Teruntuk Kamu yang Sedang Merasa Jijik dengan Diri Sendiri, Percayalah Kamu Tidak Seburuk Itu

Apapun kata yang pernah mereka ucap. Abaikan saja. Sebab stigma yang mereka beri belum tentu akurat. Oke?


Aku pernah merasa lelah sekali. Saking lelahnya aku sampai bertanya; sebenarnya apa yang sedang aku kejar? Apa yang terjadi? Kenapa begini? 


Advertisement

Sekali lagi, sebenarnya apa yang sedang aku kejar? 

Pencapaian? 

Pencapaian untuk siapa? 

Diri sendiri? 

Atau… Hanya sekedar pengakuan saja? 

Aku tidak mau munafik. Tentu saja aku pernah berada di fase di mana aku mengejar sesuatu hanya untuk mendapat pengakuan. Bukan tanpa alasan. 

Sejujurnya, aku pernah berada di fase di mana aku merasa benar-benar menjijikan. Dulu sekali. Aku merasa begitu bodoh, mengiyakan setiap kali kata bernada merendahkan itu aku terima. Menerima begitu saja stigma yang mereka beri. Bahkan sempat percaya, kalau aku ini memang bodoh. 

Advertisement

Iya, dulu sekali. Sekarang? Tentu tidak. Tapi apa yang pernah aku alami dulu jelas membekas.  


Menghapus cap yang diberikan orang lain memang tidak semudah itu, kan? 

Menghilangkan stigma yang sudah melekat dalam diri tidak segampang itu, kan? 


Advertisement

Tidak satu, dua tahun aku berusaha meyakinkan. Tidak sekali, dua kali aku berusaha meyakinkan diriku sendiri. Kalau aku tidak sebodoh itu. Kalau aku pasti punya kelebihan lain. Kalau aku pasti punya nilai lebih. Prosesnya memang tidak gampang. Sangat tidak mudah. Dalam perjalanan mengembalikan rasa bernama percaya diri itu; aku pernah benar-benar ingin menyerah, pernah ingin menghilang saja. Menghabiskan setiap waktu dengan menangis.




Aku bahkan pernah merasa mati lebih baik dari hidup, aku pernah bertanya; sebenarnya apa tujuan peciptaanku, Tuhan? Apa hanya untuk mereka pandang sebelah mata?


 

Aku pernah merasa jijik dengan diriku sendiri hanya karena kata mereka. 

 

Bodoh? Benarkah aku bodoh? Benarkah aku tidak seberguna itu? Benarkah aku menjijikan? Ah, bagaimana bisa aku ingin dihargai? Sementara aku sendiri, malah mempercayai setiap cap yang mereka beri. Menelan mentah-mentah setiap kata tidak baik yang aku terima. Meski belum tentu kebenarannya. 

 Seharusnya aku tidak sepayah itu. Bagaimana bisa aku patah hanya dengan kata? Bagaimana bisa aku mempercayai setiap ucap yang bahkan tidak benar-benar mengenalku? Mereka tidak tinggal setiap hari bersamaku, mereka tidak setiap saat berada di sisiku. Jadi, kenapa aku harus menjadikan cap mereka akurat? 

Dari sana aku mulai bangkit. Bekerja keras, mengejar ini dan itu. Berlari kesana-kemari. Jika kalian bertanya untuk apa? Awalnya untuk mendapat pengakuan mereka. Mencari petunjuk kalau aku memang tidak sebodoh kata mereka. Kalau aku memang tidak semenjijikan yang mereka lihat. 

Sejak saat itu, aku benar-benar gila. Bekerja keras tanpa mempedulikan lelah. Berambisi untuk selalu jadi yang terbaik. Tidak pernah lagi bisa menerima yang namanya kegagalan. Sampai akhirnya, aku benar-benar merasa lelah. 


Di fase itu, aku kembali bertanya; apa yang sedang aku kejar? Prestasi atau hanya sekedar pengakuan? Kenapa aku sampai sejauh ini? Kenapa malah memeras diri sendiri dengan berlebihan? Ya, aku tersadar. Semua ini salah. 


