Sejatinya sebagai makhluk yang diberikan akal sempurna oleh Tuhan, kita para manusia yang penyuka suka cita pasti memiliki hal yang dipikirkan. Tidak terbatas pada apapun itu, bisa jadi berpikir akan penciptaan Tuhan, bisa pula berpikir mengapa kamu diciptakan. Berpikir memikirkan adalah sesuatu yang absolut. Sebagai manusia juga kita mempunyai prasangka. Prasangka lahir dari pemikiran kita melalui mengkritisi tentang apa – apa yang terjadi kemudian menyimpulkan apa – apa yang diinginkan.
Melalui segala macam penilaian otak menuntun kita untuk menyimpulkan, baik atau buruknya kesimpulan itu tergantung pada hatimu. Sebaik apapun orangnya jika kamu telah membencinya maka tidak ada lagi nilai kebaikan pada dirinya. Sebaliknya, jika hatimu sudah masuk terlalu dalam pada kegelapan, maka apapun yang dilakukan seseorang sekalipun itu tidak baik, maka tidak akan ada pemberontakan pada dirimu. Semenakutkan itu hati manusia.
Tidak terbatas pada hal yang dilakukan, prasangka selalu ada mengikuti setiap gerakan mata. Ketidaktahuan mengenali orang lain menuntun kita menilai sebebasnya, memang itu tidak menyalahi aturan hidup atau mungkin memang begitu hidup berjalan. Satu dua cerita tentang orang lain membuat kita berspekulasi yang ngawur. Penilain seakan akan sesuatu yang ringan, menyimpulkan seakan akan sesuatu yang gampang. Sejatinya musuh alami manusia adalah pemikirannya sendiri.
Sebagai makhluk yang sombong dan arogan, manusia seringkali menganggap remeh orang lain. Mungkin anggapan itu bukan lagi sebuah prsangka, melainkan sebuah sugesti untuk mengapiki diri sendiri. Kita sebagai manusia seringkali merasa di atas manusia lainnya. Saya mungkin begitu agar merasa diri saya tidak tertinggal dengan manusia lainnya, padahal sejatinya itu malah membuat saya terlihat menyedihkan, seorang manusia yang rela membuang rasa manusianya hanya karena agar diakui.
Ketakutan terhadap ketertinggalan, merasa berjalan di belakang sendirian di sebuah jalan gelap nan sunyi itu adalah sesuatu yang mengerikan, sebuah rasa kesepian yang parah yang akhirnya membuat hati kita ada celah, terlihat jelas namun kita merasa masih aman – aman saja dengan itu. Mulai mengutuk diri sendiri atas pencapaian orang lain.
Kegelapan mulai menuangkan tintanya di hati, melukis kutukan terhadap orang lain. Keji namun indah bagi diri sendiri, dengan demikian ada rasa nyaman yang fana. Segala prasangka hitam mulai membalut mata dan pikiran, tidak berani berkaca pada diri sendiri. Mungkin sudah dipecahkan kacanya itu,  takut akan melihat diri sendiri, takut melihat ketidakmampuan diri sendiri, takut pantulan orang lain berada jauh di depan sementara kita tertinggal di belakang.
Padahal segala sesuatu bisa dicapai, bukankah mencapai sesuatu itu adalah hal yang menyenangkan, bahkan sekalipun jika saya gagal mencapai sesuatu yang saya inginkan. Tapi, ketika ada usaha dalam keinginan saya, maka pasti ada kebahagiaan pada diri saya karena sudah berusaha. Kalian juga seharusnya begitu. Sebuah pencapaian bukan di nilai tentang apa yang kamu capai, melainkan apa saja hal yang sudah kamu lakukan untuk mencapai impianmu itu. Sebuah proses di mana kamu menjadi lebih baik, itulah pencapaian
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”