Teman-teman pasti sudah kenal dengan terminologi generasi sandwich, tapi kalau generasi geprek udah pada tahu belum nih?Â
Nah, apa sih generasi geprek itu?
Generasi geprek ini sedikit mirip dengan generasi sandwich, dimana mereka terapit antara harus membiayai orang tua, diri sendiri dan juga adik/saudara, tapi bedanya adalah generasi geprek memiliki penghasilan yang pas-pasan, UMR atau sedikit lebih besar dibandingkan UMR sedangkan generasi sandwich memiliki nominal gaji atau penghasilan yang lebih besar.
Nah, memanajemen keuangan bagi generasi geprek menjadi sedikit lebih challenging dibandingkan generasi sandwich karena hal tersebut, maka dari itu Felicia Putri ingin membagikan beberapa tips terkait manajemen keuangan untuk para generasi geprek!
Pertama, menambah side income/job
Menambah side income ini bisa dengan 2 cara, vertikal atapun horizontal. Vertikal dengan cara meng-upgrade ilmu di bidang yang sudah ditekuni, misalnya desain. Dengan tambahan skill, nilai desain bisa meningkat, yang kedua dengan cara horizontal atau mencari sampingan di luar bidang yang ditekuni misalnya hobi fotografi, bisa menjadi fotografer lepas tanpa mengganggu pekerjaan utama (full time job), atau yang hobi belanja bisa buka online shop yang bisa dikerjakan di mana saja. Tentunya pekerjaan sampingan ini baiknya yang sesuai passion agar tidak stres dalam mengerjakannya dan sebaiknya fleksibel serta bisa dilakukan remote agar tidak mengganggu pekerjaan utama.
Kedua, membangun habit menabung
Paksain nabung! Minimal 10 persen dari penghasilan bisa ditabung untuk dana darurat. Contohnya, kamu memiliki penghasilan 4 juta rupiah sebulan, maka setidaknya kamu harus bisa menabung 400 ribu dalam sebulan atau 4,8 juta dalam setahun. Membangun habit menabung itu sangat penting, jadi sebisa mungkin harus selalu menabung setiap bulannya. Jangan lupa 2.5 persen juga perlu disisihkan untuk kebutuhan sosial ataupun sedekah bagi yang muslim.
Ketiga, berinvestasi sedini mungkin
Nah selain nabung, investasi juga perlu banget! Tapi enggak bisa sembarangan memilih instrumen investasi, kita harus tau tujuan kita melakukan investasi itu apa, apakah jangka pendek, menengah atau panjang, dan profil risiko investasi, apakah konservatif, mpoderat atau agresif. Jangan ikut-ikutan teman, saudara atau bahkan keluarga dalam menentukan instrumen investasi, karena tiap orang itu berbeda profil risiko dan tujuannya, jadi kita harus lebih mengenal diri sendiri sebelum melakukan investasi. Salah satu instrumen investasi yang cocok untuk generasi geprek adalah P2P (peer to peer) Lending. P2P Lending ini adalah sebuah platform teknologi yang mempertemukan peminjam dan pendana dalam pendanaan suatu proyek dengan jangka waktu tertentu yang menawarkan return 12-20 persen dalam jangan 1-6 bulan.
Kenapa P2P Lending untuk investasi generasi geprek?
Karena lebih stabil dan lebih pasti dengan return yang lebih tinggi dibandingkan emas, reksadana ataupun obligasi. Asetnya pun ga fluktuatif jadi bisa fokus untuk menjadi tambahan instrumen investasi. Ada pilihan syariah pula untuk yang concern terhadap ke-halal-an peer to peer lending ini. Ada risiko gagal bayar tapi ini bisa diantisipasi dengan adanya asuransi. Investasi yang returnnya cukup tinggi tapi tetap aman seperti P2P lending ini sangat cocok untuk generasi geprek.
Yuk teman-teman generasi geprek kita lebih aware terhadap masalah keuangan dan manajemen keuangan supaya tidak terjadi lagi generasi-generasi geprek lainnya di anak-anak kita, setidaknya kita bisa menyiapkan sendiri dana pensiun agar nantinya kita tidak merepotkan anak-anak kita di masa tua, jika kita bisa memanajemen keuangan kita dengan baik untuk tabungan di masa tua.
Nah untuk teman-teman yang mau mencoba investasi dengan P2P Lending ini, bisa mencoba investasi di ALAMI Sharia. Kalian bisa mulai dengan pendanaan paling kecil 25.000 rupiah! Dan nggak perlu khawatir soal kehalalan dan legalitas, karena ALAMI sudah terdaftar dibawah OJK dan juga MUI.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”