Mungkin tiada pernah habis kata yang mengecap dari lisan yang bertutur. Mungkin tiada pernah habis caraku mendeskripsikan tiap penggalan kata. Sebatas pernah. Ya, memang begitu adanya.
Kita sebatas pernah saling bertegur sapa dengan penuh keakraban hangat. Kita sebatas pernah saling menyayangi. Dan juga sebatas pernah saling menguatkan di dalam hati yang sama. Mungkin saat ini, ceritanya berbeda.
Andaikan aku mampu untuk memutar waktu. Namun, kenyataannya waktu akan selalu terus berjalan. Terlalu indah jika harus mengingatmu kembali. Dan saat ini, terlalu perih untuk aku mampu mengingat semua tentangmu.
Mengapa engkau merumitkan sebuah rasa di antara rasa kalian yang tidak pernah aku tahu sebelumnya? Di mana letak kejujuranmu yang kala itu selalu engkau patrikan?
Kamu tetap menjadi bagian yang terindah. Meskipun hadirmu telah sirna. Andaikan saja aku mampu memesan takdir kepada Semesta. Sebatas pernah dari apa yang pernah kita lewati.
Teruntuk kamu yang sudah aku ikhlaskan.
Aku menitip separuh serpihan hati ini kepada Ilahi. Biarlah Ia yang menjaga-Nya. Jika memang kamu untukku, kamu akan kembali. Dan jika memang kamu bukanlah untukku, Ilahi yang akan memulihkan hatiku yang masih menyayangimu. Agar aku bisa dengan lega melepasmu. Tanpa kita harus berselisih pemahaman.
Aku yang tiada pernah henti menjaga mu di dalam setiap sujudku. Aku hanya inginkan kebahagiaanmu. Tiada sanggup rasanya aku berhadapan denganmu, hanya untuk mendengar kata berpisah dari lisanmu.
Kita mengerti dan memang saling mengerti. Kenyataan yang membuat aku mengalah untuk kebahagiaanmu. Dan kini, aku harus tetap melepasmu. Aku mengikhlaskanmu. Aku pernah meminta kepada Rabb ku, rasa yang selalu menjagaku di atas rasamu.
Aku tidak mengerti mengapa rasaku harus ada untukmu. Aku tidak mengerti dari sekian lamanya waktu yang telah bergulir, rasa ini masih tetap mengarah kepadamu. Sementara jalan yang terlewati sudah terlampau jauh jaraknya. Namun sejengkal pun tak sirna dimakan waktu.
Mungkin saat ini kamu bukanlah menjadi jalanku. Jalan yang harus aku dapati ialah mengikhlaskanmu. Mungkin teorinya lebih mudah daripada praktik yang harus diupayakan dengan sekuat hati.
Terima kasih kamu pernah kembali merengkuh hati. Meskipun kini nyatanya aku yang harus mengalah dan merelakanmu pergi lagi. Kamu sudah mengajarkan arti banyak hal terhadap diri. Sebuah keikhlasan diri dan cinta tulus yang murni.
Aku belajar dari sebuah kata kita yang pernah ada. Sebuah rasa dan logika yang seimbang. Genggamlah erat bahagiamu di sana. Karena sedari dahulu, tiada lebih aku inginkan darimu selain dapat melihat kebahagiaanmu utuh dengan senyuman lepas di setiap hari-harimu.
Jagalah hatimu di sana. Cinta yang tulus, ketulusan itu akan tetap dan selalu ada. Meskipun caranya sedikit berbeda. Terima kasih untukmu yang merangkai dengan bijak. Mengikhlaskan sepenggal hati di dalam hati yang sesekali terisak.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”