Tidak Hanya Soal Raga, Namun Jiwamu pun Butuh Perhatian Dari Dirimu

Seperti ucapan Hasan Al-Banna, bahwa mimpi hari ini adalah kenyataan esok hari

Pernah merasa begitu lelah padahal menyadari aktivitas fisikmu tidak berlebihan? Berapa kali perasaan sesak napas dan pening menyerang dirimu, padahal tidak ada riwayat penyakit asma yang pernah menghampiri. Tak terbukti juga dengan anamnesis, pemeriksaan fisik serta penunjang bahwa dirimu mengalami sakit secara fisik. Tubuhmu sehat-sehat saja, tidak ada penyakit yang mendera. Lalu apa yang terjadi?

Advertisement

Ada juga yang merasa tak nyaman dengan perutnya, bolak-balik ke kamar mandi, seolah-olah habis memakan-makanan yang memicu diare. Namun sudah berminggu-minggu rasanya, gangguan BAB ini terjadi. Sudah dijaga pola makannya, tak lagi memakan makanan pedas, dan berkonsultasi dengan dokter. Kesekian kalinya dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang dan didapati bahwa kondisi perutmu baik-baik saja. Tidak ada massa abnormal, pemeriksaan fecal juga dalam batas normal. Yang kamu tahu adalah semua menjadi lebih baik segera setelah BAB kau keluarkan.

Lalu, ada juga hal yang kamu rasakan. Akhir-akhir ini, tidak, ternyata tak terasa sudah hampir 6 minggu ini kamu mengalami gangguan tidur. Sulit rasanya untuk memulai tidur. Butuh waktu hampir 1 jam lamanya hingga tubuhmu terlelap. Selain itu, ternyata dirimu mudah terbangun oleh suara-suara yang tak terlalu mengganggu. Suara langkah kaki, atau detak jam dinding terasa mengganggumu. Tik tok tik tok. Membuat kepalamu pening. Tik tok tik tok. Dadamu rasanya berdegup seiring dengan detak jarum jam di dinding. Ingin rasanya kau tutup telingamu. Kamu pecahkan jam itu, agar ia berhenti berdetak. Kau tak bisa lagi memulai tidur setelah terbangun tanpa alasan yang jelas. Ingin rasanya berteriak, “Apa yang terjadi dengan diriku?!”

Jika kamu mau sedikit menarik ulur titik-titik yang telah dijalani ke belakang, ternyata sudah hampir 1 tahun ini kamu berkutat di organisasi, kegiatan kampus yang begitu memakan waktu. Belum lagi tekanan dari sekelilingmu. Dari teman dunia nyata maupun teman dunia maya. Dari orang yang begitu mengenalmu, hingga yang sama sekali tidak pernah berjumpa denganmu. Begitu banyak tekanan yang mendera. Tunggu, seperti apa tekanan yang kau rasakan?

Advertisement

Di organisasi, kamu aktif mengikuti banyak kegiatan. Tapi ternyata tidak ada satupun dari kegiatan itu yang terasa berarti buatmu. Mungkin karena selama ini kamu hanya mengiyakan segala amanah yang ditawarkan, padahal kamu menyadari dirimu tidak sanggup lagi memikulnya. Mengapa begitu sulit bagimu untuk mengatakan tidak? Bukan karena kamu tidak ingin melakukannya, tapi rasanya tubuhmu perlu dihargai dengan ruang untuk rehat. Belum lagi dengan tekanan akademik. Lembur belajar sudah dijalani, tapi yang kau terima hanyalah nilai 80. Di mana sisa 20 poinnya yang kan membuat nilaimu sempurna? Ah, padahal orang lain saja cukup bersyukur dengan nilai pas-pasan diatas KKM. Bagi mereka, nilai 75 itu sudah sudah Alhamdulillah. Syukur yang keluar dari mulutmu dan tingkahmu bisa saja kurang cukup kamu lakukan. Bukan, bukan lantas kamu menstandarkan rendah pencapaianmu. Tapi kamu juga harus tahu bahwa tak selamanya ikhtiar itu akan berbuah manis. Dirimu juga butuh apresiasi, bukan hanya perasaan kecewa dan umpatan yang terus mengulum dari mulutmu yang kamu tujukan pada dirimu sendiri.

