Waktu selalu tahu apa perannya. Ia bisa sangat kejam merobek hati yang tengah sesak tersebab rindu yang tertahan. Waktu sekaligus mampu menjadi obat teruntuk mereka yang tengah berjuang melupakan. Ya, bagi saya dan kalian yang tengah berjuang untuk melupakan sesuatu hal, mungkin waktu adalah obat mujarab untuk membunuh hal tersebut. Terutama membunuh rasa yang pernah ada, yang tumbuh dengan subur di dalam dada. Entah bagaimana bisa, waktu adalah pengobatnya, penyembuh dari luka-luka.
Memang berat, merasakannya sendirian. Mungkin dulu aku yang terlalu tidak peka akan kehadirannya. Ataukah aku yang tidak mau untuk terburu-buru bahwa perasaan itu milikku dan miliknya sebagai fitrah dari Tuhan yang sering kita sebut dengan cinta? Namun aku selalu merasa nyaman, bertemu dengannya, berkegiatan bersama, berjuang bersama-sama meraih tujuanku dan tujuannya. Meski aku selalu merasa dia selalu lebih baik dalam melakukan semua hal.
Di mataku, dia memanglah sosok yang berbeda dari kebanyakan orang yang aku temui. Bertemu dan bahkan mengenalnya juga tidak pernah aku impikan. Kebetulan yang sudah Tuhan rencanakan. Pertemuanku dengannya berawal dari satu kegiatan. Akhirnya aku berkesempatan untuk berkenalan dengannya. Dan siapa yang menyangka jika kegiatan-kegiatanku selanjutnya membuatku selalu bertemu dengannya.
Dia memang baik padaku, dari kacamata teman-temanku aku dan dia memang memang dekat. Tapi kedekatanku dan dia masih tak lebih dari pertemanan. Tetapi kadang aku juga bertanya pada diriku sendiri, apakah perlakuannya padaku juga dia lakukan kepada teman-temannya?
Kadang aku juga bingung. Dia memang baik, entah definisi baik yang seperti apa yang pantas untuk menggambarkannya. Sering bertemu dan berkegiatan bersama membuatku kagum padanya. Terlebih lagi saat aku tahu pencapaian-pencapainnya gemilang.
Semua tentang dia perlahan-lahan membuatku kagum sekaligus nyaman saat berada di sampingnya. Dia adalah orang yang tepat saat aku butuh teman untuk sharing dan berkeluh kesah tentang kesulitanku. Ya, solusi dan sekaligus motivasi juga aku dapatkan. Aku sudah merasa sangat nyaman dengan keadaanku bahkan aku juga tak pernah canggung untk menghubunginya lebih dulu. Hingga suatu waktu, aku terpaksa menghentikan kebiasaanku.
Kebiasannku harus ku hentikan berawal dari terungkapnya suatu rahasia tentang dia. Suatu waktu aku tahu bahwa ternyata rasa nyaman yang ia berikan padaku sebenarnya hanyalah rasa nyaman untuk seorang teman dan tak akan lebih dari itu. Karena sebenarnya dia sudah memutuskan memilih orang lain yang kelak akan dia genggam untuk menjadi makmumnya. Dan bodohnya aku bahwa aku juga terlambat menyadari perasaannku. Perlahan aku harus belajar tahu diri dan memutuskan untuk mengakhiri rasaku ini.
Kini aku dan dia memang tidak seperti dulu lagi. Aku sedang berusaha sekuat kemampuanku untuk membunuh rasa itu dan belajar untuk melupakannya. Namun agaknya cara yang kupilih salah. Dia tak akan pernah tahu, rindu selalu menyelinap dan membuatku sesak.
Rindu memaksaku mengingat semua yang pernah ku lalui bersamanya. Sungguh kejam memang. Aku memohon pada Tuhan agar aku ditunjukkan pada anugerah terbaik-Nya. Ku pikir saat aku dan dia tidak bertemu, maka akan dengan mudah aku melupakannya. Tetapi kadang aku juga tak pernah tahu, jika suatu kebetulan kembali mempertemukanku dengannya lagi.
Atau Tuhan memang tengah mempersiapkan berkali-kali kebetulan agar aku dan dia bisa kembali bertemu. Siapa yang tahu? Meski yang aku tahu, kini dia sudah memilih calon makmumnya. Dan meski aku tahu rasaku terlambat datang, tetapi setidaknya aku beruntung karena pernah berkesempatan untuk mengenalnya. Terima kasih telah hadir dihidupku, pernah menyapaku, meski kamu tak berkenan untuk singgah.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”