Tapi, saat membahas tentang masa depan yang kamu rencanakan, rasanya seperti kamu bukanlah orang yang main-main. Apa lagi dari caramu memperlakukan kekasihmu dulu. Entah cerita darimu itu sepenuhnya benar, atau hanya aku yang dengan mudah percaya, aku juga masih menimbangnya. Yang jelas, aku mulai percaya sikapmu yang bukan mencari pasangan hanya untuk kesenangan sesaat saja.

Terlalu dini memang bila aku harus menyimpulkannya dan percaya begitu saja. Tapi perlahan rasa kenyamanan yang kamu ciptakan membuatku terbawa. Chattingmu yang setiap hari selalu menemani hari-hariku, bahkan tanpa kuminta membuatku tak merasa kesepian. Tapi lagi-lagi aku juga tidak tahu apakah perhatianmu di sini hanya untukku atau juga ada orang lain yang juga kamu perjuangkan hatinya?

Awal Desember tahun 2018 kemarin tak kusangka adalah hari terakhir di mana kamu tak ada kabar, bahkan menghilang. Rasanya seperti mereka saja kamu. Tak ada bedanya dengan mereka yang datang membawa sejuta kata manis dan perhatian, tapi akhirnya menghilang dan tahu-tahu punya gandengan baru.

Bagaimana dengan perasaanku? Apakah aku ini seperti sebuah dermaga? Di saat lelah menjadi tempat berlabuhmu. Kini kamu, bahkan mereka pergi begitu saja ketika semua terasa tidak ada apa-apa.

Namun akhir-akhir ini kamu kembali datang. Kamu bilang nomorku hilang karena tercantum di nomormu yang dulu sudah kau buang. Dalam hatiku, kenapa kamu tidak usaha buat tanya temanmu atau saudaraku lagi? Jika kamu memang serius, sih. Tapi ternyata tidak.

Aku mengetahui aktivitasmu pun dari story Instagram temanku. Maaf jika aku berpikir negatif tentangmu saat ini, meskipun itu bukan sebenar-benarnya perasaanku. Tapi aku tidak bisa lagi jika kamu hilang-hilangan seperti ini. Tapi lagi-lagi aku ini siapamu? Kamu siapaku? Kita bukan siapa-siapa, bukan? Hak pilih masih bisa untuk siapa saja.

Aku di sini masih sendiri. Ketika kamu butuh bantuan aku selalu ada. Bahkan ketika kamu tidak mencariku pun aku selalu siaga. Mungkin aku adalah salah satu manusia terbodoh di dunia ini. Tapi aku percaya suatu saat nanti apa yang aku lakukan diperhitungkan Tuhan.

Jikalau aku pun nantinya tidak sebagai pilihanmu, setidaknya tugasku untuk menyembuhkan lukamu sudah selesai. Maaf jika suatu saat nantai aku pamit dan tidak akan kembali lagi. Karena akan sia-sia saja waktuku. Karena ada hati lain yang mungkin sudah menungguku. Jadi kuharap kamu bisa memulai memikirkan itu dari sekarang. Terima kasih.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Bukan sekedar hobi melainkan memberi arti.