Malam itu tepat hari pertama 2568 tahun kongzili, cuaca Jogja agak tidak menentu. Nuansanya sedikit melankolis, seakan memberi kode keras pada para pria pencari kehangatan lokal untuk menemukan momen ‘saatnya beraksi'.
Seperti jomblo-jomblo berkualitas yang hapal Pancasila, aku tetap berkencan dengan segelas Ciwidey yang diseduh dengan metode seduh serius. Ciwidey, si minuman para dewa ini tak pernah posesif meskipun selalu kubawa beberapa selingkuhan saat aku bersamanya; sebungkus rokok kretek dan seonggok laptop butut yang akan mati sendiri saat beberapa aplikasi dijalankan bersamaan.
Pojokan salah satu cafe 'hits' di Jogja yang tak boleh disebut namanya adalah sudut favoritku, seperti kebanyakan orang lainnya. Namun pilihanku jatuh pada sudut itu bukan tanpa alasan, semata-mata aku ingin mencegah para pencari kehangatan lokal untuk melakukan aksi grepenya di pojokan itu. Bukankah aku jomblo yang cukup mulia?
Hujan agak sedikit mereda, tapi kedinginan malam itu tetap terasa bagi para jomblo. Ini bukan sekedar hipotesa belaka atau metode alternative science seperti yang dilakukan para komunitas flat earth society. Namun teori tersebut dapat dibuktikan dengan metode scientific manapun yang pembaca sukai.
Bola mataku tetap asik pada laptop yang kugunakan untuk membuka ebook gratisan berjudul “Man's Search For Meaning” karya pakde Viktor Frankl. Belum sampai pada halaman yang membuatku klimaks, telingaku yang tiba-tiba memiliki pendengaran super sonic ini terganggu dengan sepasang muda-mudi di arah jam 2 tempatku bertapa.
“Dia itu jahat banget, aku udah melakukan apapun buat dia. Sekarang dia selingkuh!! Aku kurang apa coba?” teriak si mbak sebelah. Bodinya semlohay, suara yang agak sedikit cempreng, dan paras cantik mbak-mbak tadi menyeret mataku berpiknik menikmatinya. Sungguh kearifan lokal ciptaan Tuhan YME yang tak bisa didustakan.
“Sabar ya, kamu itu cantik. Masih banyak cowok di luaran sana yang jauh lebih baik dari dia...” begitu kata cowok yang menjadi pasangan curhatnya. Tak seperti pria sebelah yang sangat suka memberi solusi seperti pahlawan kesiangan, aku ini memang lebih suka ngobrol topik seperti ‘Menjadi Kafir yang Baik dan Benar’. Terkecuali ada yang mau membayar untuk sesi curhat, mungkin akan kupikirkan dengan cara yang saksama.
“Tahu nggak, ada aku yang selalu nunggu kamu selama ini… Aku selalu ada buat kamu, sudah saatnya aku ngomong ini ke kamu” tambah si cowok. Raut muka penuh harapnya membuatku ikut iba. Tak perlu seorang expert pembaca micro expression seperti om Paul Ekman untuk memahami kondisi mentalnya saat ini.
Barangkali ia pikir itu adalah saat yang tepat, baginya kesempatan ini adalah celah dalam kesempitan yang tak akan ditemukan dalam kurun waktu dekade selanjutnya. Maka dari itu ia memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. Percayalah, aku ini juga dulunya super hero yang banyak makan asam garam di belantara romansa.
Sebagai senior, aku memiliki konklusi yang boleh jadi bisa mewakili keadaan cowok tadi; Ia sedang terjebak dalam zona super hero. Saat ini pikirannya sedang membentuk segala strategi agar segera terbebas dari zona itu, ya mepet si mba-mbaknya. Sayangnya, segala upaya yang ia lakukan tak akan berhasil. “UWES TO MAS, UWES… OJO DIPEPET TERUS,” batinku berbahasa jawa.
Zona itu memang bukan zona yang aman untuk ‘bermain’, banyak super hero kawakan yang telah membuktikannya. Semuanya hanya akan berujung pada kalimat-kalimat penolakan mainstream para gadis; “Kamu udah kayak kakak aku sendiri”, “Kamu adalah sahabat terbaikku”, “Jangan rusak persahabatan kita dengan hubungan lain”.
Jurus-jurus yang cowok barusan gunakan sudah sering digunakan para super hero kawakan lain di belahan bumi yang lain pula. Benar adanya, di akhir cerita si mbak cantik menimpalinya dengan jawaban “Mas, kamu emang baik banget buat aku… Tapi aku nggak pingin ngerusak kebaikan ini dengan hubungan yang seperti itu, tetaplah jadi TEMPAT BERSANDARKU“.
Kita akhiri saja daripada terlalu panjang, jika kamu berpikir “Menjadi cowok baik, dewasa, dan mau berkorban” itu cukup, silahkan tengok tetangga kanan-kiri-ngalor-ngidul mu. Kamu bisa menemukan lusinan yang telah melakukan hal demikian dan TERPEROSOK dalam jebakan betmen. Sudahlah fokus saja mengasah kemampuan “mbribik”mu seperti kata mbakyu Pradewi Tri Chatami (Search Sendiri di Google).
Nasihatku:
Jangan ngeyel! Aku ini sudah makan asam garam dukun curhat, makanya saat ini komersil. ~@gun_abraham
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”