Beradu dengan kerasnya hidup untuk meraih cita, mempermanis realita dengan segenggam mimpi yang kita punya, hal itu yang membuat hidup kita ada harganya. Menimbulkan definisi bahwa kita punya tujuan spesifik dalam melangkah, tidak jalan sembarang arah. Kata manusia idealis nan optimis, hidup berawal dari mimpi, sebab hal tersebut yang kita pajang lima senti meter di dekat kepala agar terlihat oleh mata, agar kita ingat bahwa itu yang kita punya, biar kita punya alasan berjalan untuk meraihnya, seperti kata film beberapa tahun lalu.
Manusia realistis sepertiku juga punya sedikit kata, ini bukan untuk menciutkan mimpi di kepalamu, bukan. Karena sejatinya aku juga punya mimpi yang ingin aku kejar. Aku tahu pula betapa kesal dan marahnya jika mimpiku diragukan. Namun se-optimis apapun kita, realistis juga perlu kan? optimis dan realistis perlu sejalan, punya harap yang tinggi dan banyak, boleh. Tapi jika harap tak terkabul saat ini, ada sikap yang perlu dipelajari.
Sependengaranku di ceramah-ceramah ustadz, doa itu dikabulkan dengan tiga cara; dikabulkan saat ini, digantikan dengan yang lebih baik, dan disimpan sebagai bentuk pahala di akhirat nanti. Poin pertama, jika doa dikabulkan saat ini, berarti tidak ada masalah, tidak ada kesenjangan antara ekspektasi dan realita. Kedua, jika digantikan dengan yang lebih baik, berarti Tuhan lebih tahu apa yang terbaik buat kita, sebab kita diberikan sesuai dengan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Dan yang ketiga, jika doa kita disimpan, jangan risau. Berarti ada tabungan lebih, sejenis investasi yang menguntungkan untuk di akhirat nanti.
Ada hal yang orang-orang sering lupa. Kita sering diingatkan untuk rajin berusaha dan berdoa untuk mencapai mimpi kita, kita diingatkan bahwa asalkan kita mau, kita pasti bisa. Tapi kita sering lupa bahwa Tuhan lah yang mengatur segalanya, manusia sering lupa juga untuk memanajemen hati sendiri untuk menghadapi ekspektasi yang berbanding terbalik dengan realita. Kita diingatkan Tuhan bahwa kita hanyalah tukang rencana dan wacana, masalah hasilnya Tuhanlah yang punya kuasa.
PR kita yang sering lupa dikerjakan adalah tentang manajemen kecewa. Kecewa muncul dari harapan yang sudah dirancang di awal, namun hasilnya tidak seperti yang dibayangkan. Tentu saja tidak bisa sesepele “Makanya jangan berharap, nanti kecewa”. Bagiku berharap tetap boleh, dengan syarat bahwa tempat menggantungkan harapan juga tepat. Jika kepada manusia, hasilnya kecewa, namun jika Tuhan adalah tempatnya, mau bagaimana hasil yang Tuhan beri, mau tidak mau, secara perlahan, hati juga menerima.
Seringnya manusia tidak imbang, punya harapan yang besar tapi manajemen kecewanya tidak. Ibarat sudah tahu bahwa di luar akan turun hujan, tapi tidak punya payung. Ya, basah kuyup adalah risiko. Yuk, kita jadi manusia yang berjuang sekuat tenaga tapi hebat penerimaan dan keikhlasannya. Punya tekad kuat untuk meraih sesuatu, tapi punya kemampuan luar biasa untuk manajemen rasa kecewa. Sebab, kecewa adalah perasaan nyata yang tidak perlu disangkal keberadaannya bagi manusia. Hal itu lumrah, namun tugas kita adalah bagaimana cara manajemennya.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” -QS Al Baqarah 216
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”