Terima Kasih Ayah, Karenamu Aku Bisa Dewasa dan Sekuat Ini

Terlepas dari semua kisah sedih ini, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih

Ayah, apa kabar? Sudah lama sekali sepertinya kita tidak berjumpa. Ah, bahkan aku lupa kapan terakhir kali aku memandang wajahmu yang belum aku hafal dengan jelas itu.



Lihat! Putri kecilmu sekarang sudah dewasa, walaupun ayah tidak melihat perkembanganku. Ayah, aku sudah bosan bertanya tentang mengapa kau meninggalkan aku dan ibu waktu itu. Kini aku hanya ingin bertanya perihal rindu. Apakah pernah kau merindukan aku, anakmu, seperti aku yang selalu merindukanmu setiap waktu?



Rasa iriku terhadap mereka yang dibesarkan oleh ayahnya telah menumpuk dan tak kuat lagi aku tahan, tapi kini aku sudah bisa berdamai dengan keadaan. Aku tak lagi meratapi nasib burukku yang hanya dibesarkan oleh seorang wanita tangguh, karena selama hampir 20 tahun ini aku mengeluh, yang aku dapat hanya kesedihan dan ketetapan untuk menerima kenyataan.



Ah, iya. Usiaku sekarang sudah hampir 20 tahun, Ayah. Namun wajahmu masih saja belum aku hafal dengan jelas. Mungkin bisa aku hitung berapa kali pertemuan kita selama aku hidup di dunia ini, terakhir kita bertemu saat aku membuat KTP, masih teringat jelas ucapanmu kala itu, yang menanyakan pada ibu perihal usiaku. Ayah bilang "Memangnya usiamu sudah 17 tahun?" Saking jauhnya kita sampai-sampai kau tidak ingat akan usia anakmu, hehe~



Ayah, kita masih berada di dunia yang sama, namun kenyataannya telah berbeda. Aku sudah cukup dewasa untuk mengerti keputusan kalian berpisah. Tapi, aku belum setangguh ibuku yang harus memikul beban kehidupan seberat ini. Seorang anak sulung wanita yang dibesarkan tanpa ayah, harus berjuang meraih mimpi layaknya mereka yang dibesarkan oleh keluarga utuhnya. Aku hanya ingin kau bangga dan mengakui bahwa aku anakmu.



Ayah, aku selalu menyelipkan tangisan rindu di setiap doaku untukmu. Berharap kita bisa tinggal di satu atap yang sama, bisa bertemu setiap hari agar aku bisa puas memandangi wajahmu yang sampai sekarang belum ku hafal dengan jelas.



Ayah, mungkin kini kau tak lagi muda. Mungkin kau tidak ikut merawatku saat masih kecil, tapi jika kau mengizinkan, bolehkah aku merawatmu di usiamu yang sekarang? Sebagai wujud baktiku yang selama ini hanya berbentuk doa.



Meskipun begitu, aku masih ingat dengan jelas setiap pelukan dan kecupan hangat itu di setiap pertemuan kita. Karena hanya itu yang bisa aku rekam dalam ingatan. Sebuah foto bersama saja kita tidak punya, kan? Bahkan setiap perpisahan sekolah pun yang hadir hanya ibu. Kini anakmu sedang kuliah, bolehkah aku meminta kehadiranmu di acara wisudaku nanti?



Ayah, bukan hanya pada orang lain aku iri, tapi pada kakak-kakak tiriku pun aku iri. Mengapa hanya mereka yang mendapat kasih sayangmu, bukankah aku juga anakmu? Bukankah perpisahanmu dengan ibuku bukan salahku? Lantas mengapa kau menghakimiku karena itu?



Ayah, terlepas dari semua kisah sedih ini, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih. Karenamu, aku menjadi perempuan kuat, seperti ibu. Karenamu, aku bisa lebih dewasa sebelum waktunya. Karenamu, aku bisa setegar hari ini.

Advertisement

Dari anakmu yang teramat merindukanmu, semoga sehat selalu, semoga kita lekas bertemu. Aku mencintaimu, Ayah.

Salam rindu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Menulis dengan hati, semoga mewakili, meskipun tidak semua pengalaman pribadi.