Terima Kasih Sudah Sempat Meredakan Hujan di Mataku

Kita tak pernah menduga hati kita akan terpaut pada seseorang. Misteriusnya lagi, terkadang hati mencintai tanpa mengenal sosoknya. Entahlah, barangkali namanya dihadirkan dengan cara yang terhormat yaitu melalui perjodohan dari orang tua. Memang tak banyak orang yang bersedia menerima nasib menjadi seperti Siti Nurbaya. Tetapi jika dia di datangkan pada saat yang tepat, tidaklah heran hati begitu mudah menerimanya. Bagaimana tidak, dia datang di tengah doaku yang berharap Allah mengutus seseorang untuk menyembuhkan luka yang membabi buta mencabik hatiku selama berbulan-bulan.

Advertisement

Tiba-tiba saja dia hadir seakan menjawab doa. Tentulah hati tertarik mencoba perjodohan itu. Hati mulai mengukir namanya karena cerita orang tentangnya yang begitu hebat. Cinta dan rindu perlahan membaur. Rindu kian mengepul saat diberi asa untuk pertemuan pertama.

Rasa cinta itu semakin terasa begitu indah ketika diperlihatkan seberkas harapan darinya. Suara dan candanya yang sering terdengar ditelepon membuat semakin jatuh hati tanpa pernah bertemu dengannya. Apalagi dia menjanjikan pertemuan pertamanya dengan bertamu ke rumah. Aku menunggu dan berharap pertemuan itu nyata.

Detak sang waktu yang terus berputar hingga mengubah hari dan minggu menjadi berbulan-bulan tak juga mengiringku pada pertemuan yang dijanjikannya, hati pun mulai rapuh dan menggerutu sendiri “mengapa ia menjanjikan akan datang jika nyatanya ia hilang tanpa kabar?”

Advertisement

Begitu besar harapan untuk bertemu. Harusnya ia menepati janjinya untuk bertemu agar hubungan ini tertata jelas, entah pertemuan itu menjadi awal sebuah hubungan atau akhir dari kisah yang belum berjudul ini. Jika memang sedikitpun ia tak tertarik denganku, aku harap ia segera menghancurkan rasa cinta yang terlanjut terawat selama ini, meskipun akan membekas jadi luka. Bila harus patah hati, patahlah sekarang agar tak lama terhempas rasa, agar tak semakin dalam pula harapan dan rindu yang tertanam untuknya.

Di saat seperti itu, aku justru memilih menikmati indahnya jatuh cinta hingga nekat mengatur jadwal bertemu denganya. Pertemuan itu symbol sebuah jawaban “iya” tentang perjodohan itu. Tapi, menyedihkan sekali, setelah bertemu untuk pertama kalinya, kabarnya masih saja hilang tanpa sepatah kata. Entah dia menyetujui perjodohan itu entah tidak. Makna kebisuannya tak bisa ditebak.

Advertisement

Hanya bisa menyalahkan diri sendiri, mengapa terlalu lekas menulis namanya dalam rindu. Pada dasarnya tidak ada orang yang mau dijodohkan oleh orang tua. Jadinya, muka terasa malu dan sedih tertunduk dalam kegundahan. Harusnya tidak mencitai dia secepat itu. Barangkali dia tak ada kabar lagi karena dia ingin mundur dari perjodohan ini, tetapi sungkan untuk mengakhirinya karena takut menyakiti.

Ah! Harusnya dia tegas untuk menjawab iya atau tidak tentang perjodohan ini, bukan malah menghilang tanpa sepatah kata. Sehingga hubungan perjodohan ini tidak menggantung.

Untukmu yang memperlihatkan sisi abu-abumu kepadaku, yang hilang tanpa kata, kuucapkan terima kasih telah masuk kedalam hidupku sehingga membuatku bangkit dari luka. Aku mencintaimu, namun cinta ini tak terbalas. Mustahil saja kau mencintai aku dengan kekuranganku. Aku tak berani berharap kepadamu. Kau layak mendapatkan yang lebih baik. Bukan aku. Baik buruknya aku jangan dengar dari orang lain karena mungkin saja aku tak sebaik itu tetapi lebih buruk dari yang mereka ceritakan.

Pergilah! Aku tidak ingin kamu terpaksa menjalani cerita ini. Kehadiranmu sudah sangat membuatku bahagia. Sungguh! Tak sampai hati untuk membuatmu dalam kebingungan. Pergilah! Jangan risaukan pintu yang pernah kamu ketuk. Melangkahlah dengan pikiranmu sendiri bukan dari keterpaksaan orang tuamu. Biarlah rasa yang singgah ini menjadi memory hidupku.

Biarlah aku mencintaimu dengan caraku sendiri tanpa membutuhkan sepercikpun belas cintamu. Tak perlu lagi kata-kata sindiran yang biasa aku tujukan kepadamu, tak perlu komunikasi denganmu, tak berharap janji, arah dan kelanjutan cerita ini. Aku tak butuh mendengar suaramu lagi jika hanya membuat rindu yang terabaikan cukup dengan menyaksikan video tentangmu. Maaf, aku curi foto-fotomu dari akun media sosialmu untuk aku abadikan dalam video ungkapan hatiku tentangmu. Terimakasih, sudah meredakan hujan di mataku meskipun bukan merengkuh tanganku selamanya.”

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

lahir pada tanggal 15 Februari 1993 di kerinci, provinsi Jambi. Menyelesaikan program sarjana di Universitas Jambi pada tahun 2015, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan.