Nafasku sesak saat tenggelam dalam lamunanku. Sial, aku teledor tak pakai pelampung. Padahal angan semu tentang dirimu membawaku jatuh sedalam palung.
Sampai hari ini, aku tak ingat lagi sudah sejauh mana aku berlari. Derap langkahku mengayun tegas melawan arahmu, namun hatiku diam-diam berjalan mengikutimu. Aku mulai menyadari, bahwa jarak yang ku buat untuk memisahkan aku dan kamu tidak membuatku lupa dengan kisah yang kita mulai dengan malu-malu.
Aku masih mengingat jelas bagaimana aku dan kamu mengawali kebersamaan kita. Andai kamu tahu, rasa syukur tak henti-hentinya mengalir dalam hatiku. Kala itu, bahagia kita meluap tak terukur, aku menjahit setiap detiknya untuk ku putar lagi sebelum tidur.
Sebab mengingat kembali kenangan yang kita buat di waktu lalu membuat diriku amat terhibur. Tak ku sangka, ingatan yang semula hangat sekarang terasa seperti memeluk granat, menghancurkan segala harap dan hanya menyisakan sekarat.
Perangaimu tak lagi sama, namun begitulah keadaannya, manusia rentan berubah. Dirimu bukan lagi seseorang yang berada di sisiku dengan penuh kerelaan, matamu yang selalu memandangiku dalam-dalam, kini hanya sesekali melirik saja.
Entah kamu yang berubah, atau aku saja yang tak lagi kau pandang dengan sempurna. Salahku yang berharap bahwa dirimu akan selalu sama, persis seperti di awal kita berjumpa. Namun saat aku memutar ingatan tentangmu setiap malam, sosok yang tertampil dalam bayangku tetap kamu yang mengisi hariku dulu. Bukan kamu yang saat ini menjalani hidup dengan baik-baik saja tanpa hadirku.
Kenyataannya, kamu masih berada dekat dari tempatku berdiri, tak sejauh yang ku pikir saat kamu memilih pergi. Tapi entah mengapa memandangmu lekat-lekat malah mengundang rasa nyeri.
Aku masih belum bisa melepaskan perasaan sakit yang terlahir setelah pertengkaran kita yang terakhir, berbagai macam cara sudah kucoba untuk berdamai, namun nampaknya hatiku sudah terlanjur hancur dan terburai. Lucunya, dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, hatiku masih menggenggam namamu dengan eratnya.Â
Aku kembali memandangimu, kali ini lebih jauh dari tempatku sebelumnya, kamu masih di sana, dengan jemari yang juga belum terisi. Sayang sekali, tanganku terlalu kasar untuk menggamitnya kembali.Â
Rasanya aneh sekali, perasaan rindu yang didiamkan membumbung, seharusnya mereda saat aku dan kamu kembali tersambung. Kembali berbicara denganmu rasanya seperti berkenalan dengan seseorang yang baru, entah kamu yang menjadi asing, atau harapanku yang sudah usang; tidak akan lagi menjadi nyata, sebab sosok yang ku cari dalam dirimu sudah menjadi sebatas cerita.
Sesak yang aku rasakan seperti merindukan seseorang yang telah tiada, perlahan aku menyadari bahwa kamu yang tersayang mungkin hanya abadi dalam pikiran. Aku rela menenggelamkan diri pada lamunan tentangmu, sebab hanya itulah caraku menghidupkanmu.Â
Jangan kau tanya berapa malam yang ku habiskan untuk mengingatmu dengan termengung, sebab aku pun sudah tak sanggup lagi untuk menghitung.
Saat aku terbangun, aku menemukan keyakinan yang utuh bahwa kamu akan kembali seperti dulu. Aku yakin kamu bisa kembali menyapu hari-hari buruk dengan tawa renyahmu, menghabiskan waktu luang dengan melakukan kebiasaan yang kita lakukan dulu, berbagi cerita tentang apapun yang kamu sedang rasakan, tak peduli menyakitkan atau membanggakan. Aku yakin versimu yang dulu akan kembali. Namun aku tidak yakin, kalau semua itu bisa diwujudkan dengan seseorang sepertiku, yang sudah kamu simpan rapi di masa lalu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”