Sewaktu ada acara ke Depok, saya bertemu dengan supir taksi online istimewa. Sepanjang perjalanan, kami banyak bertukar pikiran. Ada satu pernyataannya  yang menurut saya keren.
Jika pikiran lagi buntu, cobalah bertemu dengan banyak orang, mereka yang bukan dari lingkaran kita sekarang.
Kata pak supir, ia mendapat kata-kata itu dari temannya. Itulah yang lantas mendorong dia menjalani pekerjaan supir taksi online, sementara. Karena usahanya memang sedang bermasalah.
Menurutnya, dengan menjadi supir taksi online, dalam satu hari saja ia bisa bertemu dan berbicara dengan puluhan orang. Beragam latar belakang. Adakalanya memang dari cerita-cerita sambil lalu itu ia mendapat pencerahan. Sesuatu yang tidak terpikirkan sebelumnya. Jika ia hanya berkutat dengan teman-teman di lingkarannya, pasti dia hanya akan mengeluh dan mendengarkan keluhan-keluhan yang sama. Sesuatu yang telah ia sering dengar sebelumnya. Tapi bukan berarti kita harus meninggalkan mereka, sama sekali bukan. Ini hanya semata untuk memperkaya perspektif.
Dari caranya berbicara dan pilihan kata yang ia gunakan, bapak supir taksi online ini pasti bukan orang sembarangan. Benar saja, karena ternyata saat ini ia masih memegang jabatan ketua untuk teman-teman satu jurusan di almamaternya, sebuah perguruan tinggi swasta di daerah Grogol Jakarta. Apalagi ternyata, teman seperjalanan saya masih satu almamater dengan si bapak. Beda angkatan jauh, si bapak lebih senior.
Terinspirasi oleh supir taksi online, saya pikir ini bisa diterapkan sesuai dengan minat saya, menulis. Saya mulai mencoba mencari siapa yang akan saya temui, berbicara dan menemukan perspektif baru untuk tulisan saya. Sesuatu yang membuat saya mendengar hal-hal baru. Bagi saya cukup mudah menemukan orang-orang berbeda latar belakang dengan cerita yang beragam, karena status saya sebagai seorang guru.
Benar saja, dari tiga orang yang saya temui, tentu melalui  perangkat teknologi yang tersedia, saya mendengar kisah yang sama sekali berbeda.
Blessdy Clementine, berkisah tentang bagaimana ia mendirikan coffeeshop, yang sekaligus membina para petaninya. Baginya, kesejahteraan petani kopi seharusnya berbanding lurus dengan trend ngopi saat ini. Namun itu belum terjadi, terutama untuk kasus petani binaannya, ada banyak faktor dibalik itu semua. Salah satunya adalah dari pihak petaninya sendiri.
Petani kurang sabar dalam tata kelola produksi, sehingga hasilnya tidak memenuhi standar kualitas kopi yang diharapkan. Alhasil, petani hanya akan menjual produksi kopinya ke tengkulak dengan harga rendah. Belum lagi, uang yang didapat, tidak digunakan dengan benar. Membeli kebutuhan yang sebenarnya bukan prioritas atau bahkan tidak digunakan untuk investasi jangka panjang, yaitu pendidikan anak. Akhirnya, bicara kesejahteraan petani kopi, ini hanya akan seperti lingkaran setan. Berkutat di poin-poin yang sama.
Lewat pendekatan ia dan teman-temannya lakukan, Blessdy menaruh harapan, kelak petani kopi dapat melakukan tatakelola produksi dengan baik. Sehingga mereka mampu menghasilkan kopi yang berkualitas, yang tentu saja akan turut mendongkrak harga kopi yang mereka hasilkan. Diakhir percakapan, Blessdy mengatakan jika minggu  depan ia akan ikut memanen kopi petani binaannya, di daerah Senaru Rinjani, Lombok.
Bersama Blessdy saya diajak untuk membicarakan sisi idealis sebuah bisnis. Sementara ketika ngobrol dengan Alice Jocelin Lukman, saya diajak memahami sisi lain dari seorang engineer. Lulusan Universitas Duisburg-Essen Jerman ini, mengajak saya memahami daya tarik dari sebuah film romantis.
Seraya tertawa, lewat emoji whatsapp tentu saja, Alice menceritakan awal mula memiliki ketertarikan melanjutkan study ke Jerman selepas SMA. Selain karena kuliah di Jerman gratis, ia juga tertarik dengan kisah Habibie dan Ainun yang diangkat kelayar lebar. Sempat ingin menyerah ketika benar-benar berhasil melanjutkan sekolah disana, namun mengingat perjuangannya, ia bertahan. Bahkan setelah lulus pun, ia memutuskan untuk bekerja di Jerman.
Sejauh ini, pernyataan pak Supir benar. Cerita kedua  siswa saya di SMA itu memberi saya perspektif baru. Semangat mereka menginspirasi. Sepertinya perlahan ini menular, apalagi sebelum dengan mereka berdua, saya sudah banyak ngobrol dengan Handrio Nurhan, salah satu pengajar di Boston University USA.
Saya mengingatnya sebagai siswa yang antusias dalam masalah-masalah sosial dan filsafat. Selepas SMA ia melanjutkan ke jurusan filsafat di Soka University of Amerika di Aliso Viejo, California. Melihat dimana ia belajar, tergambar bagaimana kesehariannya. Seseorang yang serius. Itu sebelum kita mengenalnya lebih jauh, karena faktanya tidak selalu demikian. Selain mengajar, ia ternyata memiliki kesibukan lain, yaitu sebagai penyanyi opera.
Berdasar pernyataan pak supir taksi online dan fakta yang saya temukan ketika mempraktikkan teorinya, saya berniat melanjutkan petualangan ini. Saya mulai mengontak kembali teman-teman lama, yang selama ini saya tidak ketahui lagi rimbanya. Menghubungi para alumni, yang dulu pernah bercanda ria di kelas. Dengan satu alasan, saya ingin mendengar dan kisahnya dan menuliskannya di blog. Hampir seluruhnya mengatakan setuju. Sepertinya saya akan memiliki bahan tulisan yang tidak akan pernah kering. Semoga.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”