Belum lagi tekanan paling hebat yang datang dari media sosial. Ketika rasanya sesak di dada dan pening di kepala sering mencuat seiring dengan postingan-postingan orang lain yang menunjukkan standar-standar kebahagiaan yang sulit untuk  kamu raih. Kalimat-kalimat bullying secara halus kerap kali muncul di beranda dan tekanan itu justru makin memberat mana kala dirimu ingin menjadi orang lain, mengikuti arus dengan memposting segala masalahmu, yang justru membuatmu lemah tak berdaya sebagai manusia. Kau sadar, kau melakukannya bukan untuk mencari solusi. Sekadar sensasi dan mencari pengakuan nilai diri melalui banyaknya like serta comment yang akan muncul dari notifikasi. Kau merasa cemas dan depresi jika feedback dari netizen tidak sepadan dengan apa yang diekspektasikan.

Advertisement

Ternyata, berbagai macam tekanan itu telah menjadikanmu sesak di dada, membuatmu pening di kepala, dan memicu gangguan perut tanpa menorehkan penyakit dan kelainan fisik pada organ tubuhmu. Bukan, kamu tidak sakit secara fisik. Fisikmu terbukti baik-baik saja, tidak ada yang sakit secara fisik. Hanya saja, bisa jadi ada yang sakit dari pikiranmu, dari jiwamu. Kalau kata dokter, bisa jadi kamu mengalami gangguan psikosomatis. Gejala-gejala klinis hasil manifestasi gangguan mental yang ada dalam pikiranmu. Gangguan dapat berupa pikiran yang terlalu cemas, atau depresi berkaitan dengan system persarafan yang mensarafi organ tubuhmu, sehingga gangguan itu akan diteruskan sebagai gejala fisik.

Tak apa, jangan kira ini adalah akhir segalanya. Menjadi seorang yang sedang sakit mental, tak ada beda dengan sakit fisik yang ada obatnya. Hanya saja sakit mental memang kurang dipedulikan. Sehingga terasa aneh dan langka bagi lingkungan kita. Perlu untukmu mencari obatnya, mencari terapinya agar sehat mental seperti sediakala.

Jangan berputus asa dan menganggap rendah dirimu hanya karena mendapat cap sebagai penderita ‘mental illness’. You have to believe that everyone is not always feel good. Everyone has their own problems. Remember that is okay not to be okay.

Kamu hanya perlu untuk bersyukur lebih banyak lagi. Tak hanya sekadar mengucap alhamdulillah, namun mensyukuri juga dengan cara menjaga tubuhmu yang adalah keajaiban ciptaan paling sempurna dariNya. Kamu hanya perlu mengapresiasi lebih pada dirimu, atas segala pencapaian, besar atau pun kecil. Jangan pedulikan apa yang orang lain katakan tentangmu. Tidak ada yang mengerti lebih baik tentang dirimu dibanding Tuhan dan dirimu sendiri. Well, walaupun kamu tetap harus persiapkan diri mendengar segala cemoohan dan kritik yang menghujam itu, karena tak ada yang bisa menjanjikan sepenuhnya kita tuli akan hal itu. Terkadang kita harus menerima, karena bagaimanapun setiap kritik memiliki sisi pegas yang akan melecut kita menjadi pribadi yang jauh lebih baik.

Bersyukurlah atas segala karunia yang Tuhan berikan. Setiap orang punya potensi masing-masing. Mungkin kita sedang menunggu mimpi kita untuk bermekaran ibarat kuncup bunga. Entah berapa tahun lagi, namun percayalah akan ada waktunya ketika ikhtiar berjumpa dengan takdir.

Jangan pula mencemaskan sesuatu yang belum tentu terjadi. Masalah masa depanmu, memang kamu yang tentukan. Tapi masa depan, tak akan pernah lepas dari masa sekarang. Maka, hargailah hari-harimu sekarang. Fokus pada tugasmu sekarang. Rehatkan sejenak pikiranmu dari masa depan. Karena hari-hari yang sedang kamu lalui ini, sangat berarti untuk hidupmu. Seperti ucapan Hasan Al-Banna, bahwa mimpi hari ini adalah kenyataan esok hari.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini