Hai masa lalu. Bagaimana kabarmu? Ku lihat kau sudah mulai berdebu. Adalah ketidak sengajaan ketika aku menemukan buku catatan yang ku miliki beberapa tahun yang lalu. Ah ya, sebut saja itu sebagai buku diaryku, yang kesemuanya ku tulis dengan tokoh utama yang sama, "aku dan kamu". Memang ada sedikit keraguan untuk membacanya lagi. Bahkan, untuk membukanya kembali aku merasa sungkan. Ku amati setiap baris tulisanku. Ku ingat kembali segala sesuatu yang telah lalu. Menangis? tidak. Ternyata aku lebih kuat dari yang ku kira. Aku tertawa. Ya, tersenyum geli melihat apa yang pernah kita lalui bersama. Kenangan indah, hal konyol, bahkan tentang pertengkaran kita yang terlihat remeh untuk disebut sebagai masalah. Aku masih mengingatnya. Setiap detik, setiap kata, setiap makna waktu yang kita habiskan bersama.
Kamu. Kamu yang puitis. Kamu yang romantis. Kamu yang membuatku jatuh cinta dan pergi meninggalkan luka. Hai kamu, apa kabar? Lama kita tidak berjumpa. Hari? tidak, itu sudah hitungan tahun yang lalu kita bertemu. Aku masih ingat terakhir kali ku tatap mata indahmu. Aku masih ingat percakapan terakhir kita, tentang kesempatan kedua yang akhirnya kau sia-siakan begitu saja. Hai kamu. Apakah kau masih ingat aku? Kau pernah berkata jika aku adalah orang yang mirip dengan ibumu, yang kau jadikan alasan mengapa kau menjatuhkan hatimu padaku.
Kau masih ingat? Aku pernah menuliskanmu sebuah cerita. Ya, itu perihal kita. Tentang bagaimana kita bertemu. Tentang aku yang diam-diam memerhatikanmu, tentang caranya dirimu untuk bisa dekat denganku. Ah, lucu sekali. Bahkan saat aku mencoba untuk mengingatnya lagi, aku hanya tersenyum untuk kesekian kali.
Aku masih ingat banyak hal tentang dirimu. Kamu yang alergi dingin, kamu yang mempunyai masalah dengan pernapasanmu, dan kamu yang tiba-tiba melakukan hal yang tidak terduga untukku. Oh ya, aku masih ingat dengan mawar putih di hari ulang tahunku. Terima kasih, aku menyukainya. Aku baru sadar, ternyata kita pernah membicarakan banyak hal. Tentang masa depan dan rencana yang kita susun bersama.
Banyak hal yang telah kita bicarakan. Banyak hal yang pernah kita lalui. Banyak pertengkaran yang membuat kita menjauh dan akhirnya kembali lagi. Namun, lain dengan hari itu. Di penghujung bulan November, momen di mana aku mengira awal yang baik untuk lembaran yang baru. Namun, tidak ada yang berubah. “Kita” yang berubah. Kita telah menemukan hidup kita masing-masing. Aku dengan duniaku yang sudah terbiasa tanpamu (ku kira aku baik-baik saja, meski aku menahan rindu yang mulai mengiris dada). Pun demikian dengan dirimu.
Aku baru saja mengingat lagi bagaimana cara kita bertemu, bagaimana kau perlahan menyakitiku, dan kukenang lagi bagaimana kisah kita berakhir. Aku menangis berhari-hari hanya karena dirimu. Ya, aku melepasmu kala itu. Di luar dugaan, kau tidak berusaha untuk menahanku. Semenjak saat itu, aku sadar bahwa membiarkanmu pergi adalah yang terbaik.
Aku bersyukur pernah mengenalmu sekaligus bersyukur telah merelakanmu tidak hadir di hidupku. Terima kasih untuk waktumu. Terima kasih telah mengajarkanku banyak hal. Terima kasih telah berusaha memahamiku meskipun aku gagal memahami sikapmu di akhir cerita kita.
Ku dengar kau telah menemukan penggantiku. Pun demikian denganku, walaupun aku butuh waktu yang lebih lama darimu. Aku tak mengerti mengapa. Mungkin aku terlalu mengenalmu hingga aku sulit menemukan yang lebih baik darimu. Aku hanya ingin kau tahu bahwa orang yang benar-benar memahamiku, memperlakukan perempuan dengan baik, yang tak ragu mengungkap rindu dan tak membuatku banyak menunggu. Dia yang selalu ada, menganggap hadirku ada, dan dia membuatku merasa dibutuhkan.
Aku tidak ingin melupakan kenangan bersamamu. Aku hanya ingin menutupnya dengan kenangan dengan orang yang bersamaku saat ini. Sekali lagi, terima kasih pernah hadir dan pergi sesuka hatimu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
cerita yang sangat menarik