Waktu kecil aku melihat orang-orang mengalami terusir karena alasan tidak atau terlambat membayar sewa kontrakan atau kos, dan di adegan sinetron. Merasa kasian ketika melihat adegan tersebut dan berpikir
"Jahat sekali yang mengusir mereka"
Padahal itu hanya untuk menghibur dan memberikan gambaran tentang kehidupan. Aku mendengar cerita ibuku malam itu
"Jadi ibu menyewa becak untuk membawa kita (aku dan ibu) dan barang-barangmu dan mengantarkan menuju tempat menunggu bus, waktu itu umurku baru 1,5 tahun. Ibu hanya berharap suatu saat dapat membuktikan kepada mereka bahwa kita bisa bangkit dan jadi lebih baik"
Setelah itu ibuku meneteskan air mata. Beberapa kata yang aku ingat dari percakapan malam itu bersama ibuku, tentang keluarga dari bapakku yang mengusir kami. Tahun berganti, aku masuk di salah satu SMA Negeri dan di wilayah asal bapak. Bapak dan ibuku berasal dari daerah yang berbeda, tetapi masih satu provinsi. Awalnya aku tinggal di kost, tetapi hanya beberapa bulan. Kemudian keluar karena teman satu kamar kost pindah. Kemudian ibuku menyarankan untuk tinggal sementara di tempat saudara bapak. Tempat yang dulu menjadi saksi aku dan ibuku diusir.
Awal di tempat Budhe (sebutan dalam bahasa Jawa untuk kakak perempuan), beliau merupakan kakak pertama bapakku, aku masih biasa saja. Setiap pagi aku berangkat pukul 06.00 karena perjalanan hampir 45 menit, kemudian aku makan pagi terlebih dahulu di tempat Pakdhe (sebutan dalam bahasa Jawa untuk kakak laki-laki), beliau merupakan kakak laki-laki kedua bapakku. Berjalan beberapa bulan, tiba-tiba aku mendapatkan cerita dari istrinya Pakdhe
"Kamu besok jangan makan pagi di sini lagi, soalnya Budhe melarang dan marah."
Bukan itu saja Budhe dan anaknya juga sering membicarakan aku
"Itu anak disuruh makan tidak mau, tidak tahu maunya apa"
Aku mendengarnya, karena kamar kami berdekatan. Pernah juga mengatakan "Kamu jangan mencuci piring bekas kamu sendiri, sekalian itu semuanya", ketika aku mencuci semuanya "kamu tidak usah cuci piring, nanti tidak bersih."
Aku merasa serba salah setiap hal yang dilakukan, hingga akhirnya aku memutuskan pulang ke rumah. Pagi hari aku bersiap untuk sekolah dan pulang ke rumah, bukan hanya buku untuk jadwal hari ini tetapi juga untuk semua pelajaran, yang diletakkan dalam tas, dan baju seragam sekolah. Keluar dari kamar, segera masuk ke kamar Budhe untuk pamit, tetapi beliau masih tertidur. Aku keluar kemudian menuju samping kamar untuk mengambil beberapa buku yang sudah disiapkan dan tak cukup dimasukkan ke dalam tas. Saat aku melewati samping kamar Budhe, aku melihat beliau bangun. Segera saja aku ke kamar beliau untuk meminta pamit, itulah kebiasaanku sebelum berangkat sekolah.
Kaget saat melihat beliau, ternyata masih tertidur, dalam hati "mungkin beliau tertidur lagi" kemudian aku berangkat ke sekolah. Sejak saat itu aku merasa secara tidak langsung terusir, secara tersirat. Setelah kejadian hari itu, aku tak pernah kembali ke rumah Budhe, bapakku kemudian yang mengambil sisa barang-barangku dan menjelaskan kepada beliau.
Waktu berlalu, aku pindah ke tempat saudara dari jauh bapakku, sekitar dua tahun tinggal sementara di sana. Keluarga mereka baik, memberikan uang bulanan, belajar untuk lebih disiplin, dan di sini aku merasa lebih baik. Mereka seperti cahaya di kegelapan, bersyukur itulah yang hanya bisa dilakukan. Terima kasih untuk semua kebaikan dan maaf untuk semua kesalahan yang aku lakukan selama tinggal di tempat kalian dahulu. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian.
Lulus SMA, saya melanjutkan kuliah di Kota Pelajar yaitu Yogyakarta dan diterima di Universitas Islam Negeri. Awalnya menyesal karena tidak diterima di jurusan dan Universitas impian, tetapi banyak pelajaran yang saya peroleh selain keluarga baru yaitu teman, dan semua hal baik di Kota Pelajar ini. Tempat tinggal sementara yaitu kos, alhamdulilah, selain murah dan nyaman juga teman-teman kos yang menyenangkan. Tetapi semua berubah setelah pemilik kos berganti, kami memanggilnya bapak kos. Ada dua anak yang telah terusir dari kos, yang pertama alasan dikeluarkan karena memberikan dampak negatif, seperti suaranya keras dan berjalannya bunyi. Alasan anak kedua dikeluarkan masih jadi misteri dan sampai sekarang tidak ada yang tahu, bapak kos awalnya memfitnah kalau anak tersebut menjadi mata-mata beliau, melalui Bluetooth komputer dan tersambung ke ponsel beliau.
Beberapa bulan berlalu, hingga tiba-tiba bapak kos memanggil aku dan disuruh menemui.
"Mba maaf kenapa WhatsApp-nya akif terus, saya aktif ikut aktif, dan saya off, mba nya juga?'', kata bapak kos.
Aku menjawab,
"Saya tidak tahu pak sebelumnya, dan saya aktif karena untuk menjalin komunikasi dengan teman dan keluarga saya."
Bapak kos menjawab "Dimana-mana namanya pencuri itu tidak mengaku" dan kata terakhir selain maaf untuk bapak kos yaitu "Allah Maha mengetahui mana yang benar ataupun salah, dan Allah adalah pengadilan sesungguhnya."
Setelah itu bapak kos masih tidak percaya dengan alasan aku, dan memberikan waktu sampai bulan depan, kemudian pindah dari kos tersebut. Kaget, bingung dan takut saat itu yang aku rasakan, dalam hati "Kalau memang aku disuruh pindah, kenapa tidak bisa dengan cara baik-baik, dan harus seperti ini?"
Sambil menenangkan diri, kemudian melaksanakan shalat isya. Rasanya berat, karena harus berpisah dengan teman-teman dan apalagi tempat tersebut menjadi saksi perjalanan pendidikan S1 selama empat tahun, dan untuk ketiga kalinya aku terusir lagi. Alasan aku masih tetap tinggal di kos ini karena rencana untuk menunggu lamaran pekerjaan, menunggu pendaftaran S2 dan beasiswa. Sampai waktu yang ditentukan tiba, aku belum mendapatkan kos baru, hingga akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah sementara.
Cobaan memang tidak memandang siapapun, dan manusia hanya menjalankan semua cerita yang dibuat Allah, walaupun itu berat harus berusaha dinikmati. Hikmah itu akan selalu ada dibalik sebuah cerita, dan ingatlah beberapa hal menyakitkan ada untuk sebuah pembelajaran.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”