Motivasiku untuk bangkit salah, tidak. Sangat salah. Ada hal yang harus diubah. Seharusnya tidak boleh begini. Aku tidak boleh bangkit hanya untuk balas dendam. Aku tidak boleh bekerja keras hanya untuk mendapatkan penilaian mereka. Semua ini salah. Tidak akan pernah habis, jika yang aku kejar hanya pengakuan. Semuanya hanya akan berakhir seperti aku menyiksa diri sendiri, dengan cara berbeda. 

Saat itu, aku tidak mau munafik. Setiap keberhasilan di kesempatan yang aku temui; aku ingin mereka melihatku. Keberhasilanku sebagai ajang unjuk gigi saja, semata-mata untuk pamer. Sampai kapan aku ingin selalu mendapatkan penilaian positif mereka? Semua sia-sia saja. Kenapa begitu? Karena ya, sebenarnya mereka memang tidak pernah benar-benar peduli. 

Mereka mungkin akan dengan senang hati mencibir, saat aku berada di bawah, tapi belum tentu mereka akan dengan senang hati untuk ikut tertawa bersama saat aku benar-benar berada di atas. 

Mulai saat itu, aku berjanji untuk tidak akan memeras diri sendiri hanya untuk sekedar pengakuan. Aku tidak boleh menyiksa diri sendiri dengan cara berbeda. 

Tentu, aku akan tetap berusaha. Akan tetap berjalan meraih mimpi atau apapun yang sedang dicita-citakan. Tapi bukan untuk mereka, melainkan diriku sendiri. Aku hanya akan mengejar apa yang seharusnya aku kejar. Mengikuti standar kebanyakan tidak akan pernah ada habisnya, kan? 


Aku akan tetap melangkah, menggapai yang memang seharusnya digapai. 

Meraih cita-cita.

Mengubah harapan menjadi nyata.


Kali ini, tentu saja karena benar-benar ingin. Bukan untuk sekedar penilaian mereka. Bukan untuk mengubah pikiran negatif orang menjadi positif. Bukan untuk terlihat baik di mata mereka. 

Karena seharusnya aku paham; mereka yang benar-benar peduli adalah mereka yang tidak akan pernah melihat dari satu sisi saja—negatif. Jika mereka benar memperhatikan, seharusnya mereka juga bisa melihat sisi lain dalam diriku—positif. Benarkan? 

Jadi, apa yang ingin aku sampaikan melalui tulisan ini? Adalah kalau kata bisa saja menghancurkan hidup seseorang. Siapapun kamu, sedang di mana, dengan siapa. Tolong jangan pernah mengatakan kata bernada merendahkan pada siapapun, apapun alasannya. Sekalipun kamu cerdas, kamu tidak pernah benar-benar berhak menghakimi yang lain dengan kata-kata itu. 

Dan, buat kamu. Kamu yang mungkin sedang berada diposisiku dulu; jangan pernah membenci dirimu sendiri. Percayalah dear—kamu tidak semenjijikan itu. Jangan pernah menelan bulat-bulat setiap hal yang kamu dengar. 


Ingat saja; Tuhan tidak pernah mungkin salah dalam menciptakan. Setiap hal yang Tuhan ciptakan pasti punya makna. Kamu bermakna, kamu diciptakan oleh Sang Kuasa. Ada sesuatu di dalam dirimu yang belum kamu temukan. Ingat selalu, Tuhan selalu menciptakan dengan satu paket. Kesempurnaan adalah milik Tuhan, karena itulah. Dia selalu menciptakan yang terbaik. 


Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Freelance Writer • Blogger • Penjelajah • Mahasiswi • Faculty Of Law // Biasa di panggil Lisa atau Ica, suka sebel kalau di panggil Risa atau Nisa. Gadis biasa perpaduan Jawa-Sulawesi. Gadis biasa dengan segudang mimpi tak biasa. // #SukaBacaDoyanNulis #SukaJajanDoyanMakan #SukaJalanDoyanMinggat // Email: lisaevasartika30@gmail.com (Office) // KataLisa ? (1) https://galerikatalisa.wordpress.com (2) https://goresanpenalisa.wordpress.com (3) Wattpad: @Klisaevasarttika (Alana, Now Showing.)