Tiny Home on Wheel menjadi tren yang baru dalam membangun rumah.Â
Gagasan untuk membangun rumah yang minimalis, multi-fungsi, dan nyaman terasa sangat menarik bagi pribadi yang tak begitu menyukai model rumah bersekat banyak dan besar.Â
Ini juga menjadi angin segar bagi seseorang yang ingin memiliki rumah dengan budget yang cukup minim. Apalagi dilengkapi dengan roda ban sebagai media berpindah, akan menjadi kabar super gembira bagi mereka yang senang berpetualang menjelajah tempat-tempat baru dalam kurun waktu yang cukup lama.
Tren yang tengah populer di Amerika ini masih terus digandrungi. Banyak dari mereka yang memilih untuk live tiny merupakan kalangan keluarga kecil dan orang-orang yang tinggal sendiri karena menganggap cara ini cukup efektif dalam menekan biaya pembangunan dan perawatan rumah sehingga dapat dimaksimalkan pada kebutuhan lain. Selain itu, dengan konsep sederhana yang memanfaatkan segala sudut menjadi tempat yang fungsional namun tetap modern, menjadikan model rumah ini simpel yang sangat hemat tenaga dalam merawatnya. Keberadaan roda yang menyangga rangka rumah semakin mempertegas bahwa rumah sangat mobile dan mudah menyesuaikan wilayah baru. Dengan segala kelebihannya, wajar jika tren ini menjadi begitu luas diminati penduduk Amerika. Namun, apakah ide ini juga cukup kompatibel diterapkan di Indonesia?
Solutif namun ambigu.
Melihat lahan yang semakin hari semakin berkurang seiring dengan harga tanah yang kian melonjak tanpa bisa terprediksi, rasanya konsep Tiny Home on Wheel sangat menawarkan solusi ampuh. Ditambah lagi dengan tingkat pendapatan per-orang yang variatif dan harga kebutuhan yang mudah tersinggung ketika isu, wabah, atau hari raya melanda membuat tidak semua orang dapat memiliki hunian sendiri. Lubang yang menganga ini menjadi peluang yang begitu menguntungkan bagi Pemborong atau Kontraktor yang jeli. Jika konsep rumah ini serius diadopsi di Indonesia, maka akan sangat mungkin keduanya berlomba-lomba memberikan hunian paling efisien dan stylish. Dengan hadirnya konsep rumah ini di tengah-tengah pasar properti Indonesia, bukan tidak mungkin antrean pesanan semakin melonjak.
Bagaimana dengan efek lainnya? Sebut saja salah satunya, bagaimana kemampuan rumah ini melindungi penghuninya dari maling, penjahat, dan kemungkinan-kemungkinan terkait keamanan lainnya. Jika pemilik membangun rumah mungilnya dengan komposisi material terpilih yang mampu mencegah pengrusakan secara disengaja, mungkin saja rumah dapat dikategorikan aman. Terlepas dari bahan apa yang digunakan, umumnya material yang digunakan bersifat lebih ringan dari dinding tembok (kayu lapis atau box peti kemas atau bahan lainnya). Terlebih dengan model yang tidak melekat di atas tanah, akan sangat mudah rumah diguncang beberapa tenaga manusia. Belum lagi ancaman bencana alam gempa, banjir, serta longsor yang memiliki frekuensi dan skala tinggi di Indonesia serta kondisi geografis Indonesia yang sangat beragam. Kekuatan bencana yang lebih besar dibandingkan pengrusakan secara sengaja memberikan jawaban pasti atas potensi rumah yang rawan hancur. Melihat segala ancaman tersebut, rasanya cukup kecil kemungkinan rumah ini dapat dikatakan aman melindungi penghuni.
Tetap yakin memilih hunian portable? Bagaimana dengan nasib kiriman paket olshop yang tak pernah sampai? Rumahnya jalan-jalan terus, sih!
Kemampuan Tiny Home on Wheel yang memungkinkan rumah dapat berpindah memberikan efek ketidakjelasan alamat tempat tinggal pemilik.
Alamat rumah yang tak tetap mengarah pada sulitnya pengurusan berbagai hal. Mulai dari pengurusan Kartu Keluarga, pembuatan KTP anak setelah sweet seventeen, sensus penduduk, dan berbagai pengurusan administrasi kependudukan lainnya. Tidak hanya itu, kejelasan informasi mengenai alamat tempat tinggal juga dibutuhkan dalam berbagai registrasi, transaksi secara online, maupun pembuatan dokumen penting lainnya seperti perolehan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Belum dikenalnya pembangunan dengan konsep yang mudah berpindah sejalan dengan belum adanya pengaturan yang mengakui jenis bangunan rumah tinggal semacam ini. Ditambah dengan aspek luas rumah yang jauh dibawah standar menjadikan proses perolehan IMB tidak mungkin didapat dan lebih penting dari itu, bukti atas kepemilikan rumah tinggal juga menjadi tidak mungkin dimiliki. Tanpa bukti kepemilikan, penghuni tetap tidak berhak untuk mengklaim kepemilikan rumah tersebut sehingga berbagai tindakan penertiban yang mungkin terjadi menjadi sah.
Ketidaksesuaian alamat pada dokumen pribadi dengan keberadaan rumah secara nyata mengantarkan penghuni pada masalah yang jauh lebih serius, salah satunya ketika penghuni memiliki keterikatan secara hukum dengan pihak lain dalam perjanjian.
Fungsi alamat tempat tinggal dalam hal ini berkaitan dengan wilayah hukum para pihak. Sehingga ketika secara riil salah satu elemen dari perjanjian nyatanya tidak valid, hal ini dapat dipermasalahkan di ranah hukum. Untuk membangun Tiny Home on Wheel sebagai rumah tinggal permanen di Indonesia kelihatannya sangat belum memungkinkan dengan terbenturnya berbagai kemungkinan, keadaan, serta peraturan yang berlaku. Meskipun begitu, membangun Tiny Home on Wheel masih bisa dilakukan kok asal dipergunakan sebagai komoditas penginapan di daerah wisata. Atau dengan kreativitas tinggi, kita juga bisa mengubah interior mobil sendiri menjadi Tiny Home on Wheel selama perjalanan mudik lho!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”