Teruntuk Seseorang di Sana yang Telah Bertemu dengan Perempuan yang Beruntung

Pagi itu, dia berpamitan pergi. Katanya, ada beberapa hal di masa lalu yang perlu ia selesaikan. Tentang seseorang yang pernah mengisi hatinya di masa lalu. Perempuan yang pernah ada di hatinya, yang pernah dicintai begitu dalam olehnya, perempuan yang mungkin pernah dirindukannya, ah mungkin bukan pernah, tapi masih.

Advertisement

Mimik mukanya berubah, sumringah, warna wajahnya mencerah tiap kali menceritakan nama perempuan itu. Bukan namaku, tentu saja. Aku menyebut seseorang yang ia ceritakan sebagai “perempuan yang beruntung”.

Suatu waktu aku pernah bertanya, sebenarnya apa yang membuat kita tidak dapat bersatu? Bukankah kita menyukai buku yang sama? Bukankah kita pernah punya impian yang sama? Bukankah kita bisa bahagia membicarakan dan menceritakan banyak hal? Bukankah kita pernah saling mendukung? Bukankah kita sudah seperti teman baik sejak bertahun-tahun yang lalu? Bukankah mudah untuk melanjutkannya menjadi teman hidup?

Tapi suatu saat kau pernah berkata bahwa kita masing-masing adalah selembar halaman pada sebuah buku cerita yang berbeda, seandainya aku dibaca setelahmu, aku dan kau takkan bisa jadi cerita yang berakhir menyatu.

Advertisement

Bukan…. Aku tak pernah berusaha menerima kata-katamu dengan lapang hati, kau tau?

Atau bagaimana jika kita pergi duduk memesan dua cangkir teh di kala hujan pada suatu senja, kemudian saling bicara untuk mengakumulasikan seberapa besar perasaan masing masing yang pernah ada. Apakah itu belum cukup untuk mengungguli perasaanmu padanya ?

Advertisement

Oh, jika belum… bagaimana jika kita mengakumulasikan pertemuan pertemuan kita dan frekuensi percakapan percakapan bahagia kita, apakah belum cukup juga untuk menandingi pertemuanmu dengannya yang hanya ada dalam angan-anganmu?

Kau tahu, langit sudah hitam sejak berapa menit lalu. Dan aku hanya bertanya dalam diam,di hadapanmu sambil memandangimu tersenyum menceritakan banyak hal tentang gadis itu, tentu saja tak ada yang menjawab pertanyaanku. Meski mungkin beberapa partikel udara sempat mendengarnya. Angin juga diam saja, pura-pura tidak tahu kalau ada pertanyaan saat itu. Senja hampir pudar, tinggal berapa menit lagi. Dan masih banyak pertanyaan lain yang masih diam-diam mencari sendiri jawabannya. Kau tahu aku tak pernah siap kecewa untukmu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Sedang belajar menulis