Terkadang Bahasa Medis itu  Problematik  

Bahasa digunakan untuk berkomunikasi antar sesama individu. Satu bahasa memudahkan individu mengeluarkan pendapat juga opininya. Indonesia memiliki ragam bahasa yang melimpah ruah. Menurut data Ethnologue tahun  2023 Indonesia menempati peringkat kedua negara dengan jumlah bahasa terbanyak di dunia. Terdapat 720 bahasa yang digunakan di Tanah Air

Advertisement

Rasanya hal wajar jika dalam keseharian kita berkomunikasi menggunakan 4 bahasa dalam percakapan. Baik itu bahasa daerah maupun bahasa lainnya. Tidak jarang dalam percakapan sehari-hari kita sering miskomunikasi antar teman atau rekan kerja karena, penggunaan bahasa tertentu misalnya bahasa daerah. 

Saya pun pernah salah memahami obrolan teman yang bertutur bahasa Jawa karena,  saya salah mengartikan Wedi (takut) dan Wedhi (pasir) yang dimana keduanya hampir mirip pelafalan namun, secara arti memiliki artinya yang jauh berbeda Wedi artinya takut sedangkan Wedhi artinya pasir. 

Dalam dunia kesehatan pun tidak luput dalam miskomunikasi bahasa ini. Tak jarang pasien menggunakan bahasa yang perlu ditelaah secara cermat dan menyesuaikan dengan kondisi atau keadaan pasien saat itu. 

Advertisement

Tak jarang pasien menjelaskan gejala sakitnya menggunakan bahasa ibunya namun, tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan dalam berbahasa daerah. Istilah-istilah sakit ini pernah juga ditulis oleh Jevi Adhi Nugraha dengan judul 10 Istilah Sakit dalam Bahasa Jawa yang Biasa Dijumpai Sehari-hari di Terminal Mojok. Itu adalah salah satu problematika bagi tenaga kesehatan di daerah Jawa belum dengan bahasa-bahasa daerah lainnya. 

Oleh karena itu tenaga kesehatan seperti, dokter, apoteker, perawat, dll menggunakan bahasa ilmiah yang mana bahasa tersebut sudah diajarkan dalam bangku kuliah. Sehingga tidak menimbulkan kerancuan juga multitafsir.

Advertisement

Bahasa Medis sudah ada pakemnya

Tahukah kalau resep dokter menggunakan bahasa latin yang dimana instruksi tersebut hanya bisa dibaca oleh apoteker. Sehingga miskomunikasi bahasa dalam pelayanan kesehatan bisa diminimalisir. 

Instruksi yang diberikan oleh dokter tidak akan multitafsir apoteker sudah paham berapa dosis, jumlah, aturan pakai yang harus diinformasikan pada pasien. Yang kemudian apoteker bisa menyiapkan obat-obat dan rekomendasi untuk pasien. 

Begitu juga penggunaan nama istilah medis atau penyakit. Dokter ataupun perawat tidak akan menggunakan bahasa sendiri karena, lebih nyaman. Mereka akan tetap menggunakan bahasa medis yang sudah terukur. 

Salah definisi, salah terapi

Selain problematik bahasa daerah tadi ada beberapa problema lainnya. Salah satunya adalah transposisi makna dari kondisi penyakit yang sering disalah artikan dalam masyarakat salah satunya darah rendah dan kurang darah. Mungkin terdengar sepele namun, hal ini penting untuk dipahami sehingga hal-hal yang tidak diinginkan bisa terhindar.

Darah rendah merupakan kondisi yang terjadi ketika tekanan darah dalam arteri (pembuluh darah) lebih rendah dari angka normal. Sedangkan, kurang darah nama lain dari anemia (kurang sel darah merah) kondisi ini  terjadi karena tubuh kekurangan hemoglobin (protein pembawa oksigen). 

Keduanya seringkali tertukar karena menimbulkan gejala awal yang sama. Padahal, keduanya memiliki penyebab yang berbeda, sehingga penanganannya pun juga berbeda.

Masyarakat awam terkadang tidak memahami  kedua kondisi ini. Ditambah kondisi anemia tertentu tidak perlu datang ke dokter. Penanganan kondisi tersebut bisa dilakukan secara swamedikasi. Berbeda dengan darah rendah yang dimana kondisi hipotensi perlu konsultasi dengan dokter. 

Kondisi hipotensi ini yang perlu diperhatikan secara khusus. Prognosis hipotensi ortostatik berhubungan dengan usia dan kejadian jatuh serta sinkop. Berdasarkan data prospektif the Swedish Malmö Preventive Project, pasien dengan hipotensi ortostatik memiliki risiko kematian 2 kali lipat lebih banyak pada kelompok usia <42 tahun.

Perihal perbedaan makna hingga multitafsir bahasa dikalangan masyarakat sejatinya membahayakan. Paradigma berobat ke RS atau layanan kesehatan masih dicap sebagai hal yang mahal juga hal yang merepotkan.

Hal ini bisa diatasi dengan keterbukaan masyarakat dengan informasi kesehatan juga tenaga kesehatan masih perlu gencar memberikan edukasi pada masyarakat.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Apoteker/ Penikmat Film/ Pembaca Buku/ Penikmat Musik