Pagi ini, 3 Januari 2020
Pernahkah kalian melihat gebetan atau pacar kalian bangun di pagi hari? Masih mengenakan kaos dan celana tidur?
Iya. Jikalau bukan karena harus menitipkan pesanan sketsa wajah untuk temanku; dan itu untuk pacarnya, mungkin aku tidak bisa melihatmu bangun sepagi ini. Selain bekerja, terkadang aku juga menerima pesanan sketsa wajah sampai sekarang.
Siang harinya aku tenang-tenang saja, karena ku kira temanku itu akan pulang dan mengambil pesanannya sore harinya. Tapi, tiba-tiba dia bilang esok harinya, ia masuk kerja sift pagi. Jadi tidak bisa pulang. Temanku sebenarnya menyarankanku untuk mengirimkannya lewat salah satu jasa pengiriman barang. Hanya saja, aku belum pernah sama sekali melakukannya. Dari pada ribet, aku memilih cara lain.
Dari beberapa temanku yang satu tempat kerja dengan temanku itu, tak ada satu pun yang pulang juga. Dan terlintas di benakku: teringat dirimu.
Kemarin kamu bilang, kamu menghabiskan waktu libur di rumah. Memang waktu liburmu berbeda dengan waktu libur orang lain. Karena tugasmu sebagai perawat. Harus mengabdi  ke pasien setiap saat. Hal itulah yang membuatku berpikir untuk menitipkan sketsa ini melalui dirimu. Tapi, jalan satu-satunya aku harus pergi ke rumahmu.
Dikarenakan kamu pun jam 7 pagi harus balik lagi untuk bekerja dan juga harus bareng dengan temanmu, jadinya aku harus lebih pagi lagi ke rumahmu; kurang dari jam 7. Apalagi rumahmu juga lumayan jauh dari rumahku.
Malam harinya, aku juga sempat izin dengan ibuku; jikalau pagi-pagi benar aku harus pergi ke rumahmu untuk menitipkan pesanan sketsa wajah itu. Kukira ibuku bakalan marah, karena biasanya kalau aku pergi, beliau pasti akan banyak nanya dan bahkan bisa saja tidak diperbolehkan. Tapi entah kenapa malam tadi, ibu hanya berpesan untukku hati-hati saja.
"Tuhan jika ini jalan-Mu, bantu aku untuk percaya diri," pikirku.
Pukul 6 pagi aku berangkat dari rumah. Di perjalanan aku berharap tidak turun hujan dan perasaanku saat itu juga biasa saja. Tapi, mendekati rumahmu, entah kenapa rasanya aneh. Rasa deg-deg-an menyerang seketika. Pintu rumahmu juga masih tertutup rapat.
Kucoba memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumahmu. Sekali dua kali tak ada jawaban. Ketiga kalinya kudengar ada seseorang mau membuka pintu. Terkejutnya aku, karena ayahmu yang membukakan pintu untukku. Pikirku kamu memang masih tidur.
Yang bikin deg-deg-an lagi, ketika aku harus ditanyai oleh ayahmu:" Rumahku di mana? Kerja juga di mana? Ada perlu denganmu apa?" Kalau diingat emang dasar aku-nya yang terlalu percaya diri atau memang sudah kelewat batas rasa berjuangnya?
Ayahmu pun memintaku menunggumu di ruang tamu dan beliau membangunkanmu berkali-kali sampai akhirnya kamu pun bangun.
Kulihatmu mencoba mencelikkan matamu; mungkin kamu masih tak percaya dengan kedatanganku sepagi itu. Satu hal yang tak kusangka kamu pun mengambil duduk tepat di sebelahku. Tidak lama memang. Mungkin hanya 5 menit saja kita saling berbicara saat itu. Dan tak kusangka ayahmu pun masih ada di depan TV yang sangat dekat dengan ruang tamu, otomatis sedikit banyak mendengar apa yang kita bicarakan mungkin. Sedikit merasa tidak enak, tapi bersyukur karena setidaknya ayahmu tahu aku.
Aku pun berpamitan dengan beliau; bersalaman dengan beliau juga. Kamu pun mengantarkanku di depan pintu dan mengucapkan "Hati-hati di jalan, ya."
Oh, iya sebelum itu kamu pun sempat bertanya padaku: Aku ke rumahmu dengan siapa? Hujan atau tidak? Jawabku: Jelas saja aku sendirian. Sudah biasa. Dan tak turun hujan; hanya gerimis saja.
Aku pun memakai jaket dan kamu pun sekali lagi mengatakan padaku untuk berhati-hati.
Terima kasih, ya untuk 5 menit pagi ini. Tidak mengapa aku harus kehujanan. Kalau tidak karena mengantarkan gambar ini pasti aku tidak bisa bertemu denganmu; pikirku saat itu. Entah kamu pun merasa atau hanya biasa. Tapi setidaknya aku sangat bersyukur karena bisa bertemu dan melihatmu apa adanya seperti ini.
Semoga segala petunjuk dari Tuhan pagi ini tidak membuatku jumawa sebelum saatnya. Semoga aku pun tak salah lagi berjuang. Meskipun sebenarnya aku merasa minder denganmu: Kamu seorang perawat dan aku hanya karyawan biasa. Tapi teman-temanmu mendukungku untuk dekat denganmu. Semoga suatu saat, jika kamu membaca tulisan ini, aku berharap kamu bisa memberikan tanda kalau kamu mau menerimaku melanjutkan kisah bersamamu selanjutnya. Aku masih menunggumu. Setidaknya beri aku petunjuk meski itu pun aku tak mengerti. Yang terpenting dari dirimu sendiri; ketulusanmu sendiri.